Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Keping 17

Ruangan berdinding abu-abu hitam dan langit-langit putih itu kosong ketika Zai memasukinya. Sebelum datang ke bengkel, ia sudah mengirim pesan pada Pattar, tetapi tidak ada balasan. Zai sakit kepala karena sedari tadi ponselnya tidak berhenti berdering. Panggilan itu berasal dari salah satu pacar Pattar. Zai sudah menduga kalau ia akan merasakan dampak dari perbuatan sahabatnya yang punya banyak pacar itu.

Zai menatap ponselnya yang masih saja berdering tanpa jeda. Pintu bengkel tiba-tiba dikuak. Seorang pria dengan rambut diikat setengah masuk dan duduk di samping Zai.

"Tuh nomor nggak berhenti telpon gue. Tanggung jawab lo." Zai mengajukan protes seraya menunjukkan layat ponselnya pada Pattar.

"Udah matiin aja." Pattar menjawab santai. Ia malah tersenyum hingga deretan giginya terlihat, "Gue laper, makan ketoprak depan enak kayanya."

"Jangan dibiasain deh. Awas kualat!" Zai mematikan ponselnya kemudian mengikuti Pattar. Semenjak tinggal di indekos, Zai jadi lebih hemat, ia punya kebiasaan mematikan lampu sebelum keluar.

***

Hana mendapati ruangan bengkel kosong dengan lampu padam. Ia sempat menduga kalau kedua sahabatnya itu tengah sibuk mengerjakan proyek terbaru mereka di bengkel. Ternyata dugaannya salah. Hana langsung saja masuk dan merebahkan tubuhnya di sofa panjang yang baru mereka beli sekitar dua bulan lalu. Setelah hampir satu tahun, bengkel sudah mengalami banyak perubahan. Kini ada karpet abu-abu, sofa dengan bantal warna-warni, beberapa pot tumbuhan yang diletakkan di dekat jendela dan dua etalase kaca tempat hasil kerja Pattar dan Zai dipajang.

Hana menatap langit-langit dan menghela napas. Ia datang ke bengkel untuk mengganggu Pattar dan Zai, tapi kedua orang itu hilang bak ditelan bumi. Hana mencoba menelepon mereka bergantian, dengan kompaknya kedua nomor mereka tidak aktif. Akhirnya Hana membuka Instagram untuk menghilangkan rasa bosannya. Ia melihat satu notifikasi yang mampu membuatnya terduduk dan tidak mempercayai matanya sendiri. @Jeffnarendra mengikuti anda. Satu kalimat yang mampu membuatnya berteriak girang.

Bersamaan dengan teriakannya, pintu bengkel dibuka. Pattar dan Zai dibuat terkejut hingga hampir bertabrakan satu sama lain.

"Kenapa sih teriak-teriak?" Pattar meraih satu bantal dan melemparkannya ke arah Hana sebagai hukuman karena sudah membuatnya terkejut.

"Kak Jeff follow gue. Kak Jeff yang ganteng itu follow gue." Hana bercerita dengan antusias.

"Jeff mana?" Zai berbisik pelan pada Pattar.

"Jeff anak kedokteran?" Pattar bertanya dengan nada tidak senang.

"Iya. Beberapa hari lalu kami sempat ketemu dan sekarang dia follow gue." Hana menatap layar ponselnya tidak percaya.

"Jeff itu nggak baik. Gue tahu record track dia. Dia itu playboy kelas berat. Kalau dia hubungi lo, jangan ditanggapi." Pattar jadi sewot.

"Maaf, coba lo ngaca dulu sana. Lo juga playboy dan gue baik-baik aja tuh temenan sama lo. Kapan lagi gue punya temen secakep Kak Jeff?"

Pattar terdiam. Zai masih mengamati situasi. Ia tengah mencoba menghubungkan kepingan ingatannya. Bisa saja Jeff yang sedang dibicarakan oleh Hana adalah Jeff yang sama dengan yang ia tahu. Kebetulan lainnya, Jeff adalah mahasiswa kedokteran.

"Oh iya, lo berdua dari mana? Kenapa nomor kalian nggak aktif?" Hana bangkit berdiri dan berkacak pinggang.

Dengan wajah yang tidak menunjukkan rasa bersalah, Pattar duduk di sofa dan mengabaikan pertanyaan Hana.

"Zai?" Hana menatap Zai dengan tatapan menyelidik.

"Biasa, Pattar baru putusin Mira. Tadi dia telpon Pattar terus, akhirnya Pattar matiin handphone. Setelah nomor Pattar nggak aktif, dia neror gue." Zai bercerita dengan ekspresi yang meyakinkan.

"Tuh, kan. Sudah gue bilang berapa kali. Jangan jadi kebiasaan dong! Pacaran itu bukan cuma untuk kesenangan lo doang. Lo gak pernah mikirin cewek-cewek yang jadi korban lo." Hana masih berkacak pinggang dan menghakimi Pattar yang duduk santai di sofa.

"Inget, gue nggak mau lo dekat-dekat sama Jeff."

"Jangan mengalihkan pembicaraan." Hana jadi emosi betulan.

"Lo harus dengerin omongan gue dulu." Pattar menegakkan badannya, "Jeff nggak baik."

"Capek gue ngomong sama tembok." Hana mengambil tasnya dengan kasar dan berjalan keluar dari bengkel.

Zai yang menyaksikan kejadian itu hanya bisa menghela napas. Ia duduk disamping Pattar dan menatap langit-langit.

"Sejak kapan?" Zai bertanya dengan nada sebiasa mungkin.

"Apanya?" Pattar menatap Zai penuh tanya.

"Lo sudah tahu maksud gue. Jadi sejak kapan?"

"Gue gak mengerti pertanyaan lo."

"Sejak kapan lo suka sama Hana?" Zai masih tetap menatap langit-langit.

"Gue? Suka sama Hana? Jangan bercanda." Pattar tertawa mendengar pertanyaan Zai.

"Gue hanya mengajukan pertanyaan ini sekali. Setelah ini gue nggak akan ikut campur urusan lo dengan Hana."

"Lo kenapa sih, Zai?" Pattar tidak bisa menangkap maksud Zai.

"Jawab pertanyaan gue." Zai menatap tepat pada mata Pattar.

"Gue suka sama dia sebagai sahabat, nggak pernah lebih." Pattar sempat memberi jeda cukup lama sebelum menjawab pertanyaan itu.

"Oke, anggap aja gue gak pernah tanya tentang itu." Zai tersenyum dan kembali menatap Pattar dengan ramah.

"Hana itu selalu salah memilih laki-laki. Makanya gue khawatir."

"Oke, gue maklumi itu. Oh, iya. Lo balik gak liburan ini?"

"Enggak deh. Gue mending gabung sama anak-anak buat ngurusin ospek. Lagian kalau gue pulang, gak ada hal berguna yang bisa gue lakuin. Mungkin gue balik sehari atau dua hari untuk ketemu Papa."

"Satu-satunya hal berguna yang buat lo ikut panitia ospek adalah bisa cari mangsa baru kan?" Zai menggeleng pelan.

"Nah, itu lo tahu." Pattar nyengir.

"Gue bakal jadi relawan di Lombok satu bulan ke depan. Cuma mau kasih info kalau Bang Petra juga ikut program yang sama." Zai mengamati perubahan ekspresi sahabatnya.

"Baguslah, dia pasti buat Mama bangga dengan itu." Pattar menghela napas panjang.

"Lo juga melakukan banyak hal hebat loh, salah satunya berhasil pacaran sama tiga cewek sekaligus." Zai tertawa sampai matanya menyipit dan membentuk lengkungan.

"Sialan." Pattar memukul Zai dengan bantal yang ada di sofa.

Zai merebahkan tubuhnya di sofa. Beberapa bulan lalu, Zai berusaha menghindari Jeff karena tidak ingin identitas sebelumnya terbongkar. Namun, tanpa ia sadari, Jeff justru masuk ke kehidupan sahabatnya. Tanpa direncanakan, Jeff kembali memiliki kemungkinan untuk berinteraksi kembali dengannya.

***

Zai membuka tasnya begitu ia melihat seekor kucing yang tengah berbaring sambil menyisir bulu dengan lidah. Ia mengenali kucing itu. Kucing yang sama yang menemaninya saat ia menghindari Jeff sepulangnya dari stadion.

Zai mendekati kucing tersebut dan mengulurkan tangannya yang berisi makanan kucing. Kucing itu membalik tubuhnya dan segera berdiri menghadap tangan Zai yang terulur. Kucing itu tidak menyentuh makanan yang ada di tangan Zai. Zai dibuat heran karena tidak biasanya kucing ini menolak makanan darinya.

"Kamu sudah makan ya?" Zai mengusap punggung kucing itu sehingga menimbulkan ngeongan yang menggemaskan.

"Sepertinya memang sudah makan ya." Zai tersenyum melihat kucing yang kini kembali sibuk menyisir bulunya.

Zai berjalan meninggalkan tempat itu dan beralih ke tempat lain yang biasanya terdapat kucing yang sering ia beri makan. Namun, kejadian sama kembali terulang. Kucing-kucing itu menolak makanan yang ia berikan. Zai sempat menduga kalau mungkin makanan yang ia bawa tidak menggugah selera kucing-kucing tersebut. Hingga ia melihat seorang gadis tengah berjongkok di dekat semak sambil meletakkan makanan kucing di sana.


Terima kasih sudah membaca.

ODOC WH BATCH 4 Day 17

15 Oktober 2020

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro