Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

𝕭𝖆𝖈𝖆 𝖑𝖆𝖌𝖎

"Baca lagi," kata saya.

Taehyun menoleh, menatap saya dengan tanda tanya. "Apanya?" tanyanya tanpa suara, hanya dengan ekspresi wajah.

Saya menatap tangannya yang masih bergerak menggulung korannya meski atensinya tertuju pada saya. Saya mengembuskan napas sebelum kemudian bicara setengah berbisik, "Koranmu, Kangtae. Buka dan bacalah lagi." Saya mengisyaratkan padanya untuk membuka gulungan korannya dengan kedua tangan saya.

Taehyun mengangguk. Namun, korannya masih tergulung lecek di genggaman tangannya.

"Kamu terlihat bosan," kata saya, memilih untuk mengecilkan suara setelah mendapati banyak orang yang terlelap di dalam gerbong kereta. Padahal, ini masih pagi. Pagi-pagi sekali, tepatnya.

Kang Taehyun membuka mulutnya, lagi-lagi bicara tanpa suara. Katanya, "Tidak." Gulungan korannya yang lecek sekarang berada di kursi, membatasi kami berdua yang tadinya duduk dekat sekali.

Saya mengambil napas banyak-banyak, menolehkan kepala menjauhi Taehyun. Air mata saya nyaris turun karena munculnya sakit di tenggorokan, tetapi saya urungkan. Tangan saya bergerak mengambil gulungan koran pemuda itu dan memasukkannya ke dalam tas saya yang sejujurnya setengah kosong.

Kang Taehyun rupanya memilih untuk menolehkan kepalanya ke luar, ke jendela sebelahnya duduk. Pemandangan luar terlihat kabur ketika saya mengintip sekilas dari balik bahu Taehyun, pemuda yang tengah membelakangi saya.

Cahaya hilang ketika gerbong kami memasuki terowongan. Meski demikian, mata Taehyun tak lepas dari pemandangan luar yang gelap gulita. Rupanya, wajah saya kurang menarik ketimbang kegelapan di terowongan.

Saya mengembuskan napas panjang ketika gerbong kami keluar dari terowongan, sedang Taehyun akhirnya meluruskan pandangannya ke depan (bukan ke saya).

Leher saya sakit setelah agak lama menoleh untuk menatap bahu Taehyun sebelumnya.

"Kangtae," panggil saya.

Yang dipanggil enggan menoleh.

Saya membasahi tenggorokan saya yang masih sakit sebelum berkata, "Kamu tidak nyaman? Kamu terlihat begitu, makanya .... Apa kamu lapar?" Saya mengeluarkan sebungkus kue kering dari tas dan menjulurkannya pada Taehyun.

Namun, ....

Kang Taehyun menggeleng pelan. Ia menoleh pada saya, mengatakan (lagi-lagi tanpa suara), "Tidak. Ibumu?" Setelahnya, pandangannya lagi-lagi kabur dari saya. Ia menatap ke depan.

Saya tersenyum. "Kalau kamu mau, aku bisa membaginya. Ibu sejujurnya tidak begitu menyukai kue kering, kamu tahu. Beliau lebih suka roti-roti yang mengembang dengan bagus. Tapi, kupikir, sesekali ibu harus mencoba kue kering. Apalagi ini kita beli di prefektur lain." Saya menunjuk kue kering yang ada di tangan saya sebelum kembali memasukkannya ke dalam tas.

Mengedarkan pandangan ke seluruh gerbong, saya mendapati beberapa penumpang segerbong yang kini sudah terbangun dari tidur. Jam yang terlilit di pergelangan tangan saya menunjukkan bahwa sekarang pukul enam.

Saya tengah mengumpulkan remukan kue kering yang ada di atas pangkuan saya sejak tadi, ketika tiba-tiba Taehyun menoleh pada saya, menangkup saya dalam tatapannya.

Gerbong seketika hening. Suara aktivitas penumpang lain tak lagi terdengar di telinga saya. Saya mengedarkan pandangan sekali lagi sebelum kemudian ....

"Kenapa kereta kita melawan arus jalurnya?" tanyanya, memulai dialog untuk yang pertama kali, lagi-lagi tanpa suara dan hanya dengan gerakan bibir.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro