Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Chapter 28-

Berita tentang insiden pembajakan maskapai Rajawali Airlines menjadi trending topik di tanah air. Tatkala, sesaat Luna dan seluruh penumpang pesawat telah turun.

Luna yang tidak ingin bertemu Lucas. Memohon kepada Acrux agar mereka tidak perlu keluar dari ruang kedatangan. Gadis itu pun menjelaskan pada Sadr dan Mintaka apa yang sedang menunggunya di luar saat mereka tengah menunggu antrian bagasi.

"Jadi, kau akan pindah sekolah?" Mintaka benar-benar merasa terpukul. Rasanya hampa jika Luna harus pindah. Ditambah, ini terlalu mendadak.

"Luna." Sadr tidak mengatakan apapun. Tetapi kelopak matanya telah basah. Dia tidak ingin Luna pergi dan tinggal bersama Paman Max di Amerika.

Mereka sudah terbiasa bersama. Apalagi setelah melewati hari ini. Keempatnya sudah sepakat untuk menyelamatkan Acrux. Kalau Luna pergi sekarang, semua rencana mereka akan gagal.

"Apa yang harus kita lakukan?" Mereka mengabaikan kericiuhan wartawan di depan. Bisik-bisik orang yang menceritakan tentang insiden pembajakan. Rasanya, semua hal itu lenyap. Tidak ada yang tahu, apa yang terjadi dengan dua pesawat pegintai.

Lagipula ini membuat militer Indonesia menjadi berada di status siaga.

"Kalian pulang aja duluan. Biar aku sama Acrux di sini," seru Luna.

"Dan kau bakal pergi berdua saja dengan Acrux?" sela Mintaka tidak terima. "Kita dah pergi ke India bersama-sama. Jangan bilang, ini acara perpisahan kita."

Mata Mintaka berkaca-kaca. Dia berusaha sekuat tenaga untuk tidak menangis. Biar saja Sadr yang menguras air mata. Ia agak malu menangis di tengah kerumunan.

"Bukan seperti itu, Mintaka." Luna tidak ingin teman-temannya dalam bahaya. Bisa jadi, salah satu komplotan yang satu pesawat dengan mereka tengah mengintai dari suatu tempat.

"Lihat gelang ini." Luna mengangkat tangan kanannya. Gelang hitam yang tempo hari ia bagikan pada anggota GTA masih terpasang di sana.

"Aku akan baik-baik saja. Kita masih bisa saling berhubungan. Aku janji bakal kasih kabar ke kalian. Aku perlu berunding sama Paman Max dan Lucas."

Mintaka masih belum terima. Sadr terpukul, jika sudah meyangkut Paman Max. Dia tahu, itu adalah akhir bagi Luna. Paman Max adalah satu-satunya keluarga Luna yang berhak menjadi wali sang Sahabat hingga ia berusia 18 tahun.

"Akan kupesankan mobil." Luna beralaskan menekan-nekan layar pada ponsel.

Sementara itu, Sadr dan Mintaka saling menatap cemas. Mintaka pun memilih memeluk Luna. Yang mana itu diikuti oleh Sadr.

Luna menerima semua pelukan itu dengan perasaan hangat. Sesaat setelahnya, Luna mengirimkan notifikasi pemesanan pada Mintaka.

"Pergilah, aku akan langsung menuju keberangkatan."

Luna melambai dengan gerakan enggan. Mintaka yang masih tetap tidak ingin pergi. Terpaksa diseret oleh Sadr dengan cepat. Setelah bayangan kedua sahabatnya menghilang.

Luna tersentak saat jemari Acrux meraih tangannya.

"Jangan khawatir. Aku meninggalkan Leo bersama Sadr. Anak itu akan menjaga mereka."

Luna hanya melirik ke arah pergelangan tangannya. Lalu beralih mendongak ke arah wajah Acrux.

"Sekarang, malah kau yang berusaha melindungiku," seru Luna dengan tawa getir.

"Kurasa itu impas," balas Acrux acuh. "Jadi, bagaimana sekarang? Sadr dan Mintaka telah aman. Tinggal satu," jelas Acrux dengan sorot mata tajam.

"Maksudmu?" tanya Luna tak yakin. "Apa?"

"Arah jam 3 darimu. Jangan berbalik. Ada seorang wanita yang sedari tadi terlihat mencurigakan."

Acrux tahu, walaupun diberi tahu. Sistem motorik Luna pasti akan bekerja secara refles untuk bertindak. Maka, sebelum Luna sempat menoleh atau melirik. Tangan Acrux segera menariknya pergi.

"Kau masih punya uang, 'kan? Sembari menghindar. Ayo pergi makan."

.
.
.

Dua minuman dingin berwarna biru tersaji di meja kecil tempat Luna dan Acrux duduk. Walaupun sudah menghindar, kehadiran wanita mencurigakan itu terus mengikuti Luna dan Acrux dari kejauhan.

Tanpa Luna berbalik untuk melihat. Dirinya sama sekali, tidak akan bisa melakukan scaning indetitas melalui bantuan Lydia.

"Acrux," lirih Luna. Kedua jari tangannya saling bertaut menjadi satu dengan perasaan gelisah.

"Dia sedang apa?"

"Membaca majalah."

Luna menarik napas dalam-dalam. Rasa trauma masa lalu membuatnya kembali ketakutan. Bagaimana jika itu adalah salah satu pembunuh yang mengincarnya sedari dulu di Las Vegas? Cukup sampai di situ saja. Luna tidak bisa memikirkannya lebih lanjut.

Wajah pucat dan gerakan bola mata yang tidak stabil. Acrux sadar, Luna sedang mencoba tegar di hadapannya. Jelas, siapapun yang melihat orangtuanya dibunuh tepat di hadapan matanya. Pasti akan mengalami trauma yang cukup panjang.

"Jangan takut." Acrux mencoba menyentuh tangan Luna. Namun, belum sempat kulit mereka bersentuhan. Seseorang menarik tangan Acrux menjauh.

"Jangan sentuh dia!"

Lucas, dalam penampilan serba hitam. Mulai dari jacket kulit, topi dan masker. Hadir di sisi Luna. Mata cokelatnya menyorot Acrux dengan tajam.

"Silakan pergi. Mulai detik ini, Luna akan menjadi tanggung jawabku."

Satu hal yang paling Acrux benci adalah diperintah oleh orang lain. Tak ayal, dia tidak peduli dengan pengusiran Lucas.

"Lucas," lirih Luna dengan mata berbinar.

"Sudah aman. Seluruh bandara telah di sebar oleh anggota keamanan. Paman Max akan menjemputmu di Amerika. Aku akan menemanimu sampai sana. Ayo, Luna."

Tanpa menunggu persetujuan Luna. Lucas sudah lebih dulu menarik Luna untuk pergi. Sekonyong-konyong, Acrux pun menahan tangan Luna yang lain.

"Aku ikut," seru Acrux tanpa canggung.

"Kau?" balas Lucas dengan salah satu alis terangkat.

"Siapa lagi? Apa kau ingin mengajak wanita yang di sana?" sindir Acrux secara halus pada sosok yang kini keberadaanya telah hilang.

Merasa ada sesuatu yang ganjil. Lantas membuat Lucas melirik Luna.

"Bagaimana pun, aku ingin Acrux selalu ada di sisiku, Lucas. Kumohon."

Jika sudah begini, Lucas pasti akan luluh. Tatapan permohonan  adik tirinya adalah sesuatu yang sulit untuk ditolak.

"Apa dia mengetahui tentang dirimu?" tanya Lucas. Sebagai jawaban, Luna mengganguk kecil.

"Dia tahu. Justru selama ini dia yang menjagaku."

"Paman Max tidak pernah mengatakan kau punya kekasih, Luna. Apa kau melakukan ini diam-diam?"

Luna mengganguk. Lalu meminta Acrux untuk melepaskan tangannya lewat tatapan mata. Tetap saja, pria Argian itu menolak.

"Jika kau ingin menyelamatkan Luna dan semua orang dari sini. Kita harus segera pergi. Para pemangsa---"

Ledakan besar terjadi entah dari mana. Lalu-lalang orang yang berada dalam bandara berteriak histeris.

"Monitor!" seru Lucas lewat earpice dengan lantang.

Kami akan memeriksanya!

Tak membuang waktu, Lucas segera menarik Luna untuk berlari sejauh mungkin. Sementara itu, Acrux kembali memperhatikan sekitar dengan seksama. Lalu, sekonyong-konyong wanita yang sedari tadi memperhatikan Luna dan ia sejak turun dari pesawat.

Berlari sekencang mungkin mengejar Luna dan Lucas. Mendadak, ia mengarahkan sesuatu ke arah Luna. Dari bentuknya yang menyerupai lipstik ginco merah terang. Sebuah peluru dengan ukuran 4,1 mili melesat terbang ke arah Luna dan Lucas yang sedang berlari.

Dalam seperkian detik, bunyi ledakan kembali terjadi. Namun,  ledakan yang satu ini justru terdengar beberapa sentimeter dari tempat Acrux berdiri.

Sinar biru kemilau membentuk garis lurus panjang semacam rambatan petir, seketika mengenai peluru dan efek ledakannya, membuat Luna serta Lucas pun terpental membentuk ubin lantai. Bersama dengan para penumpang di sekitar mereka.

__/_/____

Bersambung....

Hola, lama tidak berjumpa. Ada yang masih membaca GTA? (」゚ロ゚)」

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro