Chapter 26- Turbelensi
"Apa?! Hewan ini Leo?!" Sadr histeris. Mintaka terbelalak dan Luna terganga.
"Tidak mungkin kepolisian India mengejar hewan kecil ini menggunakan kekuatan negara." Mintaka nampak tidak percaya. Hewan itu memiliki bulu cokelat muda bercampur bulu putih. Terlalu kecil untuk dikejar menggunakan helikopter.
"Dia bisa membesar dan mengecil. Dia jatuh ke bumi dalam wujud aslinya. Leo dikurung dipenjara putih. Seluruh tubuhnya dirantai arus listrik. Sulit untuk dia berubah wujud di hadapan banyak orang."
Acrux menjelaskannya sambil mengelus Leo dengan tenang. Mintaka melirik Luna. Berharap sahabatnya itu menimpali sesuatu. Namun sorot mata Luna justru terpaku pada Leo.
"Kau menemukannya di mana?" Sadr mendadak menyela. "Apa aman kita kembali ke hotel? Rasanya ini terlalu mudah."
Mintaka mengganguk setuju. Acrux tetap tenang. Lalu memasukkan Leo ke dalam kaos bajunya. Entah hewan itu merasa aman atau tidak.
"Sudah kubilang, 'kan?" Acrux berujar sombong. "Semuanya akan baik-baik saja jika kalian mengikuti rencanaku."
Sebuah kamera dari jauh menyorot wajah Acrux. Lalu beralih menyorot Luna secara diam-diam.
.
.
.
Sisa hari mereka di India dihabiskan sebagai plesiran ke sana-sini. Piya sebagai sopir sewaan membawa Garuda The Avengers berkeliling segala tempat. Untuk sesaat, mereka semua melupakan apa yang sedang terjadi.
Otoritas India pun kembali normal. Namun imbasnya. Spekulasi tentang insiden ini merebak di segala tempat.
ISRO India mendapat sorotan dari IGT dan beberapa kencaman dari berbagai pihak. Trending topik tentang hujan meteor beberapa waktu kembali mencuat.
Para pemburu Alien menyatakan argumen mereka masing-masing bahwa dunia sedang menyembunyikan sesuatu. Setelah seminggu berlibur di India. Atau lebih tepatnya membawa pulang Leo. Kini, Luna dan yang lainnya tengah berada di dalam maskapai penerbangan menuju Jakarta.
Siaran nirkabel dari kacamata Luna menampilkan video hiburan. Mintaka tengah tertidur di samping Luna. Sedangkan Sadr dan Acrux duduk di bangku depan. Bukan kelas bisnis, namun kelas ekonomi. Akan terlalu mencolok jika anak remaja seperti mereka memesan kursi bisnis tanpa pendamping dewasa.
Mendadak, lampu tanda sabuk pengaman menyala. Pesawat mengalami tuberlensi yang cukup kuat. Karena langit tengah berwarna gelap. Tidak ada yang terlihat dari luar jendela selain cahaya bintang-bintang.
"UFO!!!" Seorang bocah laki-laki berteriak histeris di dekat Ibunya. "Mami! Mami! Ada UFO! Lihat di sana!"
Orang-orang terbangun lalu serempak melihat ke arah jendela. Karena Luna dan yang lainnya berada di posisi kiri badan pesawat. Mereka tidak nampak melihat apa yang terjadi di sayap kanan pesawat.
Seorang pramugari datang mendekat lalu memberikan perhatian agar si bocah laki-laki untuk duduk dengan tenang.
"Aku melihat UFO! Di sana! Ada cahaya warna warni!" Bocah itu histeris menunjuk-nunjuk keluar jendela. Penumpang lain tampak antusias menjelajah kegelapan.
Tidak lama berselang, pesawat berguncang hebat. Si pramugari yang tidak duduk menggunakan sabuk pengaman terdorong dan terjatuh di kabin pesawat.
"Di sana!" Orang-orang mulai berteriak. Sadr yang awalnya tertidur terbangun. Bukan karena turbelensi, melainkan seru-seruan di kabin pesawat.
Mendadak. Lampu kabin mati dan lampu darurat di sepanjang garis lantai menyala. Pemberitahuan dari pengeras suara terdengar. Seluruh penumpang diharapkan agar tetap tenang di tempat masing-masing.
"Luna." Mintaka memeluk lengan Luna erat-erat. "Apa yang terjadi?"
"Apa yang terjadi?" tanya Luna pada Lydia. Alis Mintaka bertaut bingung.
"Aku bertanya padamu, Lun."
Luna hanya tersenyum pada Mintaka. Lalu fokus pada layar kacamatanya.
Akan kucari tahu.
Turbulensi terus terjadi. Beberapa ibu-ibu membisikkan lantunan doa-doa. Lampu masih mati. Lalu terdengar pengeras suara.
"Saya Kapten Adil. Memohon agar semua penumpang menutup jendela masing-masing. Diharapkan agar semua tetap pada tempat duduk masing-masing."
Peringatan tersebut. Seolah memberi tahu bahwa sesuatu telah terjadi. Mintaka mulai terisak di samping Luna. Luna sendiri merasa ketakutan. Dia takut mati. Tidak dengan mati dalam keadaan seperti ini.
Ia melirik Mintaka. Gadis itu masih memiliki seorang Ibu yang single parent dan dua adik kembar. Mereka akan terpukul jika Mintaka kenapa-kenapa.
Lalu Luna teringat Sadr. Dia anak laki-laki kesayangan Bibi Yati. Bibi pasti akan histeris kehilangan putranya.
Luna! Pesawat kalian dibajak! Aku mendapatkan analisis data badan pesawat menggunakan satelit.
Walau ini gelap. Aku mendapatkan scan logo pesawat ARM Airlines. Milik perusahaan komersial Tiongkok OCHA. Sebuah perusahaan yang menyewakan transportasi tingkat menengah. Sedang terbang mengapit pesawat kalian.
Aneh saja. Jika pesawat ini melakukan pembajakan. Seseorang sengaja menyewa pesawat mereka untuk sesuatu, Luna.
"Telusuri jejak mereka dengan Moon Industri!" Luna berseru tercekat.
Mintaka tidak mengerti, Luna berbicara dengan siapa. Dia lebih merasa takut akan kondisi mereka sekarang.
Segera!
Lydia melakukan monitoring. Turbelensi masih terjadi. Luna menggenggam kursi pesawat dengan kuat-kuat.
"Jika sesuatu terjadi." Luna berseru pada Lydia. "Tolong hubungi Paman Max dan minta otoritasnya agar mengirimkan ALA."
Suara Luna bercampur dengan degung kepanikan penumpang.
Lydia mengirimkan pesan OK. Pesan itu akan diteruskan jika terjadi sesuatu pada Luna. Namun, sistem kacamata Luna mendadak mati bersamaan dengan lampu darurat pesawat.
Teriakan histeris penumpang terdengar pilu. Butuh beberapa detik semua orang merasa dewa kematian sudah mendekat. Tidak lama kemudian, lampu darurat kembali menyala. Serta turbulensi pun mereda.
Saat tampilan monitor ditampilkan pada kacamata Luna. Gadis itu terbelalak lebar mendapatkan sebuah email pribadi dari Paman Max.
Kau benar-benar gila Luna! Apa yang kau lakukan di India? ALA akan segera meluncur. Kau berhutang penjelasan tentang ini. Mengapa kau menyembunyikan kecerdasan buatan Aditya?
Tetap tenang. Aku akan menghubungi otoritas maskapai.
Habis sudah. Luna membantin. Paman Max akan menyita Lydia. Dia pasti akan dikurung setelah sampai di rumah. Entah jika dia bisa pulang, itu pun kalau Paman Max tidak membawanya ke Amerika untuk dijaga.
Luna sudah pasrah. Jika ALA dapat menyelamatkan teman-temannya. Dia tidak apa-apa.
Luna, sesuatu terjadi pada transisi nirkabel dalam pesawat. Itu menciptakan eror pada sistem sambungan komunikasi. Pesanmu secara tidak sengaja terkirim.
Lampu mendadak menyala terang. Semua penumpang bernapas lega. Akan tetapi lampu tanda sabuk pengaman tetap menyala.
"Apa UFO yang melakukan itu?" Bocah tadi berteriak di dalam kabin. Lalu terdengar pengeras suara dari seorang pramugari.
"Penumpang bernama Luna Lesnata. Diberitahukan agar segera menuju kabin belakang. Diulangi, bagi penumpang bernama Luna Lesnata mohon menuju kabin belakang."
Punggung Luna menegang. Mintaka terkejut. Apalagi Sadr dan Acrux. Keduanya serempak saling menoleh. Lalu menoleh melalui celah kursi ke arah Luna dan Mintaka.
"Luna," seru Sadr. "Apa yang terjadi?"
"Apa kita ketahuan?" bisik Mintaka. Luna menggeleng tidak tahu.
"Los Angeles."
Sekonyong-konyong, Luna merasa diguyur air es dari atas kepalanya. Pemberitahuan itu terhenti. Tetapi cukup memberi tahu Luna apa yang terjadi.
Orang-orang itu ... telah mengetahui keberadaan Luna.
__/_/____
Tbc
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro