Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

DuA

"Malu bertanya, sesat di jalan," gumam Alura yang baru saja selesai membaca pesan singkat Aluna.

Saudarinya itu menanyakan keberadaan Alura yang entah berantah akibat buta arah.

Mungkin sudah lewat sepuluh menit dari aksi sok ke-pede-an meninggalkan Aluna di lobby tadi, kini Alura masih belum menemukan ruang guru.

Luna Anak Pungut
Kalau gak nemu juga langsung ke kelas aja! XI MIPA 9!

Luna Anak Pungut
Lt. 2 Ged. A baru!

Luna Anak Pungut
Buruan! 5 menit lagi bel masuk!

Melihat tanda seru di akhir kalimat membuat sang pembaca mendengus. Kebiasaan Aluna.

Bahkan di kepala Alura bisa mendengar jelas tiap penekanan suara Aluna yang seolah membacakan isi pesan.

Sengaja mengabaikan pesan agar kembarannya kesal, Alura bergegas mencari XI MIPA 9.

Namun baru selangkah berbelok, dirinya malah menubruk sesuatu yang keras, sebelum akhirnya mulut gadis itu mengeluarkan suara mengaduh karena berakhir terduduk di lantai dan tertimpa tumpukan buku.

Tangannya reflek naik memegangi kepala. Ia mengadah cepat, menatap nyalang seseorang yang menabraknya.

"Woi—"

"Ck! Sialan. Kalau jalan, mata lo dipake!"

Rahang bawah Alura terjatuh begitu saja, setelah ucapannya terpotong dengan deretan kalimat ketus penuh bentakan.

Kenapa hari ini semua orang senang membentaknya? Alura jadi kesal sendiri.

"Lo sehat ngomong kayak gitu?!"

Seseorang yang tengah berjongkok memungut buku-buku pun melirik tajam.

"Daripada tanya gak penting, mending kutip ini buku! Jadi berantakan gara-gara lo!"

"What the hell!"

Memilih abai, lelaki itu menggeser paksa Alura dengan sisi tubuh besarnya. Gadis itu menghalangi kegiatannya.

"HEH! Ini pantat gue rasanya nyut-nyutan habis keduduk di lantai, terus ketiban tumpukan buku. Dan semua penyebab itu adalah lo! Tapi malah gue yang dimarahin? Sinting lo, hah?! Untung aja gue gak gegar otak. Tapi malah lo yang ngam—uk?"

Alura terdiam ketika sepasang netra kelam milik lelaki berjaket kulit itu kembali menghunusnya.

Terasa menakutkan tapi juga sayang untuk dilewatkan.

"Terus lo mau apa?" tanya lelaki tersebut. "Mau gue elus-elus pantat lo itu biar gak sakit lagi, gitu?"

Hanya mendapat tatapan aneh dari Alura, si penabrak itu melanjutkan aksi mengutip bukunya.

"Dasar cewek gak guna, minggir sana!"

Ini masih pagi, tapi tekukan di wajah pada sosok judes itu sudah menumpuk dan makin parah setelah menabrak Alura.

Ditambah ia merasa waktunya telah terbuang cuma-cuma karena harus mengutip buku yang terjatuh.

Tak ada percakapan lagi, lelaki berjaket kulit itu segera beranjak. Tanpa kata maaf, maupun basa-basi lain setelah membuat Alura menyerupai gembel dadakan karena duduk di lantai dengan rambut berantakan dan kepala benjol.

"Dasar cowok sinting! Gue tandain jaket lo!" pekik Alura kesal bukan main.

Sialan. Ia ditinggal begitu saja.

Gadis pemarah itu hendak bangkit, sampai ia menyadari ada sesuatu yang aneh pada belakang roknya.

Mata Alura terpejam, lalu menarik napas dalam dengan mulut mengucapkan sumpah serapah.

"Demi kolor nenek Tapasha! Bakal habis itu cowok nyebelin sama gue!" berang Alura, lalu berganti geli saat mencoba menarik sisa permen karet yang menempel pada roknya.

👈👉

Alura tak tau seberapa luas sekolah baru ini, selain predikat sekolah swasta paling bergengsi yang disandang.

SMA Neo Culture Technology, nama yang cukup keren terdengar telinga.

Bangunan beringkat yang dipijaknya tampak berdiri kokoh dengan sentuhan modern. Dari penjelasan singkat Bu Susi— guru matematika sekaligus wali kelasnya yang tak sengaja menemukan Alura ketiduran di bawah pohon mangga dekat lapangan outdoor tadi, memaparkan jika sekolah mereka memiliki 3 gedung.

Masuk dari gerbang, tak jauh dari sana terdapat bangunan satu lantai sebagai kantor staff pengajar, administrasi dan kepala sekolah. Kemudian gedung utama dengan 4 lantai yang dihuni para siswa kelas 10,11,12 di tiap tingkat. Dengan lantai ke empat berisi ruang-ruang untuk kegiatan praktikum, ekstrakulikuler juga perpustakaan. Dan gedung lama, kini dialih fungsikan sebagai kolam renang dan lapangan indoor.

"Pasti kamu pusing ya mengimajinasikan lokasi yang Ibu jelaskan tadi?"

Guru muda itu tertoleh prihatin ketika mendapati wajah linglung Alura. Sejak tadi ia mengoceh, tak ada sahutan apa pun.

Menanggapinya, gadis planga-plango itu hanya tersenyum lebar.

Jujurly, Alura kurang mendengarkan selain mencari tau tempat mana yang bisa dijadikan lapak untuk membolos nanti.

"Ehe... gitu, deh, Bu. Maka itu tadi saya sampai ketiduran, capek kesasar," cengir Alura beralasan.

Bohong adalah dosa dan Alura langsung kena azab berupa hampir nyungsep mencium lantai kala kembali tersandung kaki sendiri.

Padahal cerita aslinya, Alura sengaja melewatkan jam pertama kelas. Tanpa gadis itu ketahui cukup membuat gempar seisi ruang guru karena kelimpungan mencarinya yang tak kunjung datang.

Lah, tau-tau itu anak malah molor di bawah pohon mangga.

"Ya sudah, wajar bisa kesasar. Ini hari pertama kamu dan sekolahnya memang luas," paham Bu Susi.

Walau sebenarnya beliau rada sanksi jika teringat catatan hitam Alura dari sekolah lama yang sempat dibaca tadi.

Tapi Bu Susi tak ingin terburu menyimpulkan, karena mengharap kemungkinan saja Alura bisa memiliki sifat yang sama seperti Aluna.

"Ayo masuk."

Punggung belakang Alura terdorong lembut ke sebuah ruangan bertuliskan XI MIPA 9—kelas barunya.

Ruang terakhir untuk urutan kelas di angkatannya.

Namun berdasarkan info, ini bukan berarti menjadikan MIPA 9 sebagai kelas yang berisi anak buangan karena sekolah mereka menerapkan sistem acak, tidak berdasarkan nilai alias anak yang pintar-bodoh berbaur dalam satu kelas.

Meski entah hanya kebetulan atau sudah terencana, faktanya yang bego-bego bin mageran pada berkumpul di MIPA 9 dan kebanyakan murid berprestasi berada di MIPA 1,2,3. Tempat makhluk sejenis Aluna dan Tania berada.

Dinginnya AC menyambut Alura kala menginjakkan kaki ke dalam sepetak ruang kelas elit tersebut.

Kehadirannya kontan mengundang perhatian murid lain di sana.

"Silakan perkenalkan diri kamu, Alura," pinta Bu Susi yang dibalas dengusan lirih oleh Alura.

Inilah hal paling memuakkan, yaitu perkenalan. Bukan karena Alura malu atau sejenisnya, melainkan terlalu malas menyebutkan nama panjangnya jika sampai ada yang bertanya. Sebab biasanya gadis itu hanya menyebutkan nama depan saja.

"Hai, gue Alura. Pindahan dari SMANUS," tutur sang anak baru.

Beragam reaksi mulai mengudara. Ada yang terang menggoda, ada juga yang mencibir karena sikap sok cuek Alura.

"Alura punya nama panggilannya gak?"

"Panggil aja Al."

"Al? Kalau gue panggil sayang aja gimana? Bolehkan, ya?" Goda sosok di pojok kelas, menggundang kehebohan yang lain.

"Mulai deh ini buaya satu," komentar seorang murid.

Tak ingin ketinggalan, lelaki lain penghuni bangku pojokan juga ikut bersuara. "Oh... anak SMA Nusantara, pantesan ada manis-manisnya."

"Ahai! Demen gue, nih sama mulut si Raksa!"

"Dih, si Juna sama Raksa. Pantang lihat bening dikit!"

"Kalau udah cewek cantik aja cepat banget lo berdua!"

"Halah, gak Raksa! Gak Juna! Memang semua cowok sama aja!"

"Lah, kenapa jadi menyamaratakan?! Gue kagak!"

"Siap-siap aja gue aduin sama Arche, biar dipanah kepala lo, Sa."

"Aduin aja aduin," kompor lelaki yang pertama kali membuat ulah. Arjuna.

"Cepu lo semua, anjir. Kan gue berjanda doang," sangkal Raksa cepat. "Alura jangan baper, ya. Gue udah punya Arche."

Bu Susi kembali menenangkan kondisi kelas. "Sudah-sudah. Kalian ini, gak bisa tenang sebentar aja. Dan untuk kamu Alura, silakan duduk di bangku kosong di sebelah Mia."

Gadis yang disebut dengan cepat mengangkat tangan, memberi kode pada Alura.

Pandangan malas si anak baru menyapu Mia ketika melangkah mendekat.

"Maniak ungu banget ini anak," batin Alura geli begitu menemukan warna yang sama mulai dari bando, jam tangan, bingkai kacamata, bahkan sampai puplen yang sedang Mia pegang.

Di sisi kiri, Alura menoleh malas ke arah Raksa. Lelaki berkulit tan itu terkekeh kecil mendapati ekspresi Alura yang semakin terlihat masam.

"Gue curiga kalau dunia memang sesempit kolor baru si Juna. Gak di mana-mana ketemunya lo lagi."

"Diem lo!"

"Iya cantik, gue juga kangen sama lo."

👈👉

.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

Yohow... nih kenalin,

💚 ALURA PUTRI ADNAN 💚

—Si bungsu di keluarga Adnan.
Hobinya kalau gak kesandung ya... tidur di kelas atau bolos. Level paling parah paling ngejulid bareng Juna atau gak... ya gangguin Raksa sampe anaknya istighfar berulang kali sambil pengin bakar sekolah karena kesel sama Alura.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro