Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

11

Senin itu wajib memakai seluruh atribut sekolah. Mulai dari kemeja putih polos, vest dan blazer dongker serta rok abu-abu polos. Dan jangan lupakan dasi berbentuk pita yang terus membuat Alura bergidik geli.

Ia tak suka seragam super ribetnya.

"Kalau gak dipakai nanti lo bisa kena tangkap anak OSIS. Dimasukin anekdot, buat pekara lagi, diomelin bokap lo lagi. Gak capek apa?" terang Lucas.

Lelaki yang akhir-akhir ini menjadi supir antar jemput sukarela Alura itu tak bosan-bosan menasehati.

Dari bangku belakang, kepala Hendery muncul. "Tapi emang seragam baru lo nyusahin banget, ye. Tapi kece juga, sih. Roknya pendek gitu. Ihiw."

Mendengarnya, tangan Lucas langsung mendarat jitu di jidat Hendery. Lantas lelaki itu menarik jaket yang ada di belakang bangku Alura untuk menutupi paha terbuka gadis tersebut.

"Ohow! Ada yang pocecip, nich!"

"Belum ada gue tinggal seminggu, alay lo makin parah aja, Der," prihatin Alura.

Sementara Lucas melirik tak suka. "Itu rok gak bisa diganti yang lebih panjang? Miskin banget potongannya pendek-pendek," desisnya.

Bahu gadis itu hanya mengedik tak peduli. Lagian ia juga memakai celana pendek di balik rok seragamnya dan terkadang melapisi dengan legging hitam jika sempat memakai.

"Dibilangin malah gitu responnya."

"Bawel, Cas," malas Alura.

Harusnya hari ini ia tak masuk sekolah. Tapi Lucas memaksa. Tau bakalan diseret ke sekolah, Alura tak sudi mendatangi apartemen Lucas setelah pulang dari rumah Jeno. Parahnya, Aluna dengan senang hati mengirimkan seragam baru serta tas berisi jadwal pelajaran lengkap hari ini saat Lucas mengabarkan keberadaan Alura.

Nasib sial.

Baru ini ada murid yang kesal karena batal di skors. Itu semua berkat kekuasaan ayah Raksa yang membebaskan Alura serta lima teman lainnya agar tak jadi kena saksi BK, yaitu skorsing seminggu penuh.

Percayalah. Asal punya duit, dijamin semua urusan lancar jaya.

Namun, bukan itu tujuan ayah Raksa sukarela mengurus masalah mereka. Tapi agar Raksa tak merdeka karena mendapat jatah libur seminggu secara cuma-cuma.

Sentuhan lembut pada kening Alura terasa. "Lo udah gak demam lagi 'kan?"

"Ck! Udah sehat gue!" sewot Alura.

"Ya, sorry. Malam itu hpnya beneran mati total, gue-nya juga ngantuk banget."

Waktu di mana Alura cabut dari rumah itu ingin menuju apartemen Lucas yang biasa menjadi tempat menginap dadakannya. Lelaki yang tinggal sendirian itu memiliki dua kamar kosong lagi di sana, makanya Alura senang melarikan diri ke kediaman sohib kentalnya tersebut.

Dengan sisa tenaga, gadis itu cuma membawa hp dan selembar uang seratus ribu untuk membayar taxi pesanan. Suasana tengah hujan kala Alura sampai di halte di sebrang gedung apart. Di dera pusing yang kian parah, ia pun memutuskan istirahat di halte sejenak. Tapi malah bablas ketiduran sampai ditemukan Jeno, lalu dilarikan menuju rumah lelaki menyebalkan itu.

Butuh lima belas lebih lama untuk Lucas menurunkan Alura di lobby SMA Neo City. Tentu saja jalanan padat ibukota yang menjadi alasan.

Alura melambai. "Nanti gak usah dijemput. Raksa ngajak ngumpul soalnya."

"Yaudah. Pulangnya jangan kemalaman, minta antar Raksa juga!"

Gadis itu mengangguk patuh diakhiri senyum manis sebelum Lucas kembali menaikan kaca dan melesat pergi.

Di dalam mobil, Dery menggeleng dramatis.

"Kenapa? Ayan lo kumat?"

Mata belo lelaki berkulit putih itu terus terpaku pada Lucas yang fokus menyetir. Mulut Dery terbuka setengah, tapi tak ada suara apa pun yang keluar dengan kepala yang tetap menggeleng-geleng seperti mainan anjing yang sering dijual di perempatan lampu merah.

"Kerasukan ini anak," gumam Lucas tak mau ambil pusing.

"Lo kali, kerasukan setan cupu!"

"Apaan, sih anak keong. Mabok AC mobil lo?!"

"Ck...ck...ck... Sabiru Diorlaucasa Febrian Jordan Ammani. Buset panjang amat nama lo," keluh Dery menyebutkan nama lengkap cowok blasteran dalam satu napas lalu melanjutkan, "ini udah tahun dua ribu dua puluh satu, Bro! Mau berapa lama lagi lo nyimpan perasaan ke Alura? Tunggu gue yang confess duluan?"

"Kepala lo gue jorokin ke ban truk, mau?!"

Dery tertawa girang. "Tuh, kan kesurupan reog lagi."

"Diam, atau gue turunin lo sekarang."

Dery yang sudah berpindah tempat duduk bergelanyut manja memeluk lengan kekar Lucas. "Ampun, Mas."

CUP!

"Najis, Deryanjing!"

👈👉

Masih pagi, tapi kelas XI MIPA 9 seolah tak ada semangat-semangatnya menyambut senin membosankan itu.

Belum ada setengah jam memasuki mata pelajaran pertama, yaitu sejarah. Kompak satu kelas hampir bertemu masal di alam mimpi.

Tak terkecuali Alura.

Usapan lembut Raksa di belakang kepalanya sejak tadi, seakan mendukung keputusan gadis itu untuk memejamkan mata dibanding mendengar penjelasan guru muda di depan sana.

Di sampingnya, Raksa sudah cekikikan melihat mata 5 watt Alura yang mirip orang habis pakai sabu. Teler.

Alura bergumam samar memarahi Raksa yang kadang usil mencubit lama hidungnya. Tapi marah juga kalau lelaki itu berhenti mengusap kepalanya.

Lucu, Raksa senang melihatnya.

"Ck! Sa!" rengek Alura setengah sadar.

Niat menarik tangan Raksa agar digigit. Beruntung manusia jahil penuh luka lebam di wajah itu gesit menarik diri.

"Apa jelek?"

"Gue sedot ubun-ubun lo, ya?!"

"Dih. Siluman."

Raksa menggeleng pelan seraya melihat sekelilingnya yang semakin tak menunjukan tanda kehidupan. Nyaris seluruh penghuni kelas bernasib sama dengan Alura. Sang guru sejarah cuma bisa komat-kamit ngedumel waktu berbalik menghadap para murid yang sudah beda alam.

Hanya tersisa Renza si ketua kelas, Mia dan beberapa murid teladan di barisan depan yang masih tersadar mengikuti pelajaran.

Tentu Raksa pengecualian, meski sadar seratus persen tapi ia tak mendengar apa pun tentang sejarah VOC masuk ke Indonesia.

Merecoki ketenangan Alura jauh lebih menarik.

Guru muda di depan sana nyaris murka kalau saja Alura tak datang untuk permisi ke toilet.

Akibat gangguan Raksa, tidur pun dirasa percuma. Dari itu Alura berniat mencari lapak molor baru dengan alasan hendak cuci muka.

Di luar kelas hendak berbelok, kepala Alura sudah sial menabrak sesuatu.

"Ck! Ngapain sih lo disitu!" Alura mengusap kening.

Gadis itu menatap sengit Jeno yang membalas dengan tatapan dingin.

Lelaki yang memiliki jabatan sebagai wakil ketua OSIS itu juga kaget.

Namun, mau sekaget apa pun seorang Jeno tetap saja ekspresi wajahnya akan sama. Datar.

"Mau kemana?"

"Dih, urusan banget sama lo? Minggir!"

Tangan Alura mendorong kasar dada Jeno yang sempat ia tabrak tadi.

Keras, mirip batako.

Namun, nihil.

Bukan Jeno yang bergeser malah Alura yang terdorong mundur sampai menabrak pintu kelas yang tertutup di belakangnya.

"Masuk. OSIS mau razia atribut," perintah Jeno yang jelas tak dihiraukan Alura.

Gadis liar itu sampai nekat menendang tulang kering Jeno agar menggeser posisi dan kabur ketika lelaki tegap itu lengah.

Namun, lagi-lagi kepalanya kembali menabrak sesuatu yang tak kalah keras. Kali ini adalah dada milik Nathan.

"Bagus. Disuruh masuk malah tendang kaki orang. Siapa yang ngajarin, hm?"

Nathan mencubit gemas pipi mantannya.

Ia bukan anggota OSIS, melainkan murid biasa yang lagi kena hukum guru BK untuk ikut patroli bersama rombongan OSIS.

Andai saja guru tititpan maminya tak rewel mengancam akan melaporkan kenakalan Nathan, aslinya ia juga malas mengekori Jeno dkk.

"Aelah! Malah nabrak lo!"

"Ck! Buruan masuk!" Jeno menarik paksa Alura.

Satu kelas mendadak heboh dengan kedatangan Jeno yang menggandeng Alura, diikuti satu anggota OSIS lain beserta Nathan.

"Kalian mau razia? Silahkan kalau begitu, kalau perlu tangkap sekalian yang lagi tidur," izin guru sejarah memperkenankan.

Satu kelas langsung panik.

Panik ada razia dadakkan.

Panik atribut tak lengkap.

Panik karena Jeno dan Nathan bisa datang bersamaan dalam damai.

Biasanya jangankan bersebelahan seperti sekarang, dari jarak satu meter saja dua lelaki yang digadang sebagai pangeran sekolah itu sudah saling melempar tatapan mematikan seperti bersiap memerangi satu sama lain. Sebenarnya sih sekarang juga, tapi hanya Nathan yang tengah melotot tak senang karena melihat apa yang ada digenggam Jeno.

Pergelangan tangan Alura.

Panik melihat Jeno yang skinship dengan perempuan.

Lebaynya, itu adalah kejadian langka! Satu-satunya gadis yang sering bersentuhan fisik dengan lelaki galak itu hanyalah Aluna-si bendahara OSIS. Selebihnya Jeno lebih suka menarik ujung lengan seragam orang.

"Name tag lo mana?" introgasi Jeno. "Kemeja kusut keluar dari rok, gak pakai vest, dasi, bahkan blazer juga. Ini hari Senin, sampai bel istirahat pertama semua atribut wajib dipakai!"

Alura diam tanpa berniat membalas omelan Jeno yang mengoreksi setiap kesalahannya.

"Terus apa ini? Kemejanya sengaja lo kecilin?"

Kalau yang ini kesalahan Aluna.

Gadis yang memiliki tubuh lebih kecil itu pasti keliru memasukan kemeja Alura, makanya hari ini seragam itu terasa sesak. Terutama tepat di bagian dada.

"Lo niat sekolah atau jual diri, hah?"

Plak!

Keadaan kelas yang semula ricuh, berubah hening setelah mendengar suara tamparan dari arah depan kelas. Di tempat Jeno dan Alura berpijak.

"Kenapa tanya-tanya? Lo mau booking? Atau mau tawar dulu?" desis Alura.

Gadis itu menutup kekesalannya dengan melayangkan sebuah tendangan pada tulang kering Jeno sebelum keluar kelas.

Di bangkunya, Raksa tersenyum tipis seraya menyenggol penuh arti lengan Nathan. Lelaki itu ikut menarik sudut bibir.

"Punya gue."

"Hmmm."

👈👉

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro