Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

6 - Untung Cantik

Assalamualaikum, alhamdulillah Gardenia update lagi ^^

Maaf banget yaa beberapa hari yang lalu belum bisa update, semoga besok dan besoknya dan seterusnya bisa update rutin lagi. Amiinnnn ^^

Terus support dan baca Gardenia ya. Jangan bosan-bosan buat baca Gardenia.Dan semoga semakin suka dengan Gardenia. Aminnn ^^

Selamat membaca ^^

****

"Cantik, ada yang mau gue kasih tau sama lo, penting,"

"Apa?"

"Tapi lo jangan kaget."

"Apa?"

"Jangan marah juga."

"Iya apa?"

Tampan menyiapkapkan kalimatnya terlebih dahulu, agar bisa mengungkapkannya lebih hati-hati. Tampan menatap Cantik yang menunggunya membuka suara lagi.

"Lo dijadiin taruhan sama Anjas dan teman-temannya," ungkap Tampan akhirnya.

Tak ada respon dari Cantik, gadis itu diam dengan raut wajah yang sangat tenang. Tidak ada keterkejutan, tidak ada amarah, tidak ada kesedihan. Tampan mendadak canggung sendiri.

"Saya tau," ucap Cantik akhirnya menyahuti.

Kini malah Tampan yang dibuat terkejut. Diluar dugaan Tampan, ia mengira berita ini akan mengejutkan Cantik dan membuat gadis itu bersedih, malah dirinnya yang diberi kejutan oleh Cantik.

"Lo tau? Serius?" tanya Tampan masih tak percaya. Tampan mengambil kursi, duduk di hadapan Cantik. Ia merasa semakin tertarik.

"Iya," jawab Cantik tanpa beban.

"Tau darimana? Sejak kapan? Terus lo nggak marah? Lo nggak apa-apa dijadiin taruhan?" tanya Tampan berbondong.

"Satu-satu tanyanya," protes Cantik.

Tampan menganggukan kepalanya cepat.

"Tau darimana?" tanya Tampan bersabar.

"Rahasia."

Tampan mendesis pelan, tak puas dengan jawaban Cantik, tapi jika ia memaksa pun Cantik tetap tidak akan memberitahunnya.

"Sejak kapan?"

"Beberapa hari yang lalu."

"Lo nggak marah?"

Canti diam, memikirkan pertanyaan Tampan.

"Sedikit kesal," jawab Cantik.

"Nggak pingin balas dendam?" tanya Tampan untuk yang terakhir.

"Buang-buang waktu," cibir Cantik.

"Tapi kan mereka bis..."

"Mereka nggak akan berhasil," potong Canti cepat.

Tampan manggut-manggut kembali, menyetujui kalimat Cantik. Seandainya Cantik tidak tau tentang taruhan itu pun semua anggota Geng Taro kesusahan untuk mendekati Cantik, apalagi Cantik sudah tau tentang taruhan mereka. Dipastikan gagal total.

"Kalau sudah selesai bicara, silahkan keluar," suruh Cantik.

Tampan menggelengkan kepala. "Gue belum selesai."

"Ada yang mau dibicarin lagi?" tanya Cantik.

"Ada," jawab Tampan dengan yakin.

"Apa?"

"Lo butuh uang kan?"pertanyaan itu langsung keluar dengan bebasnya dari mulut Tampan. Cowok itu tak ingin basa-basi lagi. Toh, sepertinya Cantik juga suka pembicaraan yang langsung pada intinya.

"Maksud kamu?" tanya Cantik balik, belum mengerti pertanyaan Tampan.

"Maaf waktu di Toko Roti kemarin, gue nggak sengaja lihat rincian laporan keuangan bulanan lo. Dan gue lihat lo butuh uang dua juta untuk bulan depan," jelas Tampan jujur.

Cantik menghela napasnya pelan. Ia berusaha tetap tenang walau seperti orang tertangkap basah.

"Iya saya butuh," balas Cantik tak kalah jujur.

"Manfaatin gue untuk dapatkan uang itu," ucap Tampan serius.

"Maksudnya?" Cantik semakin tidak mengerti.

"Gue akan ikut taruhan Geng Taro dan kita bisa pura-pura pacaran untuk beberapa bulan. Gue dapat uangnya, dan semua uangnya bisa lo ambil," terang Tampan. "Jumlah taruhannya lima juta."

Cantik sedikit terkejut mendengar penjelasan Tampan, bukan masalah Tampan mengajaknya untuk berpura-pura pacaran, tapi lebih terkejut dengan jumlah taruhan yang dibuat oleh Anjas dan kawan-kawannya.

Cantik tersenyum sinis, harga dirinnya hanya dihargai lima juta oleh mereka.

Brengsek! Ingin sekali Cantik mengumpati Anjas dan teman-temannya.

"Gue tau lo pasti nggak akan setuju kan sama rencana gue?" ucap Tampan membuka suara kembali, karena tak ada respon dari Cantik.

Cantik menatap Tampan, masih memilih membungkam, membiarkan cowok dihadapannya ini menjelaskan semua maksud pembicaraanya.

"Lo pasti berpikir kalau lo ikut saran gue, lo nggak ada bedanya dengan Anjas. Tapi apa lo nggak marah dijadiin bahan taruhan lima juta? Seperti lo akan dibeli mereka dengan harga segitu," ucap Tampan sedikit sarkas.

Cantik merasakan emosinya seikit mencuat mendengar ucapan Tampan, bukan dia marah sama Tampan. Tapi, dia menyetujui perkataan Tampan, bahwa dirinnya hanya seharga lima juta dimata Anjas dan kawan-kawannya.

"Saya sedikit mulai marah," ucap Cantik dengan sorot mata hampa. "Tapi saya merasa tidak mendapat banyak keuntungan bahkan manfaat dari rencana kamu," jujur Cantik.

Tampan berpikir keras, bagaimana ia bisa membujuk Cantik.

"Kalau rencananya gue ubah, anggap lo pinjam uang taruhan itu, setidaknya lo bisa nyukupin kebutuhan lo untuk bulan depan, lo bisa pelan-pelan kumpulin uang itu kembali. Setelah uang taruhan lima juta itu utuh," Tampan menggantung ucapanya, tersenyum licik. "Lo bisa buang diwajah Anjas. Lo bisa buat mereka kapok dan nggak berbuat jahat seperti itu lagi."

Membuang diwajah Anjas? Menampar cowok itu dengan uang taruhan? Cantik membayangkannya saja membuatnya sangat puas.

"Lo jangan diam mendapat perlakukan seperti itu dari Anjas dan teman-temannya. Lo nggak pantas dijadiin bahan taruhan," tambah Tampan menunjukkan kepeduliannya.

"Itu keuntungan yang saya dapat, keuntungan buat kamu apa?" tanya Cantik ingin tau motif dari Tampan.

"Nggak ada, gue cuma ingin bantu lo," jujur Tampan.

"Kenapa ingin bantu saya?"

"Karena gue peduli sama lo," jawab Tampan lagi.

"Peduli atau kasihan?"

"Peduli," jawab Tampan tanpa ragu.

Cantik tertegun untuk beberapa saat, ia menatap sorot pancaran mata Tampan yang terlihat sangat serius.

"Terima kasih sebelumnya karena kamu sudah peduli sama saya. Tapi saya nggak tertarik dengan rencana kamu," terang Cantik.

Tampan menghela napasnya, ia tak bisa memaksa Cantik lagi. Setidaknya ia sudah menjelaskan baik-baik ke Cantik.

"Lo bisa pikir lagi tentang rencana itu, gue akan selalu siap bantu lo," ucap Tampan memberikan kesempatan kepada

"Jangan terlalu baik sama orang," pesan Cantik serius.

"Kenapa? Kan berbuat baik itu nambah pahala," ucap Tampan tak setuju dengan ucapan Cantik.

"Nanti kamu gampang dimanfaatin sama orang," tambah Cantik.

Tampan mengembangkan senyumnya. "Kalau yang manfaatin gue itu lo, nggak apa-apa kok. Gue ikhlas."

Cantik terbungkam, tak tau harus menjawab apa. Cantik merasakan ada yang aneh di dalam tubuhnya, gejolak yang tak pernah ia rasakan sebelumnya. Apalagi melihat kesungguhan Tampan, membuatnya sedikit tersentuh.

"Balik kelas sana," usir Cantik.

"Nanti aja nggak boleh?" pinta Tampan.

"Nggak."

"Harus sekarang ya?" Tampan memelas.

"Iya."

Tampan mendengus pelan, tidak rela untuk pergi dari kelas Cantik.

"Tapi Kalau nanti gue ma...."

"Nggak boleh!" potong Cantik cepat.

"Gue belum selesai ngomong Cantik," Tampan mendadak kesal.

"Saya sudah bisa tau."

"Tau apa?" tantang Tampan.

"Rahasia."

Tampan mendecak kesal, ia terpaksa harus berdiri sebelum Cantik mengusirnya dengan kata-kata lebih kasar.

"Untung aja Cantik," dengus Tampan, kemudian berjalan keluar dari kelas Cantik dengan langkah gontai. Beberapa kali Tampan menghadap kebelakang, berharap Cantika akan memanggilnya lagi. Namun, itu sangat mustahil.

Cantik melihat Tampan yang terus memasang wajah memelas kepadanya, sampai akhirnya cowok itu benar-benar pergi dari kelasnya.

Cantik geleng-geleng, takjub dengan kelakuan Tampan beberapa hari terakhir ini.

****

Tampan menatap soal dihadapannya, hari ini tiba-tiba guru matematikannya mendapat pencerahan entah dari gunung mana sampai mengadakan ulangan dadakan pagi-pagi. Sungguh contoh guru teladan.

Tampan membaca soal nomer satu sekali lagi. Masuk diotak kanan, goyang dikit ditengah otak, mental ke otak kiri dan menghilang tanpa berpamitan.

Tampan tidak mengerti sama sekali. Ia mengerjap-kerjapkan matanya sembari memutar bolpoinnya. Berharap ada pertolongan datang.

Tampan mengangkat kepala, memandang Pak Heru yang berjalan berkeliling, mengawasi murid-muridnya yang sibuk mengerjakan soal. Tampan menoleh ke samping, melihat Sema yang juga terlihat serius mengerjakan ulangan matematikannya.

Kenapa dikelas ini sepertinya hanya dia saja yang tidak melakukan apapun? Seolah menyerah dengan soal matematika ini.

"Sem, Sema," panggil Tampan dengan suara lirih.

Sema tak menghiraukan Tampan, cowok itu masih fokus.

"Nggak usah sok budek lo waktu ulangan," cibir Tampan.

"Diem, nanti lo dikira nyontek sama Pak Heru," balas Sema gregetan.

"Gue emang mau nyontek Sem," jujur Tampan tak ada malu-malunya.

Sema dengan cepat menutupi kertas jawabannya, tidak memberikan celah kepada Tampan untuk mencontek.

"Pelit lo!" kesal Tampan.

"Biarin, daripada gue dihukum Pak Heru."

"Hati-hati kuburan lo sempit," cibir Tampan.

"Nanti tukang galihnya, gue suruh buat kuburan gue yang lebar," balas Sema tak mau kalah.

"Nggak setia kawan lo."

Sema tak menjawab lagi, ia tidak mempedulikan Tampan, membiarkan cowok itu mengoceh-ngoceh sendiri.

Tampan mulai kelimpungan, harus dia isi apa soal-soal Matematika ini? Dari semua mata pelajaran kenapa selalu Matematika yang menjadi ujian terberatnya. Siapa sih yang nyiptain matematika!

Tampan mencari mangsa lain, perlahan ia menggerakan kepalanya ke belakanng, target selajutnya adalah Abdul.

"Dol, lo ud..."

Perkataan Tampan terhenti ketika sebuah tangan menyentuh kepalanya, mengelus-elus rambutnya. Tampan memberanikan diri untuk mendogankkan kepalanya.

Tampan melihat Pak Heru sudah ada disampingnya, tersenyum lebar. Tampan pun hanya bisa ikut tersenyum dengan canggung.

"Tampan," panggil Pak Heru penuh penekanan.

"Iya Pak?"

"Tau pintu keluar kelas kan?"

"Alhamdulillah tau Pak," jawab Tampan sangat sopan.

"Yaudah, keluar sana," suruh Pak Heru.

"Saya di usir Pak?" melas Tampan.

"Iya Tampan. Ayo cepat keluar," suara Pak Heru masih terdengar lembut, namun tatapan matanya yang sedikit menakutkan membuat Tampan merinding sendiri.

Tampan mengangguk pasrah, daripada Pak Heru berubah menjadi macan buas. Tampan membaw bolpoin dan soal-jawaban ulangan Matematikannya.

Semua murid-murid kelas tak ada yang berani memberikan reaksi. Mereka semua cukup kasihan dengan Tampan, tapi melihat raut wajah melas cowok itu membuat mereka ingin tertawa.

****

Tampan memilih pergi ke perpustakaan, siapa tau dia mendapatkan pencerahan disana. Siapa tau tiba-tiba ada Dewa Matematika datang dan menyelamatkan otaknya yang miris ini.

Tampan masuk ke dalam perpustakaan yang sangat sepi, ia mencari tempat duduk yang paling strategis untuk dibuatnya tidur.

Tampan menghentikan langkah, bibirnya tersenyum sumringah ketika mendapati sosok Cantik duduk di bangku paling ujung. Gadis itu tengah serius mengerjakan sesuatu.

Tampan tak menyia-nyiakan kesempatan untuk menghampiri Cantik. Dengan kecepatan seperti kilat, Tampan mendekati Cantik.

"Cantik," sapa Tampan langsung duduk di kursi depan Cantik.

Cantik tak menjawab, ia tetap fokus dengan aktivitasnya.

"Lo dihukum juga ya?"

"Saya bukan orang bodoh," jawab Cantik sadis.

Tampan mengelus dadanya sendiri, menguatkan diri untuk tetap sabar dan ikhlas.

"Terus ngapain lo disini?" tanya Tampan ingin tau.

"Resumetugas," jawab Cantik.

"Rajin ya kamu," puji Tampan.

"Iya, nggak kayak kamu."

Tampan melengos pasrah, dritadi Cantikk terus menyerangnya. Tampan berusaha untuk lapang dada. Tidak apa-apa dia dihina, yang penting itu Cantik. Tampan akan selalu menerimanya.

"Padahal gue dari tadi muji lo, lo nggak ada keinginan muji gue gitu?"

Cantik menghela napas berat, mulai terganggu dengan kehadiran Tampan.

"Nggak ada."

"Yaudah deh kalau gitu," pasrah Tampan.

Mereka berdua sama-sama diam. Cantik fokus dengan tugas resume-nya dan Tampan menikmati pemandangan indah dihadapanya, paras Cantik. Tampan tak bisa menghilangkan senyumnya sedikit pun.

"Cantik," panggil Tampan pelan.

"Apa?"

"Gue muji lo, bukan manggil lo."

Tangan Cantik berhenti menulis, perlahan mengangkat kepalanya, menatap Tampan yang tengah tersenyum ke arahnya.

"Sampai kapan kamu disini?" tanya Cantik mulai risih.

"Sampai Avatar saudaraan dengan Spiderman," jawab Tampan seenak hati.

"Nggak masuk kelas?" tanya Cantik.

"Gue diusir Pak Heru," jawab Tampan lagi.

"Karena?"

"Gue ketahuan mau nyontek," jujur Tampan tak ada malunya.

Cantik menghela napasnya, lebih berat. Bagaimana bisa ada model cowok seperti Tampan? Sebenarnya apa isi otak cowok ini. Cantik memilih melanjutkan tugasnya, sekeras dia mengusir Tampan, pasti cowok ini semakin gencar mengganggunya.

"Cantik," panggil Tampan.

Kali ini Cantik memilih diam, tak menyahuti.

"Can... Tik," panggil Tampan lagi, kalini sedikit bernada.

Cantik membanting bolpoinya mulai kesal, ia memberikan sorot mata tajam.

"Apa lagi?"

"Lo suka sama gue nggak?" tanya Tampan dengan percaya dirinya.

Cantik melongo, sangat terkejut tentunya dengan pertanyaan Tampan. Haruskahd ia menjawab pertanyaan gila itu? Otak cowok ini benar-benar sudah bergeser kah?

"Nggak," jawab Cantik cepat.

"Nggak ada rencana suka sama gue?" tanya Tampan lagi berharap.

"Nggak."

"Kenapa?"

"Saya nggak suka kamu," jujur Cantikk.

"Tapi gue kan suka sama lo," ungkap Tampan untuk kesekian kalinnya.

"Ya itu urusan kamu."

Tampan menghela napas pelan, sedikit kecewa dengan jawaban Cantik.

"Nggak bisa jadi urusan kita berdua ya?" lirih Tampan.

Cantik tersenyum sinis, ucapan cowok ini semakin kemana-mana. Cantik segera mengemasi buku-bukunya, kemudian beranjak pergi, meninggalkan Tampan begitu saja tanpa sedikit rasa iba.

"Cantik lo mau kemana?" tanya Tampan bingung, pandangannya mengikuti kepergian Cantik.

Cantik tak menoleh kebelakang maupun menjawab pertanyaan Tampan. Gadis itu semakin terang-terangan mengabaikan perasaan Tampan.

"Yah.... Diabaikan lagi hati abang Tampan."

****

Tampan masuk ke dalam kelas setelah ulangan Matematika selesai dan Pak Heru tak ada lagi dikelas. Tampan disambut dengan ucapan bela sungkawa dari teman-teman kelasnya, atas kejadian tadi yang menimpa Tampan.

"Pan, lo habis kemana?" tanya Sema.

"Nggak usah sok khawatir lo kampret," kesal Tampan sedikit emosi dengan Sema.

"Basa-basi aja sih," sahut Sema tak tau diri.

"Gara-gara lo gue di usir Pak Heru," tuding Tampan.

"Lo yang bodoh kok gue yang disalahin," cibir Sema.

"Benar juga sih," Tampan menerima ucapan Sema dengan ikhlas.

Tampan merebut bungkuskripik singkongnya yang dimakan Sema dan Abdul tanpa bilang-bilang. Tampan mengedarkan pandangannya ke penjuru kelas, seolah mencari target.

"Lo nyari siapa?" tanya Sema.

Tampan berdiri, kembali beranjak tanpa menjawab pertanyaan Sema.

"Kemana tuh bocah?" tanya Abdul, ikut bingung.

"Nggak tau," jawab Sema.

Mereka berdua akhirnya hanya bisa memperhatikan Tampan dari jauh, cowok itu mulai mendekati bangku Mila dan Desi.

*****

Tampan menarik kursi kosong, ikut nimbrung di depan Meja Mila dan Desi. Kedatangan Tampan membuat kedua cewek itu terkejut. Menghentikan obrolan Mila dan Desi.

"Gue mau tanya dong," ucap Tampan tanpa basa-basi.

"Apaan?" balas Mila.

Tampan menatap satu persatu teman-teman ceweknya.

"Menurut lo berdua, gue ganteng nggak?" tanya Tampan serius.

Mila saling berpandang-pandangan sebentar dengan Desi, tidak paham dengan pertanyaan Tampan yang cukup mengejutkan.

"Jawab cepetan," suruh Tampan tak sabar.

"Ganteng," serempak Mila dan Desi sedikit tidak ikhlas.

Tampan tersenyum senang, mendengar jawaban tersebut.

"Kalau dari kalian berdua, ada yang gue tembak, bakal lo terima nggak?"

Pertanyaan gila apa lagi ini? Mila merasakan kepalanya mendadak berat sebelah karena pertanyaan Tampan. Mila menoleh ke arah lain, lebih tepatnya memandang Sema.

"Sem, temen lo kenapa sih? Otaknya ketinggalan dirumah?" teriak Mila meminta penjelasan.

"Otak dia udah lama ketinggalan di rahim emaknya!" teriak Sema sembari mengangkat jempol. "Yang sabar Mil."

Mila menghela napas berat, ia menatap Tampan kembali yang masih menunggu jawaban darinya dan Desi.

"Pan, lo sakit?" tanya Desi khawatir.

"Iya gue sakit," jujur Tampan.

"Sakit apaan?" tanya Mila mulai penasaran.

"Sakit hati gue, ditolak mulu sama cewek yang gue taksir," jujur Tampan, tak pernah bisa berbohong jika ditanyai oleh seseorang.

"Siapa emang yang lo taksir?" tanya Desi tak tau kabar itu.

"Si Cantik Des. Akhir-akhir ini, curut satu ini ngekorin Cantik mulu," jawab Mila mewakili Tampan.

Tampan mengangguk dengan senyum sumringah, seolah bangga dengan jawaban Mila.

Desi menatap Tampan prihatin.

"Kalau yang lo suka Cantik, gue cuma bisa doain dari sini ya Pan," ucap Desi bersedih.

"Kok gitu Des?"

"Ya lo tau sendiri Pan, Cantik kan susah di deketin. Jangankan cowok, cewek-cewek kelasnya yang mau berteman dengan dia aja ditolak, nggak ada yang digubrisin sama dia. Gimana lo yang cuma rempahan kripik singkong Eyang Sri!" jelas Desi panjang lebar dan diangguki oleh Mila.

"Kan kata lo berdua gue ganteng," ucap Tampan tak terima.

"Ganteng sih wajah lo, tapi otak lo memprihatinkan," jujur Mila.

"Bener sih," balas Tampan menyetujui dengan ikhlas.

"Sabar ya Pan," ucap Desi dan Mila bersamaan.

"Emang kenapa sih Cantik nggak mau berteman dengan siapapun?"

Desi dan Mila saling berpandangan lagi, seolah ragu untuk menjawab pertanyaan Tampan. Desi menyenggol lengan Mila pelan.

"Apaan?" cibir Mila.

"Jawab sana, lo pernah satu SMP kan sama Cantik," ucap Desi.

Tampan melototkan kedua matanya, seolah mendapatkan pencerahan. Dia baru mengetahui fakta bahwa Mila sudah kenal Cantik sejak lama.

"Kenapa Mil?" tanya Tampan mendesak.

"Tap... Tapi ini cuma dugaan gue ya, dan lo jangan cerita ke Cantik atau siapapun kalau gue yang cerita," pinta Mila.

Tampan langsung mengangkat tangan kanannya.

"Gue bersumpah demi wajah gue yang ganteng dan otak gue yang nggak seberapa ini. Gue akan merahasiakannya!" sumpah Tampan.

Mila menganggukan kepalanya, berusaha percaya. Dia pun mulai berani cerita.

"Dulu awal gue kenal Cantik waktu SMP, dia nggak sependiam ini. Dia gadis yang cukup ceriah, banyak banget yang suka," Mila mulai bercerita. "Temannya pun lumayan banyak."

Tampan dan Desi mendengarkan dengan seksama.

"Terus?" tanya Tampan semakin tak sabar.

"Terus suatu hari, Mama dan Papanya dikabarkan meninggal. Gue nggak tau karena apa meninggalnya, disitu Cantik mulai berubah, sedikit pendiam, tapi masih mau berteman."

Tampan dan Desi mengangguk-angguk, mulai sedikit paham.

"Lalu, nggak lama kemudian, Nenek yang sangat Cantik sayangi juga meninggal," lanjut Mila tak tega.

"Wah, kasihan banget Cantik," lirih Desi, ia memegang dadanya, entah kenapa dia ikut sesak dan sedih melihat kehidupan Cantik yang seperti itu.

"Itu belum puncaknya, waktu Nenek Cantik meninggal, dia memang terpuruk, tapi Cantik masih berusaha untuk melewatinya, meskipun dia semakin jadi pendiam," ucap Mila.

"Emang puncaknya kapan?" tanya Tampan bertambah tertarik dengan cerita Mila.

"Puncaknya ketika teman sebangku Cantik meninggal karena sakit parah. Saat itu, kayaknya Cantik merasa bahwa semua orang terdekatnya meninggalkannya. Mungkin, sejak saat itu juga, Cantik takut dekat dengan siapapun. Mungkin, dia takut akan ditinggalkan lagi oleh orang yang dia sayang."

Mila mengakhiri ceritanya. Semuanya mendadak terdiam. Desi, Tampan dan Mila merasa tiba-tiba ingin mensyukuri kehidupan mereka yang sangat beruntung dibandingkan dengan Cantik.

Tampan kini mulai mengerti, kenapa Cantik menjadi pendiam dan kenapa Cantik bekerja. Gadis itu berjuang degan keras untuk hidupnya sendiri.

"Keren banget Cantik," ucap Desi memecah kehenigan. "Gue mungkin bunuh diri kalau jadi dia," lanjutnya pedih.

"Tapi itu masih asumsi gue dan beberapa teman SMP gue loh ya, alasan Cantik nggak mau berteman dengan siapapun dan jadi sangat pendiam sekarang," ucap Mila tak mau menyebarkan gosip yang tidak benar.

"Tapi asumsi lo masuk akal banget Mil," ucap Desi.

"Entahlah, makannya gue sejak SMA nggak pernah bilang kalau gue pernah kenal Cantik, ataupun mencoba mendekati Cantik. Gue lebih milih hargai kehidupan dia yang baru," ucap Mila sungguh-sungguh.

"Semoga aja Cantik secepatnya bisa tersenyum lagi dan lebih bahagia," harapan Desi.

"Lo nggak pernah lihat Cantik senyum kan Des?" tanya Mila membuka topik baru.

Desi menggelengkan kepalanya cepat. Sangat penasaran.

"Sumpah demi apapun yang ada di semesta ini. Cantik itu benar-benar cantik banget waktu senyum. Dia manis banget. Cewek aja muji kecantikan dia, gimana cowok. Tergila-gila mungkin," ucap Mila heboh sendiri.

Desi tersenyum kecil.

"Kayak nih curut kan," ucap Desi menunjuk Tampan yang tadi masih saja diam.

Braaak!

Desi dan Mila langsung tersentak ketika Tampan tiba-tiba menggebrak meja mereka. Menatap Tampan dengan bingung.

"Gue sudah putuskan!" ucap Tampan lantang.

"Apa?" serempak Desi dan Mila tak sabar.

Tampan menatap kedua temannya itu dengan tatapan berbinar dan senyum sumringah.

"Gue akan kembalikan Mie Ayam dan Mie-Cup Cantik yang pernah gue colong."

****

#CuapCuapAuthor

Menurut kalian Cantik bakalan mau buka hatinya untuk Tampan nggak ya? 

Part-part selanjutnya bakalan semakin seru dan bikin penasaran. Bakalan banyak bapernya juga. Jadi selalu baca Gardenia. Tunggu terus updatenya ^^

Semogaa selaluu sukaa dan terus baca Gardenia yaa.

Seperti biasanya. Jangan lupa ajak teman-teman, saudara, keluarga, tetangga pokoknya semuanyaaa buat baca GARDENIA karya Luluk HF.

Kalian juga bisa lihat spoiler-spoiler cerita GARDENIA yang akan datang di Instagram @luluk_hf dan @novelgardenia .

Jangan lupa Comment dan Vote dari kalian selalu ditunggu yaaa ^^

Thaaaankyuuuuu and Loveeeyuuuu All ^^

Salam,

Luluk HF 

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro