3 - List Tampan
Assalamualaikum, Alhamdulillah bisa update Gardenia lagi hari ini.
Semoga semakin suka dengan ceritanya, dan jangan lupa ajak teman-teman kamu buat baca Gardenia ya.
Dan selamat membaca ^^
*****
Tampan merebahkan tubuhnya diatas kasur, setelah menghabiskan satu toples kripik singkong buatan neneknya, Tampan langsung ngacir masuk ke dalam kamar. Tidak memperdulikan ocehan dua kakaknya yang kesal karena Tampan menghabiskan kripik tersebut tak bersisa.
Tampan memandangi langit-langit kamarnya, pikirannya mulai menjelajah, mengingat apa saja yang telah dilakukannya hari ini?
Mengganggu Cantik.
Tampan tertawa pelan. Benar, yang dilakukannya hari ini hanya sekolah dan mengganggu Cantik, bahkan sampai ke tempat kerja gadis itu lagi. Toko Roti Garden. Tampan bahkan membeli banyak roti disana, berharap Cantik akan mendapatkan bonus dari bosnya karena menjual banyak roti.
"Dulu orang tuanya ngasih nama kayaknya udah yakin banget kalau anaknya bakalan tumbuh Cantik," lirih Tampan. "Kek emak gue juga."
Bayangan wajah Cantik terus memutari pikiran Tampan. Entahlah, Tampan juga tidak tau sejak kapan gadis itu menjadi lebih menarik di matanya. Sejak hari pertamanya bertemu Cantik atau sejak teman-teman disekolahnya menjodoh-jodohkannya dengan Cantik?
"Pertanda apa ini?"
Tampan bangun, turun dari kasur. Tampan mengambil buku catatannya di meja belajar. Tampan mulai membuat list.
"List yang harus tercapai dalam waktu dekat."
Tampan menuliskannya disana.
"Satu, dapat nomor ponsel Cantik."
"Dua, bisa lebih dekat dengan Cantik."
"Tiga, lebih mengenal Cantik."
"Empat, pulang sekolah bareng Cantik."
"Lima...."
Tampan berhenti menulis. Tak melanjutkannya. Dia masih belum berani untuk melanjutkan list-nya tersebut. Menurut kalian nomor 5 itu apa?
Tampan menutup buku catatanya, kembali tiduran diatas kasur. Tampan merasa berbunga-bunga hanya karena memikirkan Cantik. Padahal, ia belum kenal dekat. Tampan juga belum pernah sampai seperti ini kepada seseorang cewek.
Braaakk
Tampan terkejut bukan main ketika pintu kamarnya dibuka dengan sangat keras. Siapa lagi jika bukan kakak perempuanya. Kalau tidak Lia ya pasti Lea.
"Bisa ketuk pintu nggak?" kesal Tampan.
Seperti dugaan Tampan, yang berdiri diambang pintu kamarnya adalah Lea. Gadis itu melambai-lambaikan uang lima puluh ribuan dengan raut wajah seperti preman.
"Beliin gue pembalut dong Pan," pinta Lea seenak jidat.
Tampan melototkan kedua matanya dengan tajam.
"Kak gue udah besar! Berhenti nyuruh gue beli kayak gituan! Gue malu belinya!" tolak Tampan.
"Sok dewasa loh! Gini-gini gue yang cebokin lo waktu kecil," balas Lea tak mau kalah.
"Dan, gue yang terus-terusan lo suruh-suruh dari kecil!" cibir Tampan.
"Iyakah? Nggak ingat gue."
"Beli sendiri sono," suruh Tampan tetap tidak mau.
"Lo beneran nggak mau beliin pembalut gue?" Lea mulai memberikan tatapan ngerinya.
"Nggak."
"Oke, kalau lo nggak mau," Lea tersenyum licik. "Gue akan bilang ke Mama kalau minggu lalu, lo kepergok sama Lia lagi nonton film bo..."
"Pembalut yang ada sayapnya ukuran 35 cm kan? Yang warnanya biru kan? Yang anti bocorkan?" Tampan dengan cepat memotong ucapan Lea, ia bergegas berdiri menghampiri Lea dan mengambil uang lima puluh ribu dari tangan Lea.
Lea tersenyum puas, mengelus rambut adiknya.
"Gitu dong, kan gue makin cinta sama lo."
Tampan melirik tajam, menepis kasar tangan Lea dari kepalanya.
"Najis!"
*****
Tampan memarkirkan motornya didepan minimarket dekat perumahannya. Tampan menatap minimarket tersebut dengan nanar. Tampan berulang kali menghela napas berat, menyiapkan mentalnya untuk ditertawakan orang-orang di dalam sana.
Kenapa dia bisa punya dua kakak se-biadab itu!
Tampan berjalan masuk ke dalam minimarket, menundukkan kepalanya agar bisa menyembunyikan wajahnya dari orang-orang yang melewatinya.
Tampan ke rak bagian pembalut, langsung mengambil pembalut yang biasanya dibeli oleh sang kakak. Setelah itu Tampan segera ke kasir antri untuk membayar.
Tampan menaruh pembalut tersebut beserta uang lima puluh ribunya. Ia masih tidak berani mengangkat kepalanya, trauma ditertawakan oleh kasir minimarket.
"Lagi ada promo pembalutnya, beli dua gratis satu lagi," ucap penjaga kasir memberitahu.
Tampan tertegun sebentar, suara itu sangat familiar baginya. Tampan memberanikan diri untuk mengangkat kepalanya pelan-pelan. Hingga akhirnya dia dapat melihat jelas siapa petugas kasir yang sedang melayaninya.
Kedua mata mereka saling bertemu, saling bertatap.
Matilah Tampan! Di hadapannya saat ini adalah Cantik.
"Lo ngapain disini?" tanya Tampan terkejut.
"Kerja," jawab Cantik datar dengan tangan sibuk memasukkan pembalut ke dalam kresek.
"Kerja? Lo kerja di dua tempat?" takjub Tampan.
Cantik tidak menjawab, ia mengambilkan uang kembalian untuk Tampan.
"Ada dua ribu?" tanya Cantik. Pertanyaan yang sering diajukan petugas kasir ketika tidak memiliki kembalian.
"Nggak ada," jawab Tampan.
"Seribu ada?" tanya Cantik lagi.
Tampan terdiam sebentar, kemudian tersenyum penuh arti, berniat menggoda Cantik.
"Nggak ada," jawab Tampan lagi. "Adanya hati gue, mau?"
Raut wajah Cantik tak berubah sama sekali. Dingin, datar dan tak tersenyum. Cantik cepat-cepat memberikan kembalian ke Tampan, lebih tepatnya ia melebihkan kembaliannya seribu. Lebih baik seperti itu daripada berurusan panjang dengan cowok dihadapannya.
"Ini barangnya. Terima kasih," ucap Cantik berusaha tetap sopan.
Ah.. Tampan langsung teringat dengan barang yang dibelinya. Ia langsung panik sendiri. Apa yang dipikirkan Cantik terhadapnya sekarang.
"Cantik, ini pembalut bukan punya gue," ucap Tampan memberitahu.
"Saya nggak tanya," balas Cantik.
"Gue ngasih tau, takut lo salah paham. Gue cowok tulen kok."
Cantik tak menggubris ucapan Tampan lagi, menurutnya tidak penting karena dia juga tak butuh tau.
"Selanjutnya," ucap Cantik memberikan kode ke Tampan agar segera minggir.
Tampan pun meminggirkan tubuhnya pelan-pelan, membiarkan pembeli dibelakangnya maju untuk membayar. Tampan masih tidak ingin beranjak, ia menatap Cantik yang sibuk bekerja.
Tampan memperhatikan wajah Cantik yang terlihat kelelahan tapi masih saja bersinar seperti biasanya.
"Cantik," seru Tampan.
Cantik menoleh, tanpa bersuara. Tampan memberikan sebuah senyuman hangat ke Cantik.
"Gue muji lo, bukan manggil lo."
Setalah itu Tampan langsung beranjak darisana tanpa melihat reaksi Cantik. Sedangkan Cantik masih terdiam sangat lama, ia nampak kaget dengan pengakuan Tampan barusan.
"Mbaknya sakit ya?" tanya pembeli di depan Cantik.
Cantik tersadarkan, ia menggelengkan kepalanya cepat.
"Nggak," jawab Cantik.
"Tapi kok wajahnya merah gitu?"
Cantik langsung memegangi kedua pipinya dan terasa lebih hangat dari biasanya. Kamu kenapa Cantik? Sadar! Jangan berpikiran macam-macam.
Cantik menarik napasnya dalam-dalam dan menghembuskannya pelan-pelan. Cantik berusaha untuk fokus kembali pada pekerjaanya.
*****
Kasur Cantik dipenuhi dengan lembaran-lembaran nota dan laporan pengeluarannya setiap hari dan bulan. Cantik memang sangat detail untuk masalah keuangan. Maklum saja ia berjuang menghidupi dirinnya sendiri.
Setelah lelah bekerja bukannya istirahat. Cantik harus mengerjakan tugas sekolahnya dan memeriksa laporan keuangannya.
Cantik menghela napas berat, memainkan kalkulatornya untuk kesekian kali. Namun, hasil angka disana tetap tidak berubah. Minus dua juta seratus.
Cantik menjambak rambutnya, frustasi. Bagaimana bisa pengeluaran untuk bulan depan sebanyak ini? Darimana Cantik bisa mendapatkan uang sebanyak itu dalam waktu sebulan. Ia tidak bisa meminjam ke siapapun, karena Cantik sendiri tidak mau melakukannya.
Semua pengeluaran bulan depan yang bocor itu dikarenakan biaya air dan listrik naik, servis laptopnya yang mati, ditambah SPP sekolah Cantik juga dinaikkan. Lebih parahnya lagi, kelas sebelas wajib untuk membeli buku paket kurikulum terbaru.
Cantik juga harus membayar biaya terapinya ke dr. Jihan.
"Masak harus jual kamera?"
Cantik menatap kameranya yang ada di atas meja belajar. Kamera tersebut satu-satunya hadiah yang tersisa dari Nenek Cantik. Cantik menggelengkan kepala, ia tidak bisa menjualnya. Kenangan pada kamera itu lebih berharga dari adapapun buat Cantik.
Cantik berusaha mengontrol dirinnya sendiri untuk tetap tenang, tidak boleh bingung apalagi mengeluh. Karena sekeras apapun dia merintih dan mengeluh tidak akan ada yang menolongnya kecuali dirinnya sendiri.
Terkadang, Cantik ingin hidup seperti dulu waktu masih SD. Tidak perlu memikirkan berapa banyak uang jajan yang dikeluarkannya hari ini, bisa bermain dan membeli apapun sepuasnya.
Menjalani hidup yang mandiri dan penuh rintangan membuat Cantik lebih bisa menghargai setiap detik waktunya. Jika Cantik bisa memberikan pesan kepada seluruh ANAK SMP dan SMA di negeri ini.
Cantik akan meneriaki dengan lantang.
"Sekaya apapun orang tua kamu, mereka juga kerja keras buat dapatkan uang itu. Jangan asal dibuang-buang. Kamu tidak tau susahnya mereka mencari uang kan? Yang kamu tau hanya ketika mereka tersenyum memberimu uang!"
*****
Keesokan pagi, hari berganti dengan cepat. Cantik siap untuk berangkat sekolah. Cantik sudah memperhitungkan semalaman, bagaimana pengeluarannya bulan depan tidak minus.
Cantik memilih untuk puasa, mulai dari hari ini sampai akhir bulan. Cantik memotong biaya makannya. Cantik juga berhenti sementara menaiki ojek Bang Asep. Cantik memilih untuk naik angkot saja. Resikonya, Cantik harus berangkat lebih pagi dari biasanya.
Yah, Cantik melakukan semua itu bukan karena dia mau, tapi dipaksa oleh keadaan. Pilihan hidupnya cuma dua. Dia harus bertahan dan berusaha atau menyerah dan mati.
Kehidupan remaja Cantik diberi ujian yang cukup berat. Cantik sendiri sudah terbiasa dengan hal itu. Cantik tidak banyak mengeluh, ia selalu mencoba bersyukur setiap harinya.
Cantik bersyukur karena dia masih bisa makan ketika banyak orang diluar sana yang kesulitan untuk mencari makan, dia masih bisa sekolah ketika banyak anak-anak diluar sana yang putus sekolah.
Cantik juga sangat bersyukur karena oksigen di negara ini masih gratis.
****
Cantik masuk ke dalam kelas yang masih sepi, belum ada orang yang datang. Hari ini waktunya dia piket. Cantik pun segera mengambil sapu, membersihkan kelasnya sebelum kelas berubah ramai.
Tokk Tokk
Suara pintu diketuk oleh seseorang. Cantik menoleh ke arah pintu, ia mendapati seorang cowok berdiri disana sambil tersenyum seperti orang gila.
"Morning Cantik," sapa Anjas. Cowok paling tidak diharapkan kemunculannya oleh Cantik.
Cantik dengan cepat membuang muka, tidak mau menggurusi cowok itu.
"Mau dibantu nggak Cantik?" tawar Anjas.
"Nggak," jawab Cantik dingin.
"Kapan sih lo nggak nolak bantuan gue?" Anjas berjalan mendekati Cantik.
Cantik memundurkan langkahnya, menjaga jarak dengan Anjas.
"Sini gue sapuin," Anjas berusaha merebut sapu ditangan Cantik, namun Cantik lebih cepat menghindar.
"Jangan ganggu saya lagi," tegas Cantik.
Anjas tersenyum sumrimgah.
"Akhirnya lo respon gue juga," ucap Anjas senang. "Gitu dong kalau diajak orang bicara itu wajib membalas."
"Pergi," usir Cantik.
"Kalau gue nggak mau gimana?" tantang Anjas. "Gue mau nemenin lo disini."
Cantik menahan emosinya yang mulai mencuat, kedua tangan Cantik terkepal kuat. Ia hampir tidak tahan ingin menonjok wajah Anjas yang selalu menyebalkan dan tidak tau diri.
"Cantik, lo dipanggil Bu Sani di kantor," suara Tampan terdengar tiba-tiba, menghentikan percekcokan ringan angara Anjas dan Cantik.
Cantik tidak tau harus bernapas legah atau semakin kesal. Anjas pergi, Tampan yang datang. Tapi mungkin lebih baik Cantik menghadapi Tampan daripada Anjas yang kelakuannya tidak pernah sopan.
Cantik menyerahkan sapunya ke Anjas dengan cuma-cuma, kemudian berjalan keluar kelas mengikuti Tampan. Cantik tau bahwa cowok itu berusaha menyelamatkannya.
Mereka berdua berjalan melewati lorong sekolah yang masih sepi, mereka terus saja berjalan hingga akhirnya sampai di Taman Belakang sekolah.
"Terima kasih," ucap Cantik.
Tampan menatap ke Cantik, merasa senang mendengar Cantik berkata duluan kepadanya. Terlintas sebuah ide cemerlang di otak Tampan.
"Makasih aja?" picik Tampan.
"Terus?"
"Sebagai balasannya, bantu gue ngerjain tugas Matematika. Gue denger lo siswi yang pandai di SMA ini."
Cantik menghela napasnya pelan, memikirkan permintaan Tampan.
"Oke."
Tampan terkejut mendengar Cantik mengiyakan permintaanya. Pasalnya, Tampan hanya menggoda saja karena ia kira Cantik tidak akan menghiraukannya dan langsung meninggalkannya.
Alasan Cantik sendiri mengiyakan permintaan Tampan karena Cantik harus balas budi dan dia tidak mau berhutang lama-lama.
"Seriusan lo mau bantu ngerjain PR matematika gue?" tanya Tampan masih tak percaya.
"Pulang sekolah diperpustakaan," ucap Cantik kemudian seperti biasanya, pergi tanpa berpamitan.
Tampan bersorak senang dalam hati, tidak sia-sia dia berangkat pagi karena dikerjain kakaknya. Ternyata ada hikmanya juga saudara-saudara seperjuangan.
"Benar kata Eyang Sri, ucapan adalah doa," takjub Tampan teringat akan list yang dibuatnya semalam.
****
Tampan masuk kedalam kelasnya dengan wajah sumringah, bibirnya tak berhenti untuk tersenyum. Tampan langsung duduk dikursinya.
"Woi," Tampan mengangetkan Sema yang sedang asik tidur, membuat cowok itu terbangun dengan wajah kusut.
"Lo bisa nggak sih biarin gue tidur sebentar. Gue habis kerja rodi pagi-pagi," cibir Sema.
"Gue yang kerja Romusha dari kecil aja tetap bahagia," balas Tampan, membicarakan secara tersirat bagaimana pengalamannya disuruh-suruh dua kakaknya sejak kecil.
Sema mengangkat kepalanya, menatap Tampan dengan heran. Tidak biasanya teman sebangkunya ini datang dengan senyum bahagia seperti ini.
"Lo habis menang lotre?" tanya Sema menebak-nebak apa yang membuat Tampan sebagaia itu.
"Tidak."
"Menang Judi online ?" tebak Sema lagi.
"Tidak itu dosa!"
"Emak lo dapat uang arisan?"
"Tidak juga."
"Lo ketemu Atta Halilintar?"
"Tidak Tidak."
Sema berpikir keras, berjuang untuk mendapatkan jawaban yang tepat.
"Jangan-jangan, bokap lo nikah lagi? Lo dapat Mama baru yang gemesin?" cerocos Sema seenak jidat.
Tampan menapok jidat Sema cukup keras, berharap otak cowok itu kembali di posisi semula.
"Mulut lo bisa diserempet nyokap gue pakai Parang!"
"Terus apa yang buat lo bahagia sepagi ini?" sewot Sema, menyerah untuk menebak.
Tampan melebarkan senyumnya kembali.
"Sepulang sekolah gue bakalan kencan dengan Cantik,"
"Kencan gundulmu! Nggak mungkin!" Sema tak bisa mempercayainya.
"Gue seriusan!"
"Kok bisa?" heran Sema tetap meragukan.
"Gue tadi nolongin Cantik yang diganggu sama Anjas, terus sebagai tanda terima kasih, gue minta Cantik bantuin ngerjain PR Matematika gue," jelas Tampan.
"Terus Cantik mau?"
Tampan bertepuk tangan, menjawab dengan bangga. "Jelas mau."
"Kok bisa mau?"
Tampan menepuk-nepuk dada bidangnya. "Karena gue Tampan."
Sema bertepuk tangan seperti orang bodoh dengan mulut terbuka lebar, kepalanya geleng-geleng cepat. Sema sangat takjub mendengarnya, karena seorang Cantik dari dulu terkenal sangat susah di dekati cowok manapun.
Tapi anak baru ini, dengan mudahnya meminta Cantik membantu mengerjakan PR?
Waahh....
Sema buru-buru mengeluarkan ponsel dari tasnya, menyodorkannya ke Tampan.
"Apaan?" bingung Tampan, tak langsung menerima ponsel Sema.
"Nomer dukun lo berapa? Manjur banget gila santetnya!"
Senyum di wajah Tampan lanngsung hilang, berubah dengan tatapan tajam ke Sema.
"Gue serempet beneran mulut lo pakai Parang nyokap gue!"
****
Jam kosong yang selalu didambakan kebanyakan siswa dan siswi dinegeri ini. Tampan, Sema dan Abdul menghabiskan jam kosong mereka dengan bermain kartu Uno milik Abdul.
"UNO!" teriak Sema girang, kartunya tinggal satu.
Abdul mengeluarkan kartunya. "Mampus lo gue stop!"
Tampan mendengus kesal, kartunya masih banyak, di stop pula sama si Abdul. Mereka bertiga sangat fokus dan tidak ingin terkalahkan.
"DOL! Jangan stop terus, kek lampu merah lo!" protes Sema yang tidak bisa mengakhiri permainan karena si Abdul. Padahal kartunya tinggal satu saja.
"Abang Abdul lebih suka lampu kuning, karena mengingatkan manusia untuk selalu berhati-hati dengan si dia yang suka memberi harapan palsu," ucap Abdul mulai membijak.
"Nggak usah galau lo sempak!"
Kelas Tampan sangat ramai, berbagai macam aktivitas dilakukan teman-temannya. Menggosipkan kakak kelas, review lipstik dan skinc-care dadakan, sampai bahas anak Raditya dika yang baru lahir.
Mari kita beri selamat sejenak untuk abang Raditya Dika dan sekeluarga.
Mereka semua tidak menyadari kedatangan seorang gadis dengan wajah paling bersinar. Gadis itu berdiri di ambang pintu. Tentu saja kalian sudah dapat menebak siapa gadis tersebut.
Benar, dia adalah Cantik.
"Tampan-nya ada?"
****
#CuapCuapAuthor
Kira-kira Cantik datang ke kelas Tampan mau apa ?
Penasaran? Ditunggu kelanjutannya. ^^
Gimana part ketiganya? Sudah ada tanda-tanda baper nggak? Lucunya dapat nggak?
Semoga part kali ini bisa menghibur semua pembaca Amin ^^
Ayoo ajak semua teman, saudara dan tetangga kalian buat baca Gardenia ya. Biar semakin banyak yang baca dan authornya juga semakin semangat nulisnya.
Terima kasih banyak sudah mau baca part ini dan selalu ditunggu part berikutnya.
Spoiler-spoiler cerita Gardenia bisa kalian lihat di Instagram @luluk_hf
Jangan lupa COMMENT dan VOTE dari kalian selalu paling ditunggu.
Thaaankyuuu All and Loveyuuuu All
Salam.
Luluk HF
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro