Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Page two

°°°

"Sudah ditetapkan seperti itu, aku tidak bisa mengubah alurnya lagi. Pria seperti Archello memang sudah jelas akan berakhir tragis."

Aku tersenyum, puas. Bukan karena aku suka melihat temanku kesal, bukan juga karena aku dapat lotre. Aku salah satu penulis novel yang mencintai kisah tragis, karena itu hampir semua cerita yang kubuat mengandung kisah kelam atau masa lalu mengenaskan.

Baik itu masa lalu si tokoh utama, atau kehidupan sekarang si tokoh utama. Aku hanya merasa happy ending bukanlah jalanku, ha ha.

"Kau selalu suka menyiksa karakter yang kau buat. Jika aku adalah salah satu karakter yang kau buat, aku pasti akan sangat membencimu," cibir gadis cantik yang ada di hadapanku.

Aku tertawa pelan.

"Jangan bicara begitu, aku mencintai anak-anakku. Aku mencintai mereka setelah aku menciptakan mereka. Hanya saja, karakter yang aku buat lebih mirip dengan manusia sesungguhnya. Terlalu bahagia akan membuat karakter tidak hidup, terlalu kuat, terlalu dibuat!"

Brak!

Tanpa sadar aku menggebrak meja di hadapanku. Terkadang aku terlalu bersemangat ketika menjelaskan perbedaan karakterku dengan karakter orang lain.

Aku masih menatap pada sosok wanita yang ada di depanku ini, wanita dengan wajah bulat dan bibir penuh yang mampu membuat siapa saja berlutut untuknya. Dia Aylene, sahabatku. Kami sudah saling mengenal sejak kali pertama aku menginjak dunia tulis menulis. Dan secara kebetulan, Aylene yang mengenalkanku pada seorang editor.
Sebenarnya, menurutku kebetulan itu tidak ada. Yang ada hanya keharusan yang tidak terelakkan, atau definisi kecil dari takdir.

... tunggu dulu, di mana aku membaca kata-kata itu? Kenapa rasanya keren sekali?
Well, pada intinya, berkat Aylene karya-karyaku yang tadinya sering berakhir menjadi sampah rumah tangga kini sudah menghasilkan uang. Mereka yang tertarik pada cerita yang kutulis, mulai mencetak dan menjadikannya novel. Secara mengejutkan cukup laku terjual. Bukan besar kepala, tapi aku tahu ceritaku menarik. Aku hanya tidak sepositif itu untuk mengirimkannya pada penerbit.

Aku suka menulis, membuat beberapa berat pikiranku teralih. Mengisi lubang-lubang di hati dan membuatku sibuk dengan dunia imajinasi hingga sedikit lupa pada kejamnya dunia nyata.

Beberapa kali aku berpikir, apa jika aku dan karakter yang kubuat bertemu, sungguh mereka akan membenciku? Seperti kata Aylene? Tapi mereka hidup karena aku!

"Sudah cukup berkhayalnya, ini sudah sore. Sampai kapan kita akan ada di sini?" tanya Aylene dengan kening berkerutnya padaku, "kau bilang mau tunjukkan padaku rak buku yang baru kau beli dengan harga murah, 'kan?" Aylene kembali bertanya bahkan sebelum aku menjawab pertanyaan sebelumnya, sembari ia membereskan barang-barangnya yang ada di atas meja.

Oh. Benar, rak buku. Kemarin aku membeli rak buku dengan harga yang tidak wajar. Maksudku, rak buku dengan material yang bagus juga tidak akan dijual dengan harga murah. Dan aku mendapatkannya dengan harga luar biasa rendah. Penjualnya pun cukup aneh, seaneh editorku.

Sepertinya aku sering berhubungan dengan orang-orang aneh? Tapi tidak jadi soal, selama mereka membantu dan tidak mengganggu, mereka bisa jadi aneh seumur hidup mereka.

"Benar, aku membelinya dengan harga yang sangat murah. Namun, jika kau lihat desainnya, kau akan benar-benar kagum. Aku merasa punya barang seni di rumah."

Aku beranjak dari kursi kayu kecil tempat kami duduk sedari tadi, kafe yang kami sering datangi ini memang tidak begitu ramai. Harganya standar dan kopinya enak. Alasan yang cukup untuk membuatnya jadi kafe langganan.

"Sungguh? Bagaimana kau bisa mendapatkannya?" Aylene melirik ke arahku dengan penuh tanya, aku hanya tersenyum sok keren, aku tidak akan bilang jika aku membelinya dari seseorang yang lebih mirip pencuri daripada tukang kayu.

"Keberuntungan, sama seperti saat kau membawakan editor padaku. Dewi Fortuna yang ada di sisiku ini levelnya tinggi, jadi sudah tidak heran lagi. Oh? Taksinya sudah sampai, aku yang traktir, santai saja."

Aku tersenyum setengah tertawa sebelum masuk ke dalam taksi panggilan yang baru saja datang. Dari sini aku bisa lihat reaksi Aylene yang tidak suka jika terus saja dimanjakan, oh Aylene yang manis.

"Aku bukan tidak suka, tapi lain kali aku yang akan bayar," sungutnya padaku sebelum ikut naik ke mobil.

Kalau saja aku ini laki-laki yang sehat, aku pasti sudah membuat Aylene menjadi ibu dari putri-putriku.

Haha.

Aku tidak menyangka kehidupanku akan sebaik ini, aku tidak pernah berharap apa-apa, tidak pada takdir, tidak juga pada Tuhan.

Karena saat Tuhan memberikanku hidup, aku sudah merasa sangat cukup.

°°°

"Jadi ini? Kayunya benar-benar bagus, bentuknya juga unik sekali. Sungguh, kau benar-benar beruntung bisa membelinya dengan harga begitu," ucap Aylene penuh rasa kagum saat melihat rak buku yang aku ceritakan.

Ia bahkan menolak untuk minum dulu saat kami sampai rumah dan segera melihat rak bukunya.

Tapi aku setuju, aku tersenyum sendiri mendengar pujiannya.
Aku juga berpikir hal yang sama, aku sedikit lebih beruntung. Sebenarnya bentuk rak buku ini persegi biasa saja, hanya di bagian tengahnya di buat khusus agar kita bisa duduk bahkan bersandar. Seolah-olah kita sedang berada dalam dunia yang ada pada buku, menurutku seperti gua, mungkin karena itu namanya cave bookshelf.

Cukup lama Aylene mengagumi desain rak buku ini sebelum akhirnya memutuskan untuk pulang dan ingin membuat yang sama. Aku maklum. Rak buku ini benar-benar membuat nyaman saat harus membaca atau sekedar menenggelamkan pikiran.

Tapi masih harus diisi dengan banyak sekali buku agar terlihat penuh. Apa nanti malam aku ke toko buku saja? Ada beberapa judul yang ingin aku cari sejak bulan lalu. Lagi pula aku sudah melewati deadline, jadi aku pantas untuk bersantai.

Sebelum itu, aku akan tidur dulu, aku sudah berhalusinasi karena mengantuk. Aku bahkan melihat cahaya seperti ada lampu jalan di celah buku, ha ha.

... tunggu sebentar.

Aku melangkah mendekat pada cahaya yang kumaksud ... ada!
Maksudku lampu jalannya benar-benar ada!
Aku mencubit tanganku kuat-kuat, sakit, tandanya aku cukup sadar. Aku kerjapkan mata beberapa kali, kupastikan tidak ada debu atau imajinasi yang kulihat.

Bagaimana? Bagaimana bisa di celah buku yang sempit ini terdapat jalan kecil? Di sampingnya bahkan terlihat jendela pertokoan.
Aku yakin kemarin tidak ada hal yang seperti ini, atau aku hanya tidak perhatikan? Lalu, apa Aylene tadi juga tidak lihat? Jika Aylene melihat hal seperti ini, dia tidak mungkin setenang itu. Aylene sangat menyukai hal-hal lucu.

Tapi sungguh, ini hampir tidak masuk akal! Pembuatnya benar-benar luar biasa!
Pembuatnya bahkan bisa membuat jalan kecil ini panjang dan seperti menuju suatu tempat. Pandai sekali sampai membuatku penasaran, dia menciptakan sesuatu yang membuat imajinasiku mengalir, aku jadi benar-benar penasaran bagaimana akhir dari jalan ...

Zrash!

Silau! Tiba-tiba saja cahaya datang menyerang mata dan membuatku terpaksa memejamkan mata. Perih!

Tangan spontan aku arahkan ke samping untuk mencari pegangan atau apa saja yang bisa membantuku berdiri dengan tegak.

Nihil. Aku tidak dapatkan apa-apa, padahal seharusnya di sebelah sini ada rak kayu kecil. Aku berusaha membuka mata n melangkah perlahan sampai ketika aku merasa sebuah tangan mendorongku dari arah belakang.

Siapa!?

Aku tidak bisa lihat apa-apa dan tiba-tiba saja ada yang mendorongku!?
Orang gila mana yang melakukannya!?
Tapi harusnya ada lemari di depanku, tapi kenapa malah ... kosong?

Jantungku berdebar kencang sekali, saat merasa tidak ada satu pun benda yang bisa menopang tubuh. Namun anehnya, aku tidak segera terjatuh dan terasa seperti sedang melayang.

Alu merasa seperti sedang naik merry go round dengan kecepatan penuh! Ada apa ini!?

Bruk!

Aw!

Lutut dan tanganku akhirnya menghantam lantai yang keras setelah berputar tidak jelas dalam waktu yang cukup lama. Rasanya seluruh tubuh sakit sekali dan mataku masih pedih. Aku masih belum bisa membuka mata, cahaya terang itu benar-benar membutakan.

Perutku mual karena habis terguncang dan perlahan aku merasa air mata mengalir di wajah. Ada apa sebenarnya?

"Kau baik-baik saja?"

Aku mendengar suara dari hadapanku, suara pria yang asing di telinga.
Sial. Mataku masih terlalu sakit untuk dibuka, tapi siapa? Aku yakin aku masih ada di rumah.
Apa terjadi gempa tadi? Atau tiba-tiba bumi di serang alien?

"Tidak bisa bicara? Kau bisu? Atau buta? Tapi aku yakin kau cukup buta karena menerobos jalan raya begitu saja."

Jalan raya!?

Aku membuka mata dengan paksa, sial! Perih sekali!
Air mataku bercucuran seperti sedang menghadiri pemakaman, membuat sosok di hadapanku jadi tidak begitu jelas.
Aku mengerjapkan mata sekali lagi.

Seorang pria, tubuhnya tinggi dan berkulit putih. Wajahnya pucat, garis bawah matanya hitam, bahkan kacamata tidak bisa menutupi kantung mata yang ia punya. Rambutnya hitam senada dengan warna matanya, mirip sekali dengan imajinasi yang kubayangkan saat menulis Zeavan.
Bahkan terlalu mirip sampai aku tidak sadar mengucapkan namanya.

"Zea ... van."

Pria ini lantas mencengkeramku erat, sangat erat seperti sedang berusaha menahan kriminal. Tatapannya berubah tajam, seperti sedang awas. Tidak mungkin dia punya nama yang sama, 'kan?

"Bagaimana kau tahu namaku?"

°°°

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro