Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Page twelve

°°°

Aku membuka mata dan menatap sekitarku, atap mobil berwarna hitam, jendela kaca tertutup kain dan punggung Zeavan yang tengah menyetir.

Aku sudah kembali ke halaman utama. Tidak pernah aku merasa selega ini sebelumnya, hingga tanpa sadar aku menghela napas. Seolah tidak mengingat dengan siapa kini aku berada.

"Selamat datang." Suara lembutnya terdengar seperti meriam yang segera menyadarkanku. Aku masih dalam bahaya, aku yang tanpa sebab mengatakan jika Chello adalah dalang di balik peledakan satu minggu yang lalu.

Aku masih diam namun tatapan sudah mengarah padanya, Chello tersenyum dan balas menatap. Betapa sempurnanya karakter buatanku ini kalau saja dia bukan kriminal. Dia cerdas, IQ miliknya di atas rata-rata, Chello juga bisa main alat musik meski tidak banyak. Piano, biola atau harmonika sudah ia kuasai sejak kecil.

Archello Deres Integra dibesarkan sangat baik dengan latar belakang yang juga sangat mendukung masa depannya. Ayahnya adalah pribadi tegas yang selalu mengajarkan Chello untuk memperlakukan wanita dengan mulia, sementara ibunya adalah pribadi yang pandai beradaptasi dan berpengaruh dalam pergaulan sosial. Sosok yang selalu mengajarkan Chello agar bersikap sopan dan menjaga nada bicara pada orang-orang di sekitarnya.

Chello juga memiliki adik perempuan yang tidak kalah luar biasanya, sebutan gadis cerdas penuh kreativitas sudah melekat erat pada Farelyn Deres Integra.

Keluarga sempurna, latar belakang menunjang dan pribadi yang mumpuni menggambarkan sosok Chello. Tapi, jika ditanya apa yang membuat pria mendekati kata sempurna ini tidak waras? Jawabannya adalah Reki Qulivan.

Mantan pimpinan bayangan, mantan pimpinan keluarga Qulivan, sang kakeknya sendirilah yang membuat Chello jadi tidak normal. Di luar dari kenyataan Chello yang memang memiliki kelainan dibanding saudara lainnya.

Hingga saat ini, ia masih sangat bergantung pada obat-obatan yang tergolong sedatif-hipnotik untuk tetap tenang dan tertidur dengan nyaman.

"Zeavan, Nona Palanggan sudah bangun. Sepertinya mereka tidak mengurus pelanggan Qulivan dengan baik, apa kita berhenti untuk makan lebih dulu?" Chello sedikit menegakkan punggungnya untuk bertanya pada Zeavan sebelum kembali menatapku, aku menggeleng.

"Tidak usah, aku tidak lapar," jawabku penuh kebohongan. Tentu saja, siapa yang bisa makan setelah menyaksikan kejadian tidak mengenakkan macam tadi? Aku masih bisa mengingat potongan lidah yang terkapar di lantai ... ergh.

"Bagaimana dengan beli pakaian? Pelanggan tampak ... lusuh. Aku tidak bermaksud menghina, ini hanya kebiasaanku saja. Aku suka saat melihat wanita rapi, dan lebih suka lagi jika aku yang membuatnya seperti itu. Anggap saja hadiah kecil dari Qulivan untuk Pelanggan, baik?" tanyanya dengan nada yang luar biasa ramah. Chello sudah benar-benar mirip iblis busuk yang tengah menggoda manusia hanya untuk menyantap jiwa mereka.

"Baik, terima kasih. Sebenarnya aku bisa pakai apa saja asal tidak terlalu besar seperti kaus yang kupakai saat ini." Aku melirik Zeavan singkat dan menatap Chello, aku tahu Zeavan pasti sedang mengejekku saat ini karena berani-beraninya komplain. Setidaknya, ibumu ini bisa mati dengan terlihat cantik. Hah.

"Pelanggan benar-benar pengertian, aku suka sekali dengan wanita yang mudah beradaptasi. Kalau seperti itu, lebih baik kita bersantai saja di kafe langganan kami, biarkan Zea yang belikan pakaian pelanggan juga semua kebutuhan lainnya. Pelanggan bisa berikan Zeavan semua ukuran yang dibutuhkan, dan jika ada yang kurang nyaman, katakan saja. Zeavan adalah pria baik, tapi kurang peka saat menghadapi wanita. Aku pun sudah sering menegurnya agar lebih ramah, harap pelanggan maklum, ya?" Chello tersenyum manis dengan tatapannya yang mengarah padaku, sepasang bola mata hitam gelap yang menyimpan sejuta misteri. Aku hanya mengangguk, tidak ada hal lain yang bisa dilakukan selain mengikutinya. Setidaknya aku masih hidup sampai detik ini, tapi aku yakin, sangat yakin jika Chello punya rencana dan tujuan lain karena membiarkanku tetap hidup. Bahkan memperlakukanku dengan begitu baik, hah, aku jadi merinding kalau memikirkan apa tujuan Chello sebenarnya.

"Ke Laurent?" tanya Zeavan tanpa melirik, Chello mengangguk.

"Aku sudah pesan tempat," jawab Chello masih dengan senyumnya yang tidak luntur juga.

Jadi, aku akan diajak ke Laurent? Apa ini namanya rasa senang bercampur rasa takut? Satu-satunya tempat yang ingin kudatangi di cerita ini adalah Laurent. Lebih tepatnya aku ingin sekali makan keik dan snack buatan mereka.

Laurent adalah kafe langganan Chello dan yang lainnya, aku jelas menuliskan jika pemilik Laurent dan Chello berteman baik. Kafe berdesain klasik yang terkenal dengan harga mahal dan kualitas makanan nomor satu di Allegra. Ketika Chello bilang dia sudah pesan tempat, tandanya dia ingin Laurent kosong dan tidak terima tamu sampai ia selesai makan.

Archello memang seperti itu, iya, aku yang menuliskannya seperti itu. Yang aku masih tidak mengerti dan tidak aku tahu, apa cerita ini akan berakhir sama dengan yang aku tulis atau tidak.

"Apa ini? Pelanggan tampak senang karena mendengar kata Laurent, apa memang ingin ke sana sejak dulu?" tanya Chello dengan mendekatkan wajahnya padaku, aku spontan melakukan hal sebaliknya, tetapi, yang namanya lelaki tampan itu memang tidak bisa diabaikan oleh wanita, meski sifatnya jelek sekalipun. Setidaknya para wanita akan menyayangkan ketampanan mereka lebih dulu baru mencaci sifat mereka, yah, wanita. Haha.

"Pelanggan?"

Aku terkesiap karena panggilan Chello, lagi-lagi aku tenggelam dalam pikiran sendiri. Sulit sekali untuk tetap fokus saat dikelilingi pria-pria tampan sialan seperti mereka.

"Noir. Namaku, Noir," ucapku dengan mengerutkan kening. Sudah cukup untuk mengejekku dengan panggilan tersebut.

Chello terkekeh, alisku bertaut. Tidak mengerti aku apa yang membuatnya tertawa, namaku? Wajahku?

"Sampai, aku akan jemput kalian jika semua perlengkapan sudah dibeli," terang Zeavan dengan suara datarnya. Perhatian kami teralih dari satu sama lain, aku segera menatap ke arah luar. Lebih tepatnya ke arah sebuah bangunan yang cukup besar untuk kategori sebuah kafe, berwarna putih gading dengan banyak ukiran berwarna emas pada dinding mereka.

"Ayo turun, Pelanggan bisa melihatnya dari dekat. Aku tidak keberatan jika Pelanggan ingin menikmati pemandangan luar Laurent." Chello tersenyum dengan suara ramah sebelum turun dari mobil dengan sedikit meregangkan jemarinya. Aku menarik napas dan ikut turun dengan perlahan, aku tidak ingin terlalu gugup, tidak juga ingin terlalu terlihat santai. Aku tidak pernah membayangkan hidup akan sesulit ini.

Kami melangkah beriringan menuju pintu besar berwarna cokelat gelap dengan lonceng di bagian atasnya. Zeavan sudah pergi, tidak lama setelah kami turun. Salah satu hal yang membuat gugupku bertambah--berdua saja dengan Archello.

"Selamat datang!"

Aku menatap ke arah suara nyaring yang menyambut kami, seorang wanita pada usia awal dua puluhnya. Berambut krimson bergelombang yang ia biarkan tergerai hingga ke punggung, terlihat begitu senada dengan sepasang bola mata merah mudanya. Wanita ini, Laurent, si pemilik kafe.

"Laurent, aku harap kedatanganku tidak mengganggu aktivitas kafemu. Aku janji tidak akan lama," ucap Chello dengan sedikit menundukkan kepalanya sebagai salam singkat sebelum memasang senyum. Laurent hanya menepuk pelan bahu Chello dengan tawa ringannya. Aih, manisnya, gadis ini mengingatkanku pada Aylene.

"Tidak begitu, tidak mungkin begitu. Aku senang jika Laurent masih bisa jadi tempat kesukaanmu, jadi tidak perlu merasa sungkan. Dan ... oh? Halo, apa kabar? Ini kali pertamanya kita bertemu, benar? Saya Laurent, pemilik kafe ini. Saya harap makanan yang kami sajikan sesuai dengan selera Anda." Gadis bernama sama dengan kafenya ini tersenyum ramah bertepatan dengan tangannya yang terjulur ke arahku. Aku menjabatnya segera dan ikut tersenyum.

"Iya, benar. Ini kali pertama kita bertemu, terima kasih."

"Well, Laurent, kau bisa sajikan makanannya sekarang. Kami ingin berbincang dengan makanan manis dan dua cangkir kopi," jelas Chello sebelum melanjutkan langkahnya menuju bagian dalam kafe. Aku melambaikan tangan ke arah gadis cantik dengan wajah menjualnya itu pelan, tidak tahu kenapa aku suka sekali melihat mereka yang memiliki kelebihan pada wajah. Seperti sedang melihat karya seni. Rasanya, gugupku hilang sepuluh persennya.

Aku melangkahkan kaki menyesuaikan langkah Chello yang tidak begitu lebar, hingga aku tidak mengalami kesulitan. Tidak seperti saat bersama Zeavan, berjalan dengannya sudah sama seperti tengah maraton. Pandanganku tidak bisa diam, desain dalam kafe ini tidak kalah menarik dibandingkan bangunan luarnya.

Meja-meja bulat dan panjang yang disusun cantik, kursi memanjang dan kursi kecil yang disesuaikan. Lampu hias besar di tengah kafe juga beberapa patung lilin kecil berbentuk cupid yang sengaja diletakkan pada sudut kafe benar-benar terlihat sempurna. Terutama aroma manis kue dan harum kopi semerbak segera menyambut saat kaki mulai melangkah masuk, hah, Laurent memang luar biasa. Andai saja ada kafe seperti ini di dunia nyataku, tapi harganya pasti mahal sekali, bisa dua atau bahkan tiga kali lipat dari harga biasa.

Kami berjalan menaiki tangga ... eh?

Aku mengerjapkan mata berulang kali, aku tidak sadar jika kami naik tangga karena terlalu asyik melihat sekitar. Perlahan kepalaku mendongak ke atas, menatap punggung Chello yang terlihat begitu bersemangat untuk naik ke lantai dua kafe ini. Aku menelan ludah, aku lupa jika kafe ini juga terkenal dengan rooftop-nya. Dengan pemandangan dan rumor yang mengatakan jika tidak sembarangan orang yang bisa memakai tempat ini.

Chello berhenti melangkah dan berbalik menatapku, aku bisa melihat wajah meronanya yang diterpa sinar matahari sore.

"Pelanggan, di sini adalah tempat kesukaanku. Aku suka sekali desain atap kafe Laurent. Terutama pembatasnya yang tidak tinggi, jadi aku bisa duduk di sana dan melihat pemandangan dengan lebih jelas."

Apa kau sedang ingin mengatakan jika bisa saja kau melemparku dari sini ke bawah setelah kita makan? Atau setelah aku tidak menjawab pertanyaanmu dengan baik?

Penjaga semesta. Setidaknya biarkan aku makan keik Laurent dan menikmati setiap potongannya lebih dulu sebelum harus menghantam aspal jalanan.

°°°

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro