Page thirty three
#For better experience, please play the song#
°°°
A sailor sings a song in the Amur
In the place where the crimson sun rises. The song flies over the wide river
The song is spreading widely, the song is spreading widely
And it is heard far away.
Waves of the Amur are nice; they are full of beauty and force
The waves are glistening like silver, the waves are glistening like silver
They are proud by the Russian glory.
- Red Army Choir / English Translation - Амурские волны (Amurskiye volny)
°°°
"I stremyat·sya k moryu volny. Serebryat·sya volny Slavoy russkoyu gordy -"
Klik-
Lagu klasik Rusia itu dimatikan setelah disetel lebih dari 24 jam lamanya, pria yang tengah menggerakkan tangan dan kaki, menikmati alunan lagu yang diputar spontan berhenti. Dilihatnya sosok pemuda dengan rambut berwarna dongker berdiri santai di dekat pintu tanpa bersalah malah tersenyum. Si pria yang sibuk berdansa dengan gaun tanpa tuan itu terkekeh.
"Kenapa dimatikan?" tanyanya pelan sembari melipat gaun putih tanpa banyak hiasan yang menemaninya sejak tadi. Pria dengan warna rambut yang lebih muda itu balas tersenyum sebelum akhirnya duduk di sofa dan menatap tamunya. Cedric mengangkat bahu pelan sebagai jawaban, masih berdiri dan tidak berniat untuk duduk.
"Bosan? Kau mendengarnya seharian, dan kau sudah berdansa hampir empat jam lamanya. Kau bahkan tidak tahu kapan aku datang, 'kan?" tanya balik Cedric, matanya menyipit menuntut kenyataan. Pria yang lebih muda darinya itu tertawa lagi, kali ini lebih pelan.
"Maaf, aku tidak tahu kau datang. Aku sedang belajar, kakak laki-lakiku suka lagu klasik seperti ini. Dia juga pandai berdansa, ada banyak gadis yang menunggu untuk jadi teman dansanya. Aku ... sedang ingin belajar jadi kakak," jelas Khielnode dengan semburat merah di wajahnya. Cedric bertepuk tangan kecil menanggapi perkataan tersebut.
"Sedang belajar menirunya? Baru kali ini aku bertemu dengan manusia yang meniru orang yang dia benci. Kau yakin perasaanmu tidak salah?" Cedric melangkah menuju lemari pendingin yang ada di ujung ruangan untuk mengambil air mineral. Ruangan berukuran 4x6 meter bernuansa abu-abu dan putih yang tidak penuh dengan furniture itu sudah jadi tempat paling baik untuk Khielnode dibanding rumah dan kamarnya sendiri. Khielnode menggeleng menjawab pertanyaan Cedric, bibir tipisnya tetap tersenyum seperti tidak akan goyah.
"Aku benci padanya, benci sekali hingga ingin mati, tapi perasaan benciku tidak akan sampai padanya jika aku mati. Karena itu, aku minta bantuanmu, 'kan? Cedric, meski aku membencinya aku tetap merasa bangga padanya. Dia sosok terbaik untukku, dia bahkan lebih baik dari ayah. Aku dan Farelyn sangat menghormatinya, tidak satu pun dari kami berani membantah ucapannya, sekuat itu, dia sekuat itu Cedric. Namun, aku paham ... perasaan benciku yang baru tumbuh ini tidak bisa ditutup, aku kecewa padanya, aku benar-benar kecewa hingga benci." Khielnode menggigit bibir bawahnya kuat, tidak sadar jika ia sudah melukai bagian lembut dari tubuhnya.
Cedric diam tidak segera menjawab, makhluk menyerupai manusia itu berusaha mengerti pikiran dan perasaan manusia yang lebih rumit dari komponen api dan air.
"Aku tahu kau tidak paham, haha. Pada intinya aku tidak akan mengubah rencana, tidak juga membatalkan atau membuat semuanya jadi sia-sia. Kita sudah sejauh ini, tinggal sedikit lagi, usahaku tinggal sedikit lagi. Aku tidak akan gagal," ucapnya dengan pasti, penuh percaya diri. Pemuda yang selalu memperhatikan Chello diam-diam ini tidak sadar jika dirinya sudah rusak, ia tidak sadar jika perasaan peduli dan hormatnya sudah membusuk dan tengah dinikmati terang-terangan oleh makhluk hitam di dekatnya.
"Tentu saja, kau tidak akan gagal jika kau cukup hati-hati. Saat perang, yang harus dilakukan kali pertama bukan membuat pasukan kuat, bukan juga membangun benteng kokoh, tapi mengetahui kemampuan musuh. Bagaimana musuh yang dihadapi, seperti apa musuh yang dihadapi, jika kuat maka harus lebih kuat, jika pintar maka harus jadi licik, jika lemah maka harus jadi tamak. Saat tidak bisa mencapai seseorang dengan ucapan, kita bisa mencapainya dengan senjata. Mulutmu harus lebih lebar dari apa yang akan kau makan, karena jika makanan itu lebih besar kau yang akan terluka pada akhirnya." Cedric menatap lurus Khielnode tanpa teralih, ia berharap jika targetnya sekarang tidak akan membiarkannya kelaparan.
"Aku paham, aku paham betul ucapanmu. Bukankah karena hal yang kau sebutkan kita ambil jalan pelan-pelan? Rencanaku bertujuan baik, meski akan menyakiti Kak Chello, tapi lebih baik seperti itu. Kak Chello terlalu sempurna untuk jadi rusak karena perempuan, sudah dua kali, sudah dua kali ia salah langkah. Di sinilah aku, di sini aku berada untuk menyelamatkannya." Khielnode tersenyum manis, ada kupu-kupu yang ia lihat terbang di sekitarnya. Kupu-kupu dengan sayap warna-warni dan penuh racun.
°°°
"Kau ini bicara apa? Hentikan omong kosongmu, aku tidak suka manusia yang bicara tanpa alasan." Zeavan menatapku dengan tatapan sinisnya, nada bicaranya dingin dan terdengar sangat tidak nyaman. Aku mengembuskan napas, aku tahu, bicara seperti ini terdengar seperti omong kosong dan akan membuatku terbunuh. Namun, untuk kali pertamanya aku lebih memilih membuat anak ini sadar dan mati dibanding diam saja. Aku menoleh pada G yang betah memandangi kami meminta penjelasan, pelan pundaknya aku tepuk.
"Membicarakan masa lalu Zeavan, ini tidak ada hubungannya dengan bayangan atau pekerjaan. Kau yakin mau dengar?" tanyaku pada pemuda yang membenci Zeavan ini. G mengerutkan keningnya seolah tidak setuju, tapi tidak terdengar kalimat membantah atau ejekan darinya.
"Kenapa bahas masa lalu? Hei, orang-orang itu bisa berubah. Bisa saja awalnya dia bergabung karena balas dendam, tapi kelamaan dia jadi setia dengan Kashira, jadi dia tidak peduli lagi pada balas dendamnya. Tidak ada yang tahu bagaimana pikiran seseorang, bahkan orang itu sendiri. Jangan menebak-nebak lagi, kau tidak sedang ditugaskan untuk mencari tahu," racau G dengan terburu, aku tidak merasa dia sedang memarahiku meski kalimatnya terdengar melarang dan tidak senang. Aku tahu anak ini berusaha membuatku berada di posisi aman. Aku tersenyum, aku senang dia baik-baik saja.
"Kenapa tersenyum begitu? Sudah gila? Tch, terserah kalian saja mau bagaimana. Aku tidak peduli dengan masa lalu si boneka sial ini dan kau tidak lagi menarik, pada intinya, sebagai bayangan aku akan menghabisi orang-orang yang akan berkhianat dan menyerang balik Kashira," tekan G sebelum berjalan meninggalkan kami dan sengaja menyenggol pundak Zeavan kasar.
Zeavan diam tidak merespons, Zeavan adalah tipe pemuda yang tidak mudah tersulur api. Kalau tidak, mungkin sudah tidak terhitung lagi berapa kali mereka berkelahi. Aku menatap punggung G yang menjauh pergi sebelum kembali menatap Zeavan.
"Aku tidak sembarangan bicara, aku tahu. Zeavan, jika tujuanmu benar hanya balas dendam, apa kau sedang berusaha untuk lari? Dari Archello?" tanyaku semakin menyudutkan. Kerutan kening pemuda di hadapanku ini semakin dalam, kakinya melangkah mendekat dan sedikit membungkukkan badannya. Aku bisa melihat jelas tatapan matanya yang dipenuhi rasa tanya dan perasaan tidak nyaman.
"Ke mana? Lari ke mana aku? Aku tidak punya tempat, aku tidak punya rumah, aku tidak punya keluarga. Aku sendirian di sini, jangan bilang kau sekarang adalah keluargaku, aku tidak menganggapmu. Kau masih jadi orang asing aneh yang tidak tahu bagaimana selalu bisa ikut campur masalah orang lain. Benar, tujuan utamaku adalah balas dendam, aku ingin pria sial itu mati karena hal bodoh yang ia lakukan. Benar, sudah terwujud, dan sekarang aku tidak punya tujuan lain selain Archello."
"Meski dia mungkin akan membunuhmu?"
"Meski dia akan membunuhku, atau mengorbankanku untuk keberhasilan rencananya. Dia membantu mewujudkan tujuanku, dan aku tidak pernah ragu membalasnya dengan nyawa. Archello punya banyak musuh, banyak sekali bahkan musuh itu bisa berasal dari saudaranya," jawab Zeavan serius. Aku menelan jawaban yang Zeavan beri padaku, menelan dan memikirkannya. Kesetiaannya pada Chello tidak akan goyah, kesetiaannya pada Chello tidak akan berubah hanya karena masalah nyawa.
Kepalaku tertunduk, pandangan kini tertuju pada lantai putih tanpa noda dengan aroma pinus yang masih kencang. Apa Zeavan juga tidak akan mati seperti apa yang aku tulis? Harusnya seperti itu, harus seperti itu jika dunia yang aku pijak ini bukan novel yang aku tulis.
°°°
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro