Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Di Bawah Sinar Bulan

"Dari sekian kejutan yang ada di panggung adalah violinis yang mencuri perhatian kami saat Mas Bhanu mengajaknya berdansa, boleh di-spill nggak nih Mas Bhanu, siapa Kakak cantik yang menggesek biola tadi?"

Setelah acara storytelling selesai, lanjut acara bincang hangat Bhanu di atas panggung sebagai bagian dari rundown acara. Di balik wajah leganya, ia mengkhawatirkan Khirani detik ini, ingin sekali menemui gadis itu. Khirani sengaja langsung bersembunyi di balik panggung untuk menghindari wartawan yang datang atau siapa pun yang penasaran dengan gadis yang diajak dansa oleh Bhanu.

"Seperti yang kalian tahu, namanya Arunika."

"Nama asli? Nama panggung, kan, itu?"

Bhanu tersenyum, tidak ingin terlalu mengekspos Khirani sesuai dengan janjinya pada gadis itu.

"Salah satu teman yang..." Bhanu menimbang-nimbang kalimatnya, "cantik?" lanjutnya kekehan tawa di akhir kalimat.

Kalimatnya barusan langsung mendapat reaksi protes dari barisan penggemar Bhanu. Ada yang berteriak tidak setuju, ada yang berteriak minta spill. Trimbum masih ramai dan semakin seru.

"Cantik? Hmm... she's special?"

Bhanu berusaha menetralkan mimik wajahnya agar tak terlalu kentara, ia bersikap profesional tak mau melibatkan banyak tentang Khirani dalam bincang hangatnya kali ini.

"Hanya teman. Sama seperti Reyko, kami semua berteman baik. Arunika memang gadis yang cantik, dia berbakat sekali, bakatnya luar biasa, dia gadis yang tangguh, bagi saya dia seperti ... Binna, adik saya. Saya menganggapnya demikian."

"Waah... saya pikir... Mas Bhanu nggak jomlo lagi. Selain berkarya, apakah Mas Bhanu sudah punya rencana untuk berumah tangga?" pertanyaan MC mengundang histeria dari bangku penonton.

"Mmm..." Bhanu mengedarkan pandangan ke arah trimbun, "coba saya lihat, di sini ada yang mau berencana berumah tangga?" godanya pada para penonton.

Acara di panggung selesai jam delapan malam, setelah Bhanu menanda tangani dan berswafoto lebih dari sebagian penonton yang hadir. Sebuah momen paling melelahkan juga membahagiakan bagi seorang penulis, berdiri dan bersua dengan para penggemar karyanya.

Gedung benar-benar ditutup jam sembilan malam, para karyawan Penerbit Cakrawala sedang sibuk membereskan perintilan bekas acara. Bhanu sendiri baru kembali dari wawancara dari wartawan surat kabar dan media berita. Hal yang paling ingin ia lakukan adalah menemui Khirani.

"Lihat Khirani?" tanya Bhanu pada salah satu staff.

Mereka yang ditanyai menggeleng, Bhanu mencari keberadaan Khirani ke mana-mana, tetapi tidak ketemu.

"Mas Nu?" panggil seseorang sembari membawa buket bunga. Shireen datang bersama ke dua orang tuanya.

"Selamat, ya, Nak Bhanu, acaranya sukses besar," ucap ibu Shireen.

Sejarah panjang dibalik putus ikatan asrama antara Bhanu dan Shireen melibatkan keluarga besar Shireen, terutama sang ayah, yang merupakan seorang admiral Angkatan Laut atau lebih tepatnya atasan mendiang Kapten Arya, ayah Bhanu.

Kalimat-kalimat menyakitkan kala Bhanu memutuskan hengkang dari militer diabadikan dalam karyanya yang berjudul 'Perayaan Duka' di mana novel tersebut selain menceritakan pedihnya penghianatan juga menceritakan kengerian orang-orang gila jabatan, meski tidak menyebutkan detail, Shireen tahu jika yang dimaksud dalam novel itu adalah keluarganya.

Meski sepenggal kisah Bhanu di masa lalu telah abadi dalam karyanya, tak membuat Bhanu memiliki dendam. Pemuda itu tersenyum ramah menyambut ucapan selamat dan buket yang diberikan oleh Shireen dan keluarganya.

"Mohon ijin, terima kasih." Bhanu menjabat tangan ibu Shireen dan memberi tegak hormat kepada mantan seniornya di militer itu.

"Agendakan makan malam bersama keluarga, Letnan Jisaka."

"Saya bukan lagi tentara, Pak, saya penulis, panggil saya Bhanu saja," sanggah Bhanu dengan senyuman lebar, "Bhanu Brajasena," lanjut Bhanu dengan tatapan mata yang berbeda, seolah ia sengaja menyebut nama panjang ayahnya untuk mengingatkan Ayah Shireen tentang kapten yang telah dituduh lalai menenggelamkan kapal dan menewaskan banyak prajurit.

Shireen menangkap suasana menjadi kurang nyaman. Ia tahu sejarah panjang kebencian Bhanu terhadap ayahnya. Namun, itu hanya masa lalu. Nama Kapten Arya sudah bersih dari tuduhan, bahkan ia diberi kehormatan tertinggi di militer kelautan.

"Bhanu?" panggil seseorang dari arah belakang.

Bhanu menoleh dan menangkap bayangan Nawang beserta adik-adiknya dan juga Khirani di belakang mereka. Nampak jelas raut wajah Nawang tidak suka melihat seseorang yang pernah ditolong oleh suaminya malah menuduh suaminya sebagai kapten yang lalai.

Nawang mengingat jelas ayah Shireen tampil di televisi mengenakan seragam dengan pangkat bintang berjejer menganggap tenggelamnya kapal sebesar itu karena kelalaian kapten. Banyak kalimat kebencian yang didapat keluarga Nawang, terlebih lagi dari keluarga para korban yang tidak selamat.

Nawang mungkin bisa tidak memperlihatkan kebenciannya di depan Shireen. Namun, ia tak bisa jika berhadapan dengan ayah Shireen langsung. Aura kebencian Nawang tak bisa ditutupi lagi.

"Mbak Nawang, apa kabar?" sapa ibu Shireen.

"Selalu baik, saya punya anak-anak yang luar biasa. Mereka menjaga saya dengan baik," jawab Nawang, "Bhanu, tolong anterin Ibu ke depan, Le."

Bhanu memahami situasi, ibunya tidak ingin Bhanu terlibat lagi dengan keluarga Shireen. "Nggeh, Bu. Saya permisi."

"Permisi ya, saya pulang dulu. Terima kasih sudah datang ke acara anak saya." Seperti khasnya orang Jawa, Nawang menegakkan badan, mengulas senyum lalu dengan tenang meninggalkan keluarga Shireen.

Khirani merasakan suasana yang tidak enak sedang terjadi, ia memang tak tahu kisah apa di balik sikap Nawang yang lemah lembut berubah menjadi tegas dengan tatapan menentang, pasti bukan sejarah yang sepele.

"Khi, tunggu di sini, aku mau bicara," kata Bhanu sebelum ia pergi mengantar Nawang ke depan.

Shireen mendesah panjang, tetapi ia tidak peduli, ia melangkah menyusul Nawang dan Bhanu, "Mas Nu, tunggu!"

Sedang ayah Shireen menatap datar, seolah tak ada sesuatu yang menyentuh hatinya. Kedatangannya ke acara Bhanu dipaksa sang putri yang baru saja pulang dari luar negeri. Ayah Shireen tak pernah menentang hubungan mereka, tetapi ia cukup malu karena tindakan cerobohnya menuduh mendiang ayah Bhanu sebagai kapten yang lalu membuatnya terpaksa untuk memisahkan mereka.

Lima tahun berlalu, mental Shireen yang tak baik-baik saja meminta sang ayah untuk kembali mendukung hubungannya dengan Bhanu. Sayangnya, terlambat. Hati Bhanu sudah jatuh pada gadis lain, pada Arunika, Si Matahari terbit, Khirani Gantari.

***

Bulan sangat terang menggantung di langit malam, masih dengan gaun yang ia pakai di atas panggung, Khirani menatap cahaya terang bulan dari gedung atap gedung pertunjukkan. Naik satu tingkat dari lantai panggung, tepat di bawahnya masih ramai para staff membereskan perintilan acara.

Karena banyak wartawan datang mencari Bhanu, Khirani memutuskan untuk bersembunyi di atap gedung. Ditemani bangku-bangku bekas dan deru mesin turbin ventilator, Khirani menikmati angin dan cahaya bulan yang menenangkan.

Gadis itu mengulas senyum, setelah tiga tahun yang berat melawan rasa pesimis yang membunuh kesempatannya. Akhirnya, ia berhasil kembali ke panggung. Menggesek bow di bawah sorot lampu panggung, mendengar ombak-ombak tepuk tangan dan padang bunga-bunga yang indah kilauan wajah-wajah para penonton.

Mencuat bulir bening di dua sudut matanya, Khirani memejam. Menikmati rasa lega melepas semua beban, kesakitan, ketakutan dan segala rasa yang membebaninya sekian tahun. Atas cobaan yang silih berganti, Khirani mencoba berdamai dengan itu semua. Menyambut dunia dengan rasa syukur dan melanjutkan hidup dengan lebih tenang.

Ia memutuskan akan memakai panggung Arunika untuk memulai karirnya kembali sebagai violinis. Ia tak masalah jika harus menutup wajahnya dari para penonton, yang penting tidak dengan bakatnya. Khirani yakin, di depan sana pasti ada kesempatan lagi untuk karir biolanya, selama rasa takut itu sudah ia kalahkan.

Khirani ingin memulainya kembali, mungkin saja jalan ini yang akan membebaskan ia dari utang, dari Garu dan dari segala kepedihan terjerat lintah darat. Mungkin tidak akan instan, tetapi Khirani siap untuk berproses.

"Khi?"

Khirani mengusap air matanya kemudian memutar, menghadap Bhanu yang baru saja datang. Pemuda itu berjalan mendekat ke arah Khirani di tengah-tengah atap.

Bhanu melepas coatnya, kemudian menanggalkan coat tersebut ke bahu Khirani. "Kamu nggak dingin?"

"Makasih."

"Waah, bulan bagus banget," ucap Bhanu sambil menengadah ke atas. "Sesuai sama acara hari ini, indah." Bhanu tersenyum lebar.

"Hm. Indah banget," ujar Khirani sama-sama menengadah. Namun, pandangan Khirani turun tak lama dari itu, netranya menatap senyum Bhanu yang masih menikmati langit malam.

Letupan debaran dalam dada Khirani seperti Cressendo; naik, naik, terus naik, hingga membuat Khirani menahan napas karena debaran itu. Ia telah menyadari banyak hal, melewatkan kesempatan dan menyesali bersamaan saat menolak Bhanu menjadi kekasihnya.

Kehadiran Shireen memecah bongkahan perasaannya menjadi berkeping, sikap dingin Bhanu pun menjadikan bongkahan itu semakin hancur, Khirani amat merasa kehilangan.

"Mas Nu..."

"Hm?" Bhanu menurunkan pandangannya, menatap Khirani.

Jarak satu langkah, netra keduanya bertemu telak dan tajam. Ada benang tak kasat mata menarik keduanya untuk terikat dalam suasana yang mengosongkan akal sehat. Udara berembus ringan, membelai rembetan hawa panas yang menjalar di pipi, Khirani menelan sekatan dalam tenggorokan kemudian mengangkat dua telapak tangan menyentuh dua pipi Bhanu.

Khirani membunuh jarak dengan sentuhan bibirnya tepat di permukaan bibir Bhanu. Merengkuh dinginnya udara dengan desir hangat melalui sentuhan, menyerahkan segala rasa pada satu titik, menyatakan perasaan cintanya pada satu kecupan.

Khirani menarik diri dari bibir Bhanu. Namun, embusan terbata napas Bhanu yang terpantik itu masih terasa di ujung hidungnya. Kedua netra mereka kembali bersua, dekat dan dalam.

Mata Bhanu menilik dan jatuh pada sorot penerimaan mata Khirani. Hingga akhirnya, pemuda itu memutuskan untuk memejam seraya perlahan membunuh jarak dengan ranum Khirani. Berpagut menyatukan perasaan yang selama ini tertahan, memekarkan kelopak yang dingin perlahan berubah menjadi hangat.

Di bawah terang rembulan, Khirani mengalahkan egonya. Gadis itu resmi menyatukan warna gelapnya dengan warna-warni milik Bhanu. Lembut, hangat dan berdebar di dalam pejaman mata dan belaian yang lugu.

***

Nggak usah teriak lu jomlo hahaha.

Lah, nggak usah nyengir, gigimu kering tuh. HAHAHA. 

Terima kasih sudah membaca cerita ini. Sampai jumpa setelah lebaran. Minggu depan tidak update, ya. Mudik dulu authornya. wkwk.

Happy Eid Fitri, teman-teman. Minal Aidzin wal faizin.

With Love, Emaknya MasNu.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro