Deep and Innoncent
"Saya terima nikah dan kawinnya, Khirani Gantari binti Romi Artanto dengan mas kawin tersebut dibayar tunai," lugas Bhanu dengan sekali helaan napas.
"Sah para saksi?"
"Sah!"
Sebuah akad nikah yang sederhana di sebuah gedung pernikahan yang tidak terlalu besar. Semua yang hadir mengucap syukur atas resminya persatuan dua insan dengan cara yang baik di hari yang baik.
Dekor yang serba putih, dihadiri keluarga inti dan sahabat terdekat, akad nikah berjalan intim dan khitmad.
Khirani di dalam kamar dengan riasan cantik hasil tangan Binna menghela napas lega saat mendengar Bhanu berhasil meresmikan dirinya sebagai pasangan hidup pria itu.
Gaun adat Jawa sesuai dengan permintaan Nawang terpasang indah di tubuh Khirani, bersanggul elok dengan bunga melati sebagai pemercantik.
Diantar Si Kembar, Khirani berjalan keluar kamar untuk duduk berdua bersama Bhanu di meja akad.
Setiap langkah yang diayunkan, setiap itu Khirani menahan air mata campur aduk yang menguasai hatinya. Tentang keluarga yang tidak ada di sampingnya di hari bahagia, tentang keputusannya yang memilih seorang pria sebagai payung teduh hidupnya. Tentang semua coretan hidup kelam gadis itu.
Hari yang tak pernah diimpikan akan tiba, secara ajaib dilalui gadis itu pada hari ini. Seolah berada dalam gambaran mimpi indah. Saking indahnya, Khirani takut bahwa ini benar-benar hanyalah mimpi.
Namun, saat melihat pria yang duduk tegak di hadapan penghulu menoleh ke arahnya dengan gradasi air mata, Khirani mengulas senyum, lega luar biasa menyadari bahwa ini bukanlah mimpi semata.
Ini benar-benar nyata. Khirani benar berada di sebuah hari yang baik untuk berbahagia.
Khirani duduk di samping Bhanu, mengecup punggung tangan pria itu dengan menahan mati-matian linangan air mata. Sementara Bhanu sudah tidak bisa lagi menahan air matanya.
Kala kening Khirani dikecup, merinding seluruh tubuhnya merasakan getaran tanggung jawab, rasa lega dan bahagia beradu bergejolak dalam hatinya.
Sekilas ingatannya kembali pada pagi yang panas setibanya ia di Jakarta. Di kereta yang padat dan sesak, sosok gadis mencuri perhatiannya. Si gadis yang jutek, dingin dan tidak sopan.
Sosok gadis yang tenggelam dalam benteng gelap, yang setiap hari tergambar mendung di wajahnya. Sosok gadis itu sengaja Bhanu sukai, yang sengana Bhanu tarik ke dalam hidupnya.
Alasan Bhanu bisa melupakan luka, trauma, melupakan cerita cinta yang gagal, serta melupakan ketakutannya pada waktu yang terus bergulir.
Hari ini, gadis itu resmi menjadi separuh hidupnya, menjadi detak dalam jantungnya, menjadi jiwa dalam tubuhnya. Menjadi alasan kuat Bhanu untuk mengingat jalan pulang kala nanti kapalnya berlayar di lautan.
Prosesi pedang pora dilakukan secara sederhana oleh rekan-rekan terdekat Bhanu. Resepsi singkat yang tak mengundang lebih dari 200 tamu. Hanya dihadiri keluarga, sahabat, serta rekan-rekan kerja di penerbitan maupun di kemiliteran.
"Kalau nanti misiku sudah tunai. Aku janji akan mengadakan upacara pedang pora yang megah untukmu."
Khirani menggeleng, "Ini udah cukup, ini udah berkesan sekali. Terima kasih."
"Maaf, ya?"
"Aku cuma minta kamu pulang dengan selamat, aku nggak minta apa apa lagi selain itu."
Bhanu tersenyum, "Tentara selalu menepati janjinya pada negeri. Begitu juga dengan janjinya pada Jalasenastri."
Tergambar senyum yang cantik di wajah ayu Khirani. Meski hatinya merasa ada yang kurang tanpa kehadiran keluarganya, Bhanu selalu bisa melengkapi kekurangan itu dengan baik.
"Selamat bergabung di Jalasenastri, Ibu Jisaka."
Seulas senyuman Khirani kian mengembang, berbarengan dengan rona pipinya yang memerah, mendengar Bhanu menyebut Khirani dengan nama resminya di Organisasi para istri Tentara Negara Indonesia Angkatan Laut.
***
"Tolong jaga Khirani, ya?" Aminah memegang erat tangan Bhanu, menitih air matanya tidak habis-habis sejak kabar pernikahan Khirani dan Bhanu didengarnya. Menangis terisak ketika pertama kali melihat Khirani dirias anggun, bibirnya mencetak garis senyum bahagia berterima kasih kepada Aminah yang selama ini sudah menjaganya.
Pengantin paling cantik yang pernah Aminah lihat, ia peluk dengan isak tangis haru dan bahagia. Kala akad selesai diucap, pecah kembali tangis Aminah. Kini saat Khirani akan dibawa pulang oleh Bhanu, Aminah kembali terisak, seperti melepas putri kandungnya sendiri.
"Pasti. Jangan khawatir, Bu Aminah. Saya akan melakukan apa pun untuk membahagiakannya."
"Bu..." Khirani menyentuh pundak Aminah, kemudian memeluknya, "Terima kasih."
Aminah seperti 'pengganti' ibunya yang seharusnya menangis di hari bahagia Khirani. Dengan kehadiran Aminah, Khirani merasa tidak sendirian. Ternyata ada yang menangis sedih dengan kepergiaan Khirani ke rumah suaminya. Meskipun ada saudaranya, tangisan mereka tak setulus tangisan Aminah.
Mobil sudah berlalu dari halaman gedung pernikahan, tetapi isak tangis haru itu tak jua berlalu. Malah semakin menjadi. Aminah menyaksikan gadis itu dari jatuh, tenggelam, hingga kini kembali ke permukaan dan meraih waktunya untuk berbahagia.
Di dalam mobil pula menatap lambaian tangan sahabat dan kerabat dengan linangan air mata bahagia. Digenggam lembut tangan Khirani, Bhanu mencoba menenangkan.
Satu hari yang bahagia bagi orang lain mungkin sudah berakhir, tetapi tidak untuk sang pengantin. Kala mobil berhenti di depan rumah Bhanu, getaran gelisah itu semakin terasa. Seperti bunga yang perlahan merekah, setiap kaki melangkah, setiap itu pula kelopak semakin merekah.
"Untuk sementara kamu tinggal di rumah ibuku, ya? Kalau aku sudah pulang tugas, kita pindah ke rumah sendiri," kata Bhanu setelah menurunkan koper baju Khirani.
"Iya."
Bhanu membuka pintu. Ibu dan adik-adiknya belum pulang dari gedung pernikahan karena ada hal yang perlu diurus. Meninggalkan mereka berdua saja di rumah ini, dalam status suami istri. Tentu hal itu yang membuat Khirani mendadak canggung dan bingung.
Koper yang dibawa Bhanu sampai di depan pintu kamarnya, "Selamat datang di Balé Panglima."
Khirani menelan salivanya, menatap tulisan Bale Panglima di pintu kamar Bhanu. "Mas, kita nggak tidur sekamar, kan?"
"Hah?" Bhanu sampai urung membuka pintu. "Khi, kita udah suami istri," kata Bhanu sambil terkekeh. "Yok, masuk. Kamarnya nggak seberantakan seperti yang terakhir kamu masuk. Udah aku rapiin." Bhanu membuka pintu dan menyeret koper Khirani masuk.
Bhanu meletakkan koper Khirani di depan lemari, "Aku udah sediakan space buat baju-baju kamu, nanti kalau nggak cukup, kita beli lemari baru. Sementara nanti aku pindahin bajuku aja ke—" Bhanu menoleh dan tertawa melihat Khirani masih di depan pintu kamarnya.
"Kamu ngapain di situ?" Bhanu berjalan tergelak ke pintu, menarik tangan Khirani, "Aku nggak akan ngapa-ngapain kamu sekarang, kok. Kamu tenang aja." Bhanu gemas menepuk-nepuk pipi Khirani yang tergambar jelas tegang di wajah gadis itu.
"Hehehe... nunggu kamu pulang tugas juga nggak apa-apa."
"Hah?" Bhanu terkejut.
"Hm?" Khirani ikut terkejut melihat Bhanu terkejut.
Kemudian Bhanu tertawa sambil mengusap asal rambut Khirani, "Kamu aja duluan mandi. Aku mau ambil barang-barang di mobil."
Khirani mengangguk.
Bhanu berjalan ke arah pintu, tak lama pria itu menoleh, "Kalau kamu masih nggak siap sekamar sama aku. Kamu boleh tidur di kamar Binna. Dia langsung dinas malam ini, jadi nggak pulang." Bhanu membuka pintu dan keluar setelah memberikan Khirani senyum pengertian.
Kenal belum genap setahun, menjalin hubungan tak lebih dari enam bulan. Apa yang Khirani rasakan, tentu Bhanu dapat mengerti. Bahkan bagi Khirani, detik ini seperti kemustahilan yang menjadi nyata. Trauma akibat perlakuan Garu dan kekecewaannya pada sang ayah pernah membuat Khirani trauma dengan laki-laki. Pernah berkata dalam hati bahwa semua laki-laki sama-sama bajingan dan mengecewakan.
Bhanu memahami trauma itu.
Selesai mengambil barang-barang berupa kado dari sahabat dan kerabat, Bhanu duduk di bangku belakang, menatap kolam renang ditemani segelas kopi panas.
Di tengah rasa bahagainya, terselip kekhawatiran dan rasa bersalah. Ia tidak pernah tahu kalau tugas itu akan datang secepat ini. Merasa bersalah karena pernah berjanji akan menjaga Khirani, tetapi seminggu lagi pria itu akan kembali ke pangkalan militer. Semua hal berjalan lebih cepat. Baik itu mimpi dan harapannya, semua mendekat secara bersamaan. Terlalu mendadak hingga nyaris tak dapat Bhanu cerna dengan seksama.
Bhanu menghela napas panjang, lalu menyesap kopinya.
"Ayah, Bhanu udah jadi suami orang," monolognya sambil menatap air kolam renang yang tenang. "Kalau nanti misi Bhanu gagal, maaf, ya, Yah. Maaf kalau misal nanti Bhanu pulang dengan tangan kosong. Ada rumah yang sekarang Bhanu ingin pulang. Di rumah itu ada wanita yang ingin Bhanu jaga untuk waktu yang lama. Bhanu benar-benar mencintainya."
Bhanu menandaskan kopi terlebih dahulu sebelum membuka kaos bajunya. Tak berselang lama, air kolam itu bergelombang bersamaan tubuh pria itu tenggelam dan berenang.
Bhanu menahan dirinya di dasar kolam untuk waktu yang lama. Menatap air dengan sunyi, hanya dengan pikirannya sendiri. Ada rasa takut yang sempat menyeruak, tetapi turut tenggelam dalam air. Ia bukan lagi si cengeng yang berandalan lagi, yang kalau cari perhatian lompat dari dek ke dek kapal. Ia sudah menjadi suami orang sekarang, ia sudah dewasa untuk mengemban tanggung jawab itu.
Pemandangan dalam air yang tenang, tiba-tiba dikejutkan dengan seseorang yang melompat dan masuk ke dalam kolam. Bhanu buru-buru berenang dan menghampirinya.
Keduanya muncul ke permukaan hampir bersamaan setelah Bhanu menariknya ke atas. Kolamnya bagi Bhanu tidak terlalu dalam, tetapi untuk tinggi Khirani cukup menenggelamkan. Tangan Bhanu kuat melingkar di pinggang Khirani, menahan gadis itu agar tidak tenggelam.
"Kamu ngapain lompat ke kolam?" tanya Bhanu dengan menahan gelak.
Gadis itu memukul dada Bhanu, paniknya sia-sia karena yang dikhawatirkan ternyata tidak kenapa-napa.
"Aku kira kamu kenapa-napa, lama banget di dalem airnya?"
Kini gelak Bhanu tidak bisa ditahan, "Kamu mikirnya kenapa? Kamu lupa aku tentara Angkatan laut?"
"Ya, siapa tahu... ah, udahlah!" Khirani malu dan kesal secara bersamaan. "Padahal aku tadi udah mandi, jadi mandi lagi. Ih, nyebelin." Gadis itu kembali memukul dada Bhanu.
Bhanu tidak hentinya tertawa, "Ya ampun, Khi, gemesin banget."
"Gemes apaan. Udah, aku mau naik, sebelum Bu Nawang sama si kembar pulang." Khirani menarik dirinya dan berniat berenang ke tepian, tetapi tangan Bhanu masih kuat melingkar di pinggangnya.
"Mereka nggak pulang malam ini."
Khirani urung menarik tangan Bhanu, "Kenapa?"
"Memang sengaja nggak pulang."
"Ke—napa?" mata Khirani berkejap-kejap, bersamaan dengan jantungnya pula berdentum-dentum.
Bhanu tidak menjawabnya, arah tatapan pria itu beraliah dari mata Khirani turun ke arah bibir gadis itu. Sehembus, Khirani seperti kehilangan udara untuknya bernapas normal. Arti tatapan Bhanu menjawab pertanyaan alasan ibu dan adik-adik Bhanu sengaja tidak pulang malam ini.
Suasana di tengah kolam mendadak teresapi rasa canggung, Jantung Khirani berdebar berantakan, menatap retina Bhanu yang juga menatapnya menciptakan sebuah magis. Rasa takut itu perlahan lenyap, berganti rasa asing yang timbul perlahan menjalar ke seluruh tubuh sehingga membuat kolam yang dingin ini mendadak menghangat.
"Aku ingin memilikimu malam ini, tapi kalau kamu belum siap, tidak apa."
Blush! Rona merah sekejap langsung terlukis di pipi Khirani.
"Aku nggak tahu... gimana."
"Nggak perlu tahu caranya. Biarkan berjalan secara alami."
"Nggak punya bayangan sama sekali."
"Biar aku saja yang menuntun."
"Sakit?"
"Mau dicoba?" tawar Bhanu dengan senyuman membuat Khirani menahan napas sejenak. Jeda sekian detik, "Percaya aja sama aku. Hm?"
Khirani menggigit bibirnya, diambang ragu tapi mau. Di tepian rasa malu dan rasa bahagia. Waktu mereka memang tidak banyak, Bhanu akan kembali ke pangkalan militer dan meninggalkan Khirani untuk waktu yang tidak bisa dipastikan kapan mereka akan bertemu kembali.
Detik demi detik dilalui dengan mencoba mengumpulkan keberanian. Sampai akhirnya semua ketakutan dan keraguan mengerucut dan lenyap, Khirani tersenyum dan mengangguk perlahan.
Anggukan kepala Khirani menggenapkan keberanian Bhanu untuk mengeratkan pelukan, membumbuhkan kecupan lembut di kening gadis yang dicintainya.
They took their kiss afterthe wedding... deep and innocent. Cozy and warm. Take and give the love, the feeland the night.
***
Spesial Part "Malam Pertama" akan diupdate di Karya Karsa, besok. Soalnya part 18+ wkwk...
akan diinfokan cara bacanya besok, ya.
See you next part!
With Love, Diana Febi.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro