A Far Away Love
Penglihatan yang sedari tadi Bhanu tunggu akhirnya terwujud. Pria itu sudah ke mana-mana, menyusuri setiap jalan dan berputar-putar mencari Khirani. Kesabaran dan usahanya terjawab saat matanya menangkap gadis itu duduk di halte bus dengan tatapan kosong sendirian.
"Khirani!" Bhanu melompat dari dalam mobilnya, menghampiri Khirani.
Khirani berdiri melihat siapa yang datang, baru beberapa menit yang lalu mengharapkan Bhanu datang menjemputnya. Pengharapannya itu terwujud dalam bentuk nyata. Bhanu berlari ke arahnya dan memeluk gadis itu.
"Kamu ke mana aja?" Bhanu bernapas lega.
"Mas Nu..."
"Iya, Sayang, kenapa? Kamu nggak apa-apa, kan?"
Ada sesak yang ingin ia urai dengan kalimat, tetapi semua kalimat itu tersekat di tenggorokan. Hanya tangisnya yang pecah yang mampu menjelaskan. Bhanu tidak mengerti dan tidak tahu apa yang telah terjadi, pria itu hanya memeluk erat Khirani menenangkan.
"Kita pulang, ya?" Bhanu mengusap air mata di pipi Khirani, "Aku lega bisa nemuin kamu. Makasih udah baik-baik aja, Khi."
Keheningan tercipta sepanjang perjalanan pulang mereka, Khirani menatap ke luar jendela bergeming. Sementara Bhanu fokus mengemudi dan tak ingin bertanya apa pun sebelum Khirani yang mulai menceritakan sesuatu yang telah terjadi, ke mana dan alasan Garu membawanya pergi.
Roda mobil berhenti di halaman rumah Aminah, wanita empat puluh tahun yang sedari tadi menunggu di teras beranjak setengah berlari menghampiri. Aminah langsung meraih tangan Khirani, mengejar tatapan Khirani yang tampak kosong.
"Kamu nggak apa-apa, Khi?" tanya Aminah sambil memeriksa dari ujung kepala sama ujung kaki Khirani, memastikan gadis itu tidak terluka sedikit pun. "Kamu dari mana aja? Garu bawa kamu ke mana? Dia nggak ngapa-ngapain kamu, kan?" cerca Aminah dengan nada panik.
Khirani menatap dengan linangan air mata, tiga detik setelahnya itu ia ambruk dalam pelukan Aminah, "Ibu tadi pulang, Khirani baru aja ketemu saja ibu."
"Ibu? Rosalina?" sebut Aminah nama ibu lengkap ibu Khirani.
Khirani mengangguk.
Wajah Aminah yang panik berangsur melega, wanita itu mengusap-usap punggung Khirani, "Syukur, Alhamdulillah, makasih udah pulang dengan selamat, Khi."
Bhanu juga turut merasa lega, meskipun ada pertanyaan besar menggantung, Bhanu memahami untuk memberi ruang bagi Khirani dulu. Gadis itu butuh waktu untuk mengurai kesedihan karena baru saja bertemu dengan ibu yang sudah lama meninggalkannya. Bhanu memahami Khirani yang masih butuh menata hati dan pikirannya sendiri.
Aminah membawa Khirani masuk, membaringkannya di tempat tidur dan menenangkan gadis itu. Khirani baru saja melewati dua peristiwa yang mengguncang jiwa, pertemuannya dengan sang ibu dan juga dengan Garu. Pemuda itu ditangkap polisi atas tuduhan pembunuhan ayah kandungnya sendiri. Dalam hangatnya selimut dan usapan lembut tangan Aminah, Khirani terlelap setelah air matanya mengering.
"Alhamdulillah udah tidur," kata Aminah berjalan ke ruang tamu menemui Bhanu.
"Kalau begitu saya pulang dulu, Bu. Besok pagi saya ke sini."
Aminah mengangguk.
Bhanu pamit dengan takzim. Pria itu seperti kesetanan beberapa saat lalu saat kehilangan jejak motor Garu yang membawa Khirani. Ia membanting setir mencari tempat usaha ayah Garu dan menemukan banyak orang di sana, mobil polisi dan juga ambulan. Petugas ambulan membawa keluar jasad seseorang dalam kantong jenazah.
Begitu panik Bhanu menerobos garis polisi mengira bahwa itu adalah Khirani. Bhanu bahkan bertengkar dengan polisi meminta untuk tahu siapa orang dalam kantong jenazah itu. Begitu tahu identitas siapa, Bhanu menangis lega di tempat.
Dari siang hingga malam, Bhanu terus mencari Khirani. Ia menyusuri jalan, mendatangi indekos lama Khirani, di gedung bekas kantor ayah Khirani sampai ke rumah sakit. Bhanu tidak menyerah, ia terus mencari Khirani sampai akhirnya bertemu secara tak sengaja di halte bus.
"Bhanu?" panggil Aminah saat Bhanu mau keluar dari pintu rumahnya.
"Iya, Bu?" Bhanu membalikkan badan, urung pergi.
Aminah mendekat dan menyentuh pundak Bhanu, "Terima kasih sudah menemukannya, ya, Nu." Aminah menggigit bibir menahan tangis, "Khirani sudah seperti anak saya sendiri. Saya nggak tahu kalau nggak ada kamu, terima kasih sudah berusaha mencarinya. Terima kasih sudah membawanya pulang dengan selamat."
Bhanu mengulas senyum sembari mengangguk.
"Ya, sudah kamu pulang, ya, istirahatlah." Aminah menepuk kecil pundak Bhanu, "Sekali lagi, terima kasih."
"Saya pamit, assalamualaikum..."
"Walaikumussalam, hati-hati, ya. Nanti kalau ada apa-apa, saya hubungi."
Bhanu berjalan keluar, masuk ke dalam mobil dan tak lama ia meninggalkan halaman rumah Aminah.
Ia baru mengetahui kasus Garu saat Aminah mengirimi sebuah artikel begitu Bhanu tiba di rumahnya. Garu dengan sengaja menghilangkan nyawa ayahnya sendiri dengan stik golf, kini pemuda itu berada di kantor polisi untuk menjalani pemeriksaan. Ada tetangga yang melapor sesaat setelah Garu keluar dari tempat usaha ayahnya, tetangga tersebut menemukan ayah Garu terkapar tewas dengan kepala hancur.
"Garu..." desis Bhanu sambil memandangi langit gelap di gazebo lantai dua rumahnya. "Dia debtcolector yang sering nyiksa Khirani, dia juga pernah dekat dengan Khirani, dia bantu Khirani ketemu ibunya."
Bhanu membuang napas panjang, "Dia cinta pertama Khirani."
"Mas!"
Panggilan Binna mengalihkan pusat pikiran Bhanu tentang Garu, pria itu menarik dirinya untuk duduk. Adiknya itu pasti akan mengomel karena kejadian tadi di TKP.
"Ngapain, sih, nerobos garis polisi? Nih, ada yang videoin Mas Nu, tahu! Iiih!" Binna memperlihatkan video di salah satu platform kepada Bhanu, video itu memperlihatkan Bhanu yang menerobos garis polisi dan bertengkar dengan salah satu polisi.
Bhanu hanya mengangguk-angguk.
"Apa itu tadi?"
"Apanya?"
"Respons apa itu tadi?!" protes Binna, "Kamu belum puas dibully gara-gara kasus Elmanik, sekarang bikin kasus lagi. Mas Nu kalau jadi idol Korea udah di-blacklist, tahu!"
"Untung kita tinggal di Indonesia, yang bikin sensasi makin eksis," seloroh Bhanu.
"Haish!" Binna memukul bahu kakaknya, "Mas Nu lupa mau ada acara IKAPI Awards? Buku Mas Nu jadi nominasi! Kalau nggak menang gimana?"
"Ya, nggak gimana-gimana. Menang penghargaan mah bonus, karya Mas bisa dinikmati banyak orang itu yang penting." Bhanu menaik-turunkan alisnya.
Sementara Binna mendengus kesal, menatap tajam ke arah kakaknya yang tanpa merasa berdosa sudah membuat kolom komentar Instagram adiknya itu banjir komentar hujatan. Binna tidak habis pikir jalan pikiran kakaknya sendiri, kadang bisa dibanggakan, kadang pula menjengkelkan. Bhanu berbuat sesuatu tanpa memikirkan dampak pada karirnya, Bhanu lupa kalau dirinya adalah selebwriter, penulis yang dikenal banyak orang.
"Besok Mas bikin klarifikasi dan permintaan maaf. Udah tenang aja."
Binna membuang napas panjang dengan kasar, wajahnya yang jengkel masih belum sepenuhnya luntur. Namun, ucapan Bhanu barusan sedikit membuatnya tenang.
"Lagian ada apa sih, kok, maksa masuk ke lokasi pembunuhan? Oh, ya, tersangkanya katanya anaknya sendiri. Gile banget bunuh ayah kandungnya sendiri pakai stik golf, mukanya ancur... hiih, ngeri. Udah akhir zaman, banyak kejahatan yang nggak masuk akal," oceh Binna.
Bhanu tidak lantas menjawab, pria itu menyesap kopinya yang sudah mendingin. Binna menunggu kalimat kakaknya dengan wajah tidak sabar.
"Mas pikir... itu Khirani," kata Bhanu sembari mengingat betapa dirinya ketakutan jika benar jasad yang dibawa itu adalah jasad kekasihnya. Bhanu tidak bisa membayangkan bagaimana jika ia benar-benar kehilangan Khirani. Ah, membayangkan saja Bhanu tidak berani saking takutnya.
"Hah? Kok, bisa?"
Bhanu menoleh ke Binna, "Orang yang dibunuh itu renternir, keluarga renternir itu punya sejarah panjang sama Khirani. Anak yang ngebunuh itu teman sekelas Khirani. Mereka saling mengenal. Tadi siang, Khirani tiba-tiba diajak pergi dia, Mas panik karena nggak bisa ngejar mereka. Mas nyari tempat usaha keluarganya dan baru tahu kalau ada kejadian di situ. Mas pikir ... Khirani yang jadi korban."
"Terus gimana sekarang Kak Khi?" Mimik Binna mendadak khawatir.
"Aman." Pandangan Bhanu beralih pada kopi di tangannya, "Alhamdulillah, aman."
"Syukurlah..." Binna menghela napas lega.
Sorot mata Bhanu menerawang pada pekat kopi yang panasnya telah menghilang. Menyesali dirinya sendiri karena tidak becus menjaga Khirani, seharusnya Bhanu mengejarnya lebih cepat, seharusnya Bhanu mencari cara untuk tetap mengejar mereka. Sayangnya, Bhanu mengakui dirinya tidak bisa berpikir dengan cepat, ia menyadari dirinya terlalu lengah.
***
Pagi itu dilewatkan tanpa menyarap, Bhanu membawa Khirani ke tempat yang ingin dikunjungi gadis itu. Rumah sakit. Khirani ingin menemui adiknya.
Khirani lama berada di ruangan Diandra, masih dengan bising bertalu monitor penunjang hidup adiknya. Ia menceritakan semua yang terjadi, menceritakan bahwa ayah mereka tidak bersalah. Memberitahu soal ibunya yang sedang memperjuangkan keadilan. Meminta Diandra untuk membuka mata dan kembali berjuang bersama.
Bhanu berdiri di depan pintu perawatan, mendengar isak tangis Khirani yang samar terdengar dari luar. Kekasihnya itu belum banyak menceritakan apa yang kemarin terjadi, belum terlalu terbuka dengan fakta yang ia ketahui di pertemuan singkat dengan ibunya.
Bhanu tidak tahu harus berbuat apa selain menuruti apa pun keinginan Khirani, tanpa alasan.
"Udah?"
Khirani menutup pintu ruang perawatan Diandra perlahan, kemudian menoleh ke Bhanu dan mengangguk. Matanya tampak sembab, menggantung mendung yang siap menumpahkan airnya kapan saja. Sejengkal Khirani mendekat ke Bhanu, menelusupkan dua tangannya di pinggang pria itu. Kemudian merebahkan kepalanya di dada Bhanu.
"Boleh begini bentar aja?"
"Iya, Sayang," ucap Bhanu sambil melingkarkan tangan di punggung Khirani.
Di lorong yang sepi dan dingin itu sejenak Khirani melepaskan beban dalam pelukan Bhanu. Aroma tubuh pria itu mengalihkan kesedihan yang mengendap. Khirani menemukan tempat pulang yang nyaman dan membuatnya aman. Riuh di kepala sementara hening, hanya terdengar embusan napas dan degub jantung Bhanu, begitu tenang, begitu nyaman. Bagai puzzle yang lengkap, Khirani merasa lengkap dalam dekapan Bhanu.
Roda mobil Bhanu berhenti di sebuah tempat makan. Mereka turun dan memesan menu sarapan. Khirani menolak, tetapi Bhanu berhasil memaksanya. Mau sesakit apa pun hati, jangan pernah menyiksa perut, begitu katanya.
"Kamu pernah baca novelku yang judulnya A Far Away Love?"
Sambil mengunyah makanannya, Khirani mengangguk. Novel itu bergenre romance fantasy, penjualannya begitu meledak karena novel fantasy pertama Bhanu. Berbeda dengan novel-novel Bhanu sebelumnya, karena itu banyak pembaca yang penasaran.
Mengusung tema petualangan kehidupan antar galaksi yang terjadi ribuan tahun di masa depan. Kecanggihan dan kemodernsasian ditulis Bhanu dengan epic seolah Bhanu benar-benar bisa melihat masa depan. Ilmu ilmiah pergalaksian ditulis rinci sangat detail. Novel itu mengisahkan dua pasangan beda galaksi yang saling jatuh cinta melalui komunikasi sinyal antar galaksi. Berjalan bertahun-tahun hingga mereka dewasa, di masa dewasa mereka dipertemukan dalam perang antar galaksi.
"Ending novel itu terinpirasi dari nyamuk yang masuk ke hidungku," ungkap Bhanu sambil mengunyah kerupuk.
Untung kunyahan makanan di mulut Khirani sudah ditelan, jika tidak bisa jadi makanan itu akan menyembur bebas ke wajah Bhanu. Khirani memejam sambil menggigit bibirnya, menahan tawa.
Novel itu berakhir menggantung, Putri Tiar dari Galaksi Andromeda tersedot Black Hole saat perang berlangsung. Pangeran Aran, kekasihnya dari Galaksi Bima Sakti menghabiskan bertahun-tahun untuk mencari sang kekasih yang terlempar entah ke bintang mana. Hingga kalimat terakhir dari novel itu tidak menjelaskan Putri Tiar berada di mana, hanya gemerlap salah satu bintang memberi sinyal kemungkinan Putri Tiar berada. Sebelum kata tamat, Pangeran Aran menghidupkan kapsulnya untuk menuju bintang tersebut.
"Menghilangnya Pangeran Alde, adiknya Pangeran Aran yang kecil terinspirasi dari boneka Noni yang nggak sengaja ikut masuk ke kardus donasi."
Khirani menunduk menyembunyikan air mukanya yang memerah menahan tawa. Padahal dalam novel, menghilangnya Pangeran Alde sangat dramatis di mana ketidaksengajaan Pangeran Aran memasukkan adiknya ke dalam kapsul saat perang baru dimulai, kapsul khusus yang digunakan untuk ke Galaksi Pembuangan, di mana strata terendah dalam galaksi yang berisi gelandangan, pembuangan sampah, dan bangkai-bangkai kapal.
"Pertengkaran Putri Yodha dan Putri Tiar terinspirasi dari Binna dan Nana yang bertengkar gara-gara berebut remot. Binna ngelempar donat kena Noni, Noni nggak terima dia ngelempar donatnya tapi kena Nana. Nana nggak terima, mereka jadinya lempar-lemparan donat dan berakhir di-strap sama ibu."
Khirani meletakkan sendok di atas piring, menangkupkan telapak tangannya ke wajah. Pasalnya pertengkaran Putri Yodha dan Putri Tiar dalam novel saling beradu peluru yang mengakibatkan gempar Galaksi Andromeda, tiga hari Galaksi dalam keadaan gelap akibat pertengkaran adik kakak itu.
"Ada lagi!" tambah Bhanu.
"Cukup," sela Khirani tidak kuat menahan tawa.
"Kematian Raja Arthur ayahnya Pangeran Aran terinspirasi dari cicak yang kejepit pintu kamar mandi."
Tak tahan, akhirnya gelak Khirani terlepas.
"Mas Nu!" protes Khirani sambil menyapu bulir air yang mencuat karena tawanya. Khirani melempar kerupuk dan masuk ke gelas teh milik Bhanu, kerupuk itu langsung dilahapnya meski setengah basah rasa teh.
Tawa Khirani kian meledak.
Terbit senyum lega di bibir Bhanu, usahanya untuk mengusir mendung yang menggelayut di mata Khirani akhirnya berhasil. Tercipta pelangi dalam binar sorot gadis itu, menghangatkan kembali sisinya yang sempat mendingin. Hal buruk yang mengguncang jiwanya kemarin seolah tak pernah terjadi.
"Mau tahu sumber inspirasi novelku yang lain?"
"Nggak, nggak, nggak mauuu!"
Membuyarkan visualisasi cerita saja! batin Khirani.
***
Ngerasa part ini pendek dan ingin baca lebih banyak?
Ada spesial extrapart untuk bab ini, perpisahan Khirani dengan Garu yang akan pergi ke Korea di Karya Karsa. Kalian bisa beli dengan harga 1000 rupiah, pakai voucher khinuseribu
username KK : dianafebi
Alasan kenapa ada extrapart berbayar? Cerita ini tidak diterbitkan, ya. Akan ditulis hingga ending, tetapi extrapart ending akan berbayar nantinya di Karya Karsa. Meskipun nggak beli dan baca di KK juga nggak apa-apa, kok. Akan tetap nyambung. Tapi jika kalian beli dan baca, aku akan sangat senang atas dukungannya.
Sampai jumpa di part selanjutnya.
Spam next!
Byebye
With Love, Diana Febi.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro