bagian 27.
by sirhayani
part of zhkansas
...
Clara tidak bisa tidur nyenyak meski berusaha keras untuk melakukan itu. Ponselnya juga terus berdering sampai dia sengaja mematikan ponselnya karena dia tahu sudah tak terhitung berapa puluh kali Arjuna menghubunginya.
Pilihan terakhir yang akan Clara lakukan selarut ini adalah keluar dari kamar dan membawa laptop untuk streaming film komedi berharap dengan begitu dia bisa melupakan masalah percintaannya. Dia cukup lama di sana sebelum menyadari ada gerak-gerik seseorang di luar rumahnya. Cahaya dari ponsel terlihat dari kaca jendela yang tertutupi gorden.
Clara refleks berdiri dan berlari membuka pintu. Saat melihat cahaya ponsel itu, seseorang tiba-tiba muncul di benaknya. Instingnya benar. Ini pun bukan halusinasi. Arjuna berdiri di luar dengan senyuman putus asa.
"Hai. Gue kira lo nggak bakalan keluar," kata Arjuna pelan.
Clara melihat sekitar Arjuna dan tidak ada siapa-siapa selain cowok itu. "Lo ... ngapain ke sini?"
"Mau ngelurusin hubungan kita." Arjuna berjalan tertatih ketika mendekat.
Clara khawatir. Arjuna terlihat jauh lebih parah dari terakhir kali dia lihat. Namun, Clara tidak ingin terlalu memperlihatkan kepeduliannya karena terlanjur kecewa.
"Gue nggak mau putus," kata Arjuna saat jarak mereka sudah sangat dekat.
Clara memalingkan wajah sambil tersenyum pedih. "Gue masih ingat sama kata-kata sampai ngebuat gue sakit hati. Sekarang tengah malam gini lo datang cuma untuk bilang nggak mau putus?"
"Gue terlalu cepat ngambil keputusan, Clar." Arjuna menghela napas panjang. Terpaksa dia berbohong lagi. "Itu karena ... karena gue khawatir lo akan semakin dapat banyak masalah kalau deket gue. Gue sengaja ngebuat lo sakit hati supaya semuanya cepat dan ternyata itu bukan jalan keluarnya. Gue ngambil keputusan saat gue nggak bisa berpikir jernih. Terlebih lagi gue nggak bisa putus. Gue nggak mau."
Baru kali ini Clara mendengar Arjuna bicara panjang lebar. Arjuna tampak sekali tak tenang. Dia bicara menggebu dan mendesak diri sendiri untuk terus bicara.
"Gue juga nggak mau putus," bisik Clara kepada dirinya sendiri. Tak berniat untuk memperdengarkan ucapannya kepada Arjuna, tetapi Arjuna mendengar itu sampai Arjuna tersenyum bahagia.
Clara tanpa sadar ikut menyunggingkan senyum tipis ketika melihat raut wajah yang selama ini tersenyum kini tersenyum dengan sangat tulus.
Mata Arjuna berkaca-kaca. Arjuna tak menyangka akan secepat ini menyelesaikan masalah yang telah dibuat oleh Tigris.
"Sekarang kita balikan, kan?" tanya Clara harap-harap cemas.
Arjuna berjalan mendekat, lalu dia terjatuh begitu saja.
"Arjuna!" teriak Clara panik melihat Arjuna pingsan.
***
Tak ada yang tahu bahwa Arjuna masuk rumah sakit selain Nata dan orangtua Clara. Kedua orangtua Clara yang membantu Clara membawa Arjuna sampai ke rumah sakit ini saat tengah malam. Sementara Nata datang subuh sekali karena baru melihat pesan dan panggilan tak terjawab dari Clara saat dia baru bangun tidur.
Clara tidak menemani Arjuna karena permintaan Nata yang mendesaknya untuk tetap ke sekolah. Sementara Nata ikut tidak masuk dan menitipkan surat sakit yang Nata buat sendiri kepada Clara yang entah diterima atau tidak. Mereka harus merahasiakan kenyataan bahwa Arjuna masuk rumah sakit karena berkelahi.
Ada yang membuat Clara penasaran karena sesuatu yang disembunyikan oleh Nata. Clara buru-buru pulang saat bel berbunyi dan saat ini dia berada di samping Arjuna, menggenggam tangannya yang lemah.
Arjuna merasakan genggaman itu dan senyuman Clara yang pertama kali dia lihat saat dia membuka kelopak mata.
"Maaf," kata Arjuna langsung. Clara memandangnya bingung. "Karena ngerepotin lo dan orangtua lo semalam."
Clara mendengkus. "Sesama manusia memang harus saling tolong menolong, kan?"
Arjuna menghela napas panjang saat mengalihkan perhatian ke arah lain.
"Kenapa orangtua lo nggak boleh tahu soal ini?" tanya Clara hati-hati. Dia berdeham saat Arjuna hanya memandangnya tanpa ekspresi sama sekali. Clara tetap melanjutkan apa yang mengganggunya. "Soalnya Nata sampai nggak mau guru tahu kalau lo masuk rumah sakit. Nata nggak mau guru nelepon orangtua lo. Kenapa?"
Clara mencoba tersenyum karena respons Arjuna yang hanya diam. "Ngomong-ngomong, gue baru sadar lo bisa berantem kayak kemarin," kata Clara, mencoba untuk mengalihkan obrolan mereka ke pembahasan lain.
"Ya...." Arjuna berhenti sejenak untuk mencari alasan yang tidak mencurigakan. Dia akan bingung di situasi seperti ini dan satu-satunya jalan adalah mencari alasan yang umum. "Itu insting manusia untuk ngelindungi diri sendiri."
Clara tersenyum lagi. Dia tak akan lagi membahas orangtua Arjuna di depan cowok itu. Clara berpikir mungkin Arjuna belum bisa terbuka lebih jauh lagi dan Clara mencoba untuk mengerti.
"Clar," panggil Arjuna.
"Hem?"
"Tadinya gue mikir buat kita sering-sering bareng aja di sekolah. Kayak pasangan lain." Arjuna memandang Clara dengan sorot putus asa. Ini adalah pilihan terakhir. Dia ingin Clara terlihat tidak akrab dengannya di mata orang lain terutama untuk menghindari kemungkinan terburuk karena ulah Tigris, tetapi dia juga tidak ingin memutuskan hubungannya dengan Clara secepat ini.
Hanya satu yang bisa Arjuna lakukan.
"Terus? Gue masih nunggu lo mau ngomong apa," kata Clara.
"Kayaknya kita harus kembali nggak perlu akrab di sekolah."
Clara menunduk kecewa. "Karena?"
"Begitu pun di luar sekolah."
Clara menatap Arjuna sambil mengernyitkan dahinya dalam saking herannya. "Di luar sekolah juga?"
"Demi kebaikan lo, Clar. Gue nggak mau lo kenapa-napa," gumam Arjuna. "Nggak ada yang boleh ada di dekat gue."
"Terus Nata."
"Nata juga harus terlihat jauh. Kalau gue udah keluar dari rumah sakit, gue nggak bisa deket sama siapa pun."
"Segitunya banget?" Clara tak bisa menutup rasa kecewanya.
"Harus kayak gini." Arjuna mencoba tersenyum. "Kita bisa ngobrol lewat telepon atau chat, doang. Nggak perlu saling ketemu. Nggak perlu kelihatan dekat. Anggap aja kita lagi LDR. Gue harap lo bisa nerima ini. Gue nggak mau putus, tapi kalau lo nggak tahan dengan cara kita pacaran, lo bisa mutusin gue."
Clara menggeleng-geleng tak terima. "Nggak akan," katanya sambil menggenggam tangan Arjuna.
Bagi Clara, memiliki hubungan spesial dengan seseorang yang dia sukai adalah sesuatu yang cukup untuk membuatnya senang. Meskipun Clara sejujurnya tak bisa menerima ini, tetapi satu hal yang Clara tak ingin terjadi yaitu putus.
"Gue nggak banyak berharap apa-apa. Asal kita nggak selamanya pacaran kayak gini, kan?" tanya Clara khawatir.
Arjuna menggeleng dan tersenyum palsu.
Arjuna memang tidak ingin putus, tetapi dia akan mengikuti alur waktu kehidupannya.
Mereka yang tidak berhadapan selama waktu yang lama akan memudarkan perasaan mereka satu sama lain.
Arjuna hanya memikirkan satu-satunya hal yang kemungkinan besar membuat baik perasaannya maupun Clara berubah adalah jarak.
Tinggal menunggu perasaan siapa yang akan lebih dulu pudar; dirinya atau Clara. Arjuna berharap perasaan Clara yang lebih dulu pudar agar Clara tak perlu merasakan sakit hati saat hubungan mereka berakhir.
***
Nata membuka pintu ruangan Arjuna dengan kesal. Dia menutup pintu dan hampir membantingnya karena emosi. Dipandanginya temannya yang sedang duduk di tepi tempat tidur.
"Gue udah denger semuanya dari Clara!" teriak Nata menggebu. "Bodo amat lo lagi butuh istirahat sekarang. Ini jauh lebih penting!
"Gini, ya! Kan bisa tuh gimana caranya supaya si biang kerok nggak muncul-muncul lagi. Gue heran sama lo. Kenapa lo mertahanin dia dan ngelerain Clara buat jauh-jauh dari? Gue nggak ngerti. Gue nggak paham. Sumpah.
"Gini, Bro. Cara lo macarin Clara itu salah besar aseli. Cinta itu datang karena terbiasa bersama. Kalau lo dan Clara nggak terbiasa bareng, lama-lama perasaan Clara ke elo bisa-bisa bakalan hilang. Hilang! Ngerti hilang, kan?
"Gue juga gedek sama anak anjing itu! Ah, nggak anak anjing jauh lebih imut buat disamain sama si berengsek. Dia itu refleksi dari reflessia arlondi bener nggak namanya? Busuk! Dia bunga bangkai! Ah, nggak-nggak! Dia itu sampah! Sampah tai ayam!"
"Dia ngerepotin banget, ya. Menurut lo, Tigris dibuat mati aja?"
"Kalau dengan ngilangin dia dari pikiran lo itu istilahnya matiin dia, iya buat dia mati! Dia itu suka buat onar! Bikin repot semua orang! lo nggak mikir udah berapa kali dia ngerepotin lo? Hah?"
Akhirnya Nata selesai meluapkan semua emosinya.
Tigris menoleh sambil tersenyum misterius. "Sayangnya, gue nggak mau mati gimana, dong?"
Nata langsung gemetar di tempatnya. Dia mematung ketika Tigris mendekatinya.
"Lo aja yang mati gimana? Mau gue terjunin dari jendela rumah sakit sekarang?" tanya Tigris.
Nata mengangkat dagu untuk menantang setelah membuang jauh-jauh rasa takut yang hanya sebagian kecil menghilang.
"Dorong aja gue dorong! Kalau lo berani!" teriak Nata. Nata membelalak kaget ketika tiba-tiba saja Tigris tertawa kencang sambil menutup wajahnya.
"Gue bercanda, Nat," kata Tigris.
Perasaan Nata campur aduk. Keringat yang mengalir di kulitnya terhenti dan kini tubuhnya terasa dingin karena hawa AC. "Maksud lo? Lo bercanda? Lo Arjuna?"
"Bukan. Gue Tigris. Phantera Tigris yang asli."
***
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro