Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

bagian 16.

by sirhayani

part of zhkansas

...

Tigris datang lebih cepat dari bagaimana Arjuna datang biasanya, pelajaran pertama masih lama, dan karena itu juga siswa-siswi lain yang penasaran dengan kehadiran Arjuna mendapatkan banyak waktu untuk melihat langsung. Sebagian memang hanya melihat lewat foto yang dikirim oleh beberapa siswi tentang perubahaan Arjuna yang drastis.

Tigris tak luput dari anggapan beberapa siswa-siswi bahwa Tigris sedang mencari perhatian. Meski begitu, lebih banyak yang tak peduli dengan perubahannya yang ke arah negatif. Mereka sengaja lewat di depan kelas XI IPA 1 hanya untuk mencuri pandang ke dalam kelas yang ternyata tak sepi untuk memastikan yang sebenarnya terjadi.

Clara sampai kesal. Pacarnya menjadi perhatian semua cewek dengan terang-terangan dibanding dulu. Clara hanya bisa berada di luar kelasnya sambil melihat koridor kelas XI IPA 1 yang lebih ramai dibanding koridor-koridor lain.

Mereka lebih fokus kepada perubahan seorang Arjuna dibanding fakta bahwa Clara dan Arjuna datang bersama ke sekolah.

"Pada lebay banget, sih. Kayak nggak pernah lihat cowok ganteng aja," gumam Clara, bersedekap sambil bersandar di dinding koridor dan memainkan sepatunya di lantai.

"Segala yang nggak kayak biasanya itu memang gampang menarik perhatian banget, Clar." Anggi berjinjit, lalu meringis melihat sebuah geng yang mencari perhatian di luar kelas. "Bener gitu ya yang baik sukanya yang baik, yang barbar sukanya yang barbar. Arjuna versi goodboy lebih banyak disukai cewek-cewek kalem yang suka diam-diam. Kalau yang sekarang cewek-cewek agresif banyak banget yang kepancing. Hei, coba lo jelasin ke gue, kok bisa sih Arjuna datang separah ini? Mana kacamatanya? Mana dasinya? Kenapa jadi kayak preman sekolah?"

"Haduh mana gue tahu...." Clara gelisah. Itu juga yang belum bisa dia pecahkan sejak pertama melihat cowok itu menjemputnya. Tak mungkin seorang Arjuna berubah sedrastis itu.

Akan tetapi, mengingat percakapan mereka semalam, Clara jadi sadar bahwa memang tak banyak yang bisa dia ketahui dari Arjuna. Dia yang merupakan pacar Arjuna, yang seharusnya menjadi salah satu orang pertama yang tahu segala hal tentangnya, justru tak bisa mengetahui banyak hal.

Clara menghela napas panjang, lalu berdecak melihat geng cewek populer masih anteng dan tertawa-tawa di depan kelas Arjuna membicarakan hal yang tidak penting. "Bisa nggak sih mereka pergi? Pada genit banget lagi. Kesel banget gue."

"Hajar, Clar! Hajar!" seru Anggi sambil mengangkat kepalan tangannya.

Clara juga populer. Bukan hanya kepintaran, tetapi karena kecantikannya. Clara pernah didatangi oleh salah satu geng populer sekolah. Pernah juga diajak masuk ke ekskul cheerleader yang merupakan ekskul hits para siswi di STARA, tetapi Clara tak minat dan juga tak pandai bersorak. Dia pun lebih senang memiliki sedikit teman.

Kata orang-orang yang pertama kali melihat Clara, Clara tidak seperti anak seorang satpam dan ibu kantin sekolah di SMA Cendei D'Graham. Wajah Clara seperti anak dari seorang pengusaha kaya dan sosialita, kata mereka.

Clara sampai bingung bagaimana orang-orang menyimpulkan semua itu hanya dengan melihat fisik?

"Makin kesel aja," kata Clara sembari menggoyangkan kaki saking geregetnya melihat sekumpulan cewek-cewek pencari perhatian tak mau pergi.

Anggi membelalak. Ditepuknya bahu Clara panik. "Clar! Clar! Kak Tomi datang!"

Tomi dengan satu orang temannya tiba-tiba muncul di koridor kelas XI. Dengan tingkah songongnya, dia berhasil menyingkirkan beberapa orang yang menghalau jalannya.

Di dalam kelas XI IPA 1, Nata sudah seperti seorang bodyguard Tigris. Siswa-siswa yang berusaha menghampiri Tigris hanya karena ingin mengomentari perubahan penampilannya selalu dihalau oleh Nata dan memukul kepala mereka dengan gulungan buku.

Sementara para siswi beberapa kali memanggil nama Arjuna, ada yang berniat menggoda ada juga yang hanya bercanda, membuat Nata sampai mumet sendiri.

Tigris menyuruh Nata melarang mereka ribut. Cowok itu mengangkat buku catatan Nata tepat di hadapan wajahnya, ingin mempelajari pelajaran terakhir. Semuanya tak masuk ke otak. Selain karena kelas itu berisik, tulisan Nata seperti cakar ayam.

"Lo nulis sambil tidur, ya?" tanya Tigris.

"Haha." Nata mengayunkan tangannya sambil tertawa. "Tahu aja lo," gumamnya.

Tomi masuk sambil menendang pintu kelas, membuat suasana yang tadi berisik karena candaan beberapa cowok langsung hening. Cewek-cewek menyingkir ke bangku masing-masing. Para cowok pura-pura melakukan aktivitas lain. Sesekali mereka melirik ke arah Tomi yang sedang siap untuk mengangkat bendera perang.

Nata meneguk ludah. "Aduh. Apalagi, dah?" gumamnya, melihat tanda-tanda dari wajah Tomi bahwa seniornya itu sedang ingin mencari masalah.

Nata ingin menghalangi Tomi yang berjalan ke arah Tigris, tetapi Nata mengurungkan niat. Dia tersenyum smirk. "Hehe. Cari gara-gara dia. Mampus lo ntar!" katanya sangat pelan.

Tomi berhenti di dekat meja Tigris. Dia menggaruk ujung hidungnya, tertawa sambil memandang perubahan cara berpakain orang yang sama dikenalnya sebelumnya.

Melihat cara duduk Tigris yang kakinya ada di atas meja membuat Tomi mendengkus.

"Nyali lo gede juga, ya. Si culun kutu buku ke mana, huh?" tanya Tomi dengan wajah songong. "Dibanding itu gue lebih marah lo berani banget jalan berdua bareng Clara. Gue kasih tahu ya dari sekarang, kalau sekali lagi lo deketin Clara gue­—"

"Bakalan apa?" tanya Tigris, memotong pembicaraan Tomi.

"Alah baru menang sekali aja belagu lo!" seru Tomi tidak santai. Ditendangnya beberapa kali meja Tigris tanpa berani melangkah lebih dekat.

Nata duduk di atas meja siswa lain bersiap-siap untuk menyaksikan pertengkaran ronde kedua setelah Senin itu. Saat Tigris berdiri dari bangku, Tomi mundur pelan. Raut wajahnya tergambar sedikit ketakutan.

Bu Dewi yang merupakan guru BK tiba-tiba muncul di ambang pintu, menghentikan gerak semuanya. Nata langsung turun dari meja dengan panik.

"Arjuna?" panggil Bu Dewi sambil memandang Tigris takjub. "Ikut Ibu sebentar, ya."

Tigris memandng Tomi dengan tatapan, 'Urusan kita belum selesai.' Cowok itu melewati Tomi dan memberikan sebuah tinju diam-diam di perut.

Tomi membungkuk kesakitan. Nata diam-diam tertawa. Saat Tomi menangkap basah Nata menertawainya, Nata langsung berlari mengejar Tigris.

***

Segala ceramah yang Bu Dewi ungkapkan lewat cara seperti seorang Ibu yang menasehati anaknya, Tigris menangkap satu hal bahwa sekolah ini adalah tempat penuh aturan.

Bu Dewi tidak menyangka seorang Arjuna tiba-tiba datang dengan cara berpakaian yang sekarang dilihatnya. Sangat bertolak belakang dengan sosok Arjuna yang dikenal sangat teladan sejak resmi menjadi siswa SMA Tabula Rasa.

Bu Dewi sampai mengira bahwa ada masalah keluarga yang membuat Tigris berubah sedrastis ini. Meski berpikir demikian, Bu Dewi tidak bertanya langsung. Perempuan yang berumur 30 tahunan itu hanya bertanya-tanya beberapa hal yang menurutnya tidak akan menyinggung.

Tigris hanya mengangguk-angguk atau menggeleng ketika merespons Bu Dewi. Setelah urusannya selesai, dia keluar dari ruangan itu dan menemukan Clara dan Nata tengah menunggunya di luar.

"Bu Dewi bilang apa?" tanya Clara khawatir yang tak langsung dijawab oleh Tigris.

Nata menunjuk-nunjuk jam tangannya. "Ini udah pelajaran pertama. Gue bela-belain ke sini. Jadi buruan Bu Dewi ngomong apa?"

Clara mengangguk setuju.

"Harus rapi. Harus pakai dasi," kata Tigris. "Kalau enggak, disuruh pulang."

"Ya udah. Buruan sana beli di koperasi!" seru Nata menggebu. "Lo kan banyak duit!"

Tigris mendengkus. Dia berjalan meninggalkan dua orang itu. "Sepertinya selama ini lo jadi tukang peras duit Arjuna, ya. Kelihatan dari muka."

Nata mengejar Tigris. "Lo kalau ngomong jangan seolah-olah bukan Arjuna, dong!" serunya pelan.

Tigris berhenti melangkah. "Emang kenapa?"

"Ya, gue belum tahu. Intinya gue harus ketemu Arjuna dulu sebelum lo seenaknya. Lihat, tuh." Nata menunjuk Clara dengan dagunya. Clara masih di tempat tadi dan memperhatikan Nata dan Tigris dengan bingung. "Ada Clara! Dan kalau lo mau ngebiarin Arjuna dicap buruk sama guru-guru, mending jangan."

Nata membuka dasinya dan memberikannya kepada Tigris. "Pasang semua kancing baju lo dan pakai dasi ini sebelum masuk kelas."

Nata berjalan mundur. "Awas aja lo!" teriaknya gemetaran. Dia masih sadar seberapa brutal orang yang dia hadapi saat ini.

Tigris melihat dasi di tangannya, lalu melihat kembali Nata yang berlari menjauh. Nata rela tidak memakai dasi agar Arjuna tidak dipandang buruk oleh para guru.

"Hh. Setia kawan banget." Tigris memandang dasi milik Nata. Awalnya dia ingin membuang dasi itu, tetapi tak jadi. Dia mengancing bajunya. Mau tak mau Tigris memakai dasi itu asal-asalan.

Lebih tepatnya, Tigris mengikat dasi itu di kerah kemeja menggunakan simpul mati.

"Arjuna!" panggil Clara sambil berlari kecil.

Langkah Tigris terhenti. Cowok itu berbalik dan berdecak melihat Clara tersenyum kepadanya.

"Lo kenapa tiba-tiba lupa cara pakai dasi, sih?" tanya Clara heran saat melihat dasi Tigris yang sangat menarik perhatian. Dia tak tenang melihat dasi Tigris terikat simpul mati. "Sini gue bantuin."

Tigris mundur ketika Clara membuka ikatan dasinya yang cukup kuat. Setelah berhasil membuka ikatan dasi itu, Clara memakaikan dasi Tigris dengan benar. Dasi itu jadi kusut karena simpul tadi. Clara mengusap dasi itu sampai Tigris mengernyit.

Ini tak biasa. Rasanya aneh. Punya pacar itu aneh.

Rasanya Tigris ingin bicara di depan wajah Clara, 'Bisa berhenti senyum nggak?' tapi dia urungkan. Tigris tidak suka melihat orang asing tersenyum kepadanya.

"Clara!" teriak Anggi yang tiba-tiba muncul di ujung koridor. "Gue cariin dari tadi! Lo simpen di mana buku gue yang kemarin!"

"Haaa? Bentar!" seru Clara. Dipandanginya Tigris sambil tersenyum, lalu dia melambaikan tangan. "Gue pergi dulu, ya!" serunya sambil berlari kecil menghampiri Anggi.

Tigris mulai berpikir kehadiran Clara di sisi mereka hanya akan menghambat rutinitas Tigris. Kehadiran seorang pacar tidak akan membuatnya leluasa menggunakan tubuh ini.

Bukankah kehadiran Clara artinya dia juga akan membagi waktu untuk bersama Clara? Kapan Tigris bisa bersenang-senang?

Membagi waktu antara dirinya dengan orang lain di tubuh ini sudah sangat menyebalkan.

Kehadiran Clara sebagai pacar Arjuna bertambah menyebalkan.

"Dasar pengganggu," gumam Tigris memandang tak suka Clara yang menoleh kepadanya sambil tersenyum.

Lagi-lagi tersenyum. Tigris tidak suka senyum itu.

Sepertinya, dia tak perlu mengulur waktu lagi untuk membuat Clara menjauh dari mereka.

Arjuna dan Clara harus putus dengan cara Tigris sendiri.

***


 

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro