Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

bagian 11.

by sirhayani

part of zhkansas

...

"Lama amat." Kafi berbaring di sofa memegang stik play station dengan malas bersama Kevin di sampingnya yang ikut bermain bersama. Seperangat PS4 dan sebuah televisi yang disumbangkan Victor dijadikan sebagai permainan penghilang penat.

Kevin dan Kafi, mereka benar-benar terima beres. Padahal Kafi adalah orang pertama paling berpengaruh yang berada di balik ide-ide gila ini. Tampak wajah penyesalan di raut wajah Kafi karena memutuskan untuk mundur pada rencana itulah yang membuatnya sangat antusias di awal.

Tiba-tiba Kafi membanting stik play station itu ke sofa, mengejutkan Kevin yang sejak tadi serius bermain.

"Kenapa lo?" tanya Kevin heran. "Ah, elah. Nggak seru lo dari tadi nggak semangat. Padahal gue udah hampir menang!"

Kafi mengambil remote dan mengganti saluran ke televisi tanpa peduli dengan Kevin. Program berita muncul dan memberitakan tentang kasus pencurian.

"Maling, yuk!" ajak Kafi dengan senyum senang.

Kevin menatapnya horor. "Gila lo?"

Kafi tertawa dan berdiri ke pembatas lantai dua. Dilihatnya motor Kevin yang terparkir manis agak jauh dari garasi dalam rumah tua itu.

"Jangan-jangan gara-gara lihat berita, njir?" tanya Kevin pelan.

"Nah! Itu lo bisa nebak!" Kafi berbalik dengan senyum cerah. "Maling kecil-kecilan! Gini, Bro, masa sih lo mau santai-santai doang di sini sementara yang lain lagi ngerjain proyek besar dan mengancam masa depan! Kita ke minimaket sepi. Gue ada ide dan lo harus ikut kalau masih setia kawan."

"Setia kawan pala lo!" teriak Kevin saat Kafi berlari menuruni tangga. Kafi tertawa mendengar itu.

"Pertama kita harus beli vinyl. Motor lo harus disembunyiin. Warnanya apa, ya? Hitam!" Kafi menjentikkan jari. "Plat juga. Cepetan beraksi!"

"Gue nggak mau, Njing. Nggak inget amanah Jovan supaya nggak buat masalah? Mau bunuh diri lo, hah?" teriak Kevin dari lantai atas.

Kafi menggaruk-garuk kepala belakangnya sambil menghela napas panjang. "Ya, lo pikir sendiri seberapa pengecutnya gue dan lo yang cuma diem di sini sambil terima beres? Setidaknya lakuin sesuatu, kek. Udah. Percaya aja sama gue. Gue emang takut ikut bareng mereka, tapi soal ide ini enggak sama sekali. Jovan juga pasti seneng kalau kita berhasil."

"Ya, kalau berhasil. Kalau enggak? Giliran lo yang besok diberitain sama pembawa berita tadi, noh." Kevin berdecak kesal. "Sana pergi sendiri."

"Ya udah." Kafi mendongak sambil berteriak. "Gue pergi sendiri. Tapi minjem motor lo, dong."

"Nggak, anyeing!" teriak Kevin.

"Gue nggak mau maling dalam bentuk uang, tapi makanan dan minuman! Kalau berhasil bisa sambil main game mantep, tuh!" teriak Kafi masih berusaha membujuk.

"Sama aja, bloon." Kevin muncul dengan wajah kusut menuruni anak tangga satu per satu dengan lunglai.

Kafi tersenyum semringah. "Ini jawaban lo, huh?"

"Gue gemetaran, setan." Kevin terpaksa ikut. Dia pikir mungkin dengan rencana kecil ini akan meredam sedikit rasa takutnya untuk membangkitkan adrenalin.

Kafi baru saja keluar dari ruang penyimpanan barang dan memutar-mutar sebuah pistol di tangannya. Kevin membelalak kaget. Kafi dengan iseng mengarahkan ujung pistol itu kepada Kevin hingga Kevin reflek mengangkat kedua tangannya. Satu mata Kafi tertutup, bibir tersenyum miring, dan dia seolah-seolah sedang membidik tepat ke jantung Kevin sebagai sasaran empuk.

"Mati gue, woi! Turunin nggak? Turunin! Turunin! Bangsat anj*ng." teriak Kevin ketakutan.

"Ini pistol mainan," jawab Kafi sambil terbahak melihat ekspresi Kevin. Dia meniup ujung pistol mainan itu dan tak lama kemudian mendapatkan tendangan dari Kevin.

***

Pintu minimarket baru saja dibuka oleh seseorang cowok bersweter longgar berwarna merah. Cowok itu adalah Nata. Dia baru saja tiba sendirian tanpa Arjuna yang biasa menemaninya ke mana-mana jika Arjuna tidak sedang sibuk.

Kepala Nata bergerak-gerak megikuti irama sebuah lagu dalam kepalanya. Bibirnya bergerak pelan menyanyikan lagu. "Sambala bala sambalado. Berasa pedas. Berasa panaaas."

Tak lama kemudian dia berhenti bergerak dan bernyanyi. Tiba-tiba cekikian sendiri ketika kasir cantik menatapnya tertawa. Cowok itu langsung sok cool berdiri di etalase pendingin.

Lama dia melihat-lihat berbagai merek minuman dingin sampai akhirnya jatuh pada minuman kemasan hijau bersoda. Dia membuka lemari pendingin itu berat hati sambil mendumel dalam hati.

"Si zombie ke mana lagi dah, pergi nggak bilang-bilang mau ke mana. Ditanya mau ke mana malah dilihatin sinis. Itu orang kenapa, dah? Marah kali, ya, sama gue? Apa gara-gara nasi kuningnya gue habisin tadi pagi? Ah, padahal kayaknya nggak mungkin. Kan dia sendiri yang ngasih."

Nata yang overthinking.

Dia beralih ke rak makanan ringan dan melihat beberapa snack. "Haduh. Kalau ada si Arjuna gue nggak perlu keluar uang, kan, buat beli ginian." Diambilnya satu snack sambil menyengir. "Tapi pengin makan yang gini-gini kayaknya enak di iklannya—"

"ANGKAT TANGAN KALIAN SEMUA ATAU GUE TEMBAK SATU-SATU!" teriakan Kafi yang baru saja memasuki pintu minimarket membuat Nata refleks menunduk dan menaruh tangan di belakang kepala.

"Anying mampus ini gue sial banget!" seru Nata tertahan sekaligus deg-degan sambil jongkok, bersembunyi di tempat yang menurutnya aman.

"MATIIN LAMPUNYA CEPETAN ATAU GUE TEMBAK KALIAN SATU-SATU!" seru Kafi kepada pegawai minimarket.

Nata ingin berdiri mencari saklar lampu saking takutnya dan tiba-tiba Kevin muncul di hadapannya menodongkan sebuah pistol. "Ngapain lo berdiri! Tetep di sana!"

"Aaa—ampun, Bang!" seru Nata gugup. Nata adalah satu-satunya pembeli di sana.

"Jangan ke mana-mana makanya!" teriak Kevin niat ingin menakut-nakuti, tetapi suaranya yang bergetar ketakutan.

"TOLONG!"

Seorang perempuan berteriak dan Kafi menodongkan pistol mainan kepadanya. "JANGAN TERIAK! Jangan ada yang berani teriak! Kalian semua kumpul di depan sini! Vin, cepetan bungkus!" Kafi memelotot kepada seorang pegawai pria yang berusaha memainkan ponsel, terlihat dari cahaya layarnya yang mengambil perhatian Kafi. Itu adalah salah satu alasan Kafi menyuruh mematikan lampu.

"Jangan ada yang bergerak atau gue tembak! Makanya diem, hey, lo yang mojok di sana maju sini!" teriaknya kepada Nata.

Tak ada yang berani bergerak. Nata mendekati kumpulan sandera dengan perlahan dengan cara berjalan jongkok. Dia mengangkat wajahnya memperhatikan wajah pencuri yang tertutupi slayer hitam, hanya memperlihatkan matanya.

"Apa lo lihat-lihat?!" teriak Kafi, membuat Nata terkejut.

"Anying, gue ketiban sial banget ada di situasi gini. Kalau ada Arjuna pasti bisa teratas. Ya, kan. Waktu itu aja dia ngalahin Timo dan temen-temennya sampai babak belur," batin Nata.

"Kenapa muka lo kayak tai?" tanya Kafi mengarahkan pistol kepada Nata.

Nata melotot kaget. Ingin mengamuk, tapi takut.

"Maling bangsat!" teriak Nata dalam hati.

Kevin sejak tadi melakukan aksinya memasukkan makanan dan minuman ke dalam sebuah karung besar. Awalnya tangannya gemetaran. Ini pengalaman pertamanya mencuri, tetapi semakin dikejar waktu cowok itu semakin semangat memasukkan makanan dan minuman hingga karung setinggi lebih dari satu meter itu penuh.

Kevin buru-buru keluar dari toko itu dan menaikkan barang-barang ke atas motor. Tangan Kafi yang tertutupi kaos tangan mengambil tali yang sejak tadi ada dalam jaketnya. Dia melilit semua orang yang ada di sana agar tak mengejarnya saat pergi nanti sambil memberikan ancaman-ancaman.

Kafi menghampiri Kevin dengan buru-buru dan naik ke atas motor. Terakhir yang dia lihat adalah orang-orang di dalam toko itu bekerjasama melepaskan diri dari ikatan tali. Seseorang yang tubuhnya terikat berusaha mengambil ponsel dan menghubungi seseorang.

"Balap!" seru Kafi kepada Kevin. Kevin menaikkan laju motornya. Wajah bertopeng mereka tertutupi oleh helm full face berkaca hitam dan helm itu pun polos berwarna hitam setelah mereka beri stiker vinyl. Motor hitam yang semuanya diberi vinyl beserta platnya.

Mereka memasuki area sepi sebelum lenjutkan perjalanan untuk melepas semua stiker itu. Karung berisi makanan dan minuman mereka masukkan ke dalam beberapa kain berwarna lain. Barang yang mereka gunakan tadi di tubuh mereka ganti dan memasukkannya ke dalam tas yang sejak tadi ada daam bagasi.

Semua selesai. Mereka melanjutkan perjalanan menuju markas.

"Bego! Bego lo!" Kafi terbahak di atas motor, menertawai Kevin yang belum sadar ditertawai. "Lo parah banget gituan doang gemeteran!"

"Ah, bangke lo. Ngajak sesat emak gue tahu berabe."

"Tapi seru, kan?" teriak Kafi.

"Gue nggak mau lagi!"

Jawaban Kevin hanya membuat Kafi tertawa.

Mereka berhasil melakukan tindakan salah yang entah akhirnya akan seperti apa nantinya.

Tiba di markas, Kafi membuka kain yang menutupi semua makanan dan minuman yang tidak sedikit. Kafi menghamparkan semuanya sambil tersenyum bangga.

"Hebat juga lo banyak banget!" serunya.

Kevin yang bersandar di dinding karena lelah memandang Kafi sambil berpikir serius. Ibunya Kevin juga memiliki sebuah toko. Meski toko itu bukan toko makanan, melainkan butik. Kevin baru memikirkan itu.

Kafi terlihat santai dengan semua ini. Dia terlihat senang.

Padahal Kevin tak tahu, dalam hati Kafi ada sebersit rasa bersalah. Semua rasa bersalah itu tertutupi oleh rasa frustrasi hingga membuatnya terlihat seperti memiliki sifat anti sosial.

Kafi tertawa setelah mengempaskan tubuhnya ke atas sofa. "Yang lain pada ngapain, ya, sekarang? Semoga berhasil. Pokoknya harus menang lawan Otomanabu."

Di lain tempat, Nata dan yang lain baru berhasil melepaskan diri setalah dibantu oleh seorang pembeli yang baru datang. Seseorang menelepon polisi agar kasus itu segera dicari tahu pelakunya.

Nata berjalan keluar dari sana agak sedikit kaget dengan yang terjadi. Dia duduk bersandar di tembok sambil menghela napas panjang.

Arjuna

Ke mana sih lo?

Edan

Gue ketemu maling!

Sial banget gue hari ini

Untung pecundang pecundang itu nggak ngambil uang gue

Apalagi motor butut gue haha

Woi napa dah lo gak aktif?

Pulang dong

Jangan bilang lo marah beneran gara-gara nasi kuning lo gue habisin?

Jangan bikin ngakak dong

Masa gara-gara nasi kuning doang

***

Tigris berdiri di dalam sebuah bus sambil berpegangan meski masih ada beberapa kursi bus yang masih kosong. Kacamata minus yang sejak tadi dia pakai membantunya melihat keadaan sekitar dengan lebih jelas.

Dilihatnya jam tangan hitam polos yang menunjukkan waktu yang sama dengan jam tangan 7 D'Graham selain Kevin dan Kafi yang memang tidak berkontribusi dalam rencana ini.

Sebentar lagi.

Mereka berpisah dan di waktu yang telah ditentukan merea akan berkumpul dalam sebuah tempat pada peta area perusahaan milik papa Arjuna yang sudah diberi berbagai tanda.

Mereka naik kendaraan umum terpisah. Saling terhubung lewat kode yang cuma bisa dimengerti oleh mereka. Tanpa saluran radio karena hanya akan mencelakai mereka meski saluran radio apa pun adalah hal termudah.

Victor sedang duduk di halte tak jauh dari perusahaan itu sambil melihat sekitar karena di sana dia akan melihat yang lain dari jauh.

Jovan sedang dalam kereta, berbaur dengan yang lain dan pakaian yang tak mencolok.

Januar sudah yang paling dekat dengan perusahaan dan bersembunyi di tempat yang tak mungkin terlihat oleh orang lain dengan pakaian serba hitam beserta slayer yang menutupi sebagian wajah. Sejak tadi berusaha menerobos sistem keamanan perusahaan.

Bus yang membawa Tigris baru saja berhenti. Kereta yang dinaiki Jovan sebentar lagi tiba. Victor melihat jam tangannya.

Sepuluh menit lagi.

Januar sedikit terlambat dan itu menjadi sedikit masalah.

Waktu semakin menuju tengah malam. Satria dan Reza masih menunggu di tempat mereka menyewa truk pengangkut, menunggu waktu yang telah ditentukan untuk ke lokasi yang tepat. Satria berhasil membuat si penyewa truk percaya dengan SIM palsu yang Satria tunjukan kepadanya beberapa jam lalu.

Semua kejahatan pasti terbongkar dan akan berakhir ke tempat semestinya. Satu hal yang membuat mereka bisa bertahan lama: kelicikan dan kecerdikan.

***


 

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro