Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

13

Visual Elon

😆

 by  sirhayani

part of zhkansas

...

Aku dengan cepat menarik buku dari meja setelah pustakawan mencatat kapan aku harus mengembalikan buku. Aku keluar dari perpustakaan itu dengan wajah tegang. Kupeluk buku itu erat-erat.

Kenapa pikiranku penuh dengan Game Over?

Dag. Dag. Dag.

Suara itu. Jangan-jangan, cowok yang tadi mengikutiku? Kenapa aku suka berpikiran negatif hari ini? Tidak. Cowok itu tidak mengikutiku dan tidak mungkin ada cowok mana pun yang mengikutiku. Aku terus mengendalikan pikiran burukku.

Aku mohon jangan aku targetnya.

Sambil berjalan, aku menoleh sebentar ke belakang dan benar saja! Cowok yang di perpustakaan itu mengikutiku bersama stik permen yang masih ada di bibirnya.

Aku kembali menatap ke depan dengan penuh kekesalan. Aku sudah tidak tahan lagi dan aku memilih berhenti. Aku berbalik menatap cowok itu dengan penuh emosi.

"Lo bisa nggak sih buat nggak ganggu ketentraman orang lain?" Aku mengembuskan napas panjang.

Cowok itu menggaruk-garuk kepalanya. Tampangnya putus asa.

"Ya, maaf. Habisnya, untuk kasus ini gue bingung memulainya dari mana. Kebetulan ngelihat lo di perpus." Suaranya belum memasuki tahap pubertas, sepertinya. Wajahnya saja kelihatan imut.

Dia mengulurkan tangannya ke arahku. "Gue mau kenalan."

Aku langsung mundur. "Nggak."

Cowok itu menarik tanganku dan menjabatnya erat. Aku langsung menepisnya. "Apa-apaan, sih, lo! Nggak sopan, tahu!"

"Ye, galak amat, Buk." Dia mendorong jidatku.

Apa, sih, dia? Baru juga ketemu sudah main sentuh sembarangan!

Tunggu. Tadi dia bilang apa? Untuk kasus ini? Kasus apa? Kenapa ucapannya hampir sama dengan Kak Malvin kemarin? Maksudku, ucapan mereka sama-sama tidak bisa kumengerti.

Apa aku benar-benar target? Aku meremas rambutku dengan panik.

"Lo kenapa, deh?" tanya cowok itu.

Aku berbalik. Pikiranku sudah tidak karuan. Aku ingin segera pergi dari cowok itu. Namun, baru dua langkah, rambutku sudah ditarik oleh cowok di belakangku ini. Kenapa lama-lama dia lebih menyebalkan dari Doni?

Aku menatapnya garang. "Apa, sih!"

"Gue tadi bilang pengin kenalan sama lo. Gimana, sih? Gue Elon. Dari X-5."

Aku menghentak-hentakkan sepatuku di lantai dan tanganku terkepal. "Iiish! GUE NGGAK PEDULIII!"

Elon memutar bola matanya. "Mau gue bocorin satu rahasia ke elo?"

Rahasia? Perasaanku menjadi tidak enak. "Apa?"

"Lo target."

DEG.

"Karena gue juga nggak menginginkan permainan ini, jadi, mari kita kerjasama," kata Elon dengan cengiran lebar di wajahnya.

Aku masih syok. "Ap-apa?"

"Aduh, anak ini." Elon menarik tanganku. Aku mengerjap dan langsung berusaha menarik diri, tetapi cowok ini dengan kuatnya menarikku menjauh dari jangkauan orang-orang. Dia membawaku ke sebuah ruangan kosong.

Aku langsung bergidik ngeri saat memasuki ruangan tanpa jendela dan hanya kegelapan di sana.

"Lo ngapain bawa gue ke sini?"

"Mau ngelakuin yang enggak-enggak sama lo," katanya. Aku langsung melotot. "Canda, doang. Galak banget mukanya."

Aku baru saja akan berbalik, tetapi dia menarik lengan kemeja sekolahku. Membuatku langsung tertarik ke dekatnya. Dia naik ke atas meja dan berjongkok di sana. Sementara aku masih berdiri memandangnya dengan bengis.

"Mari kita lanjutkan pembicaraan tadi," katanya.

Aku meremas rambutku. Ah, kan! Aku benar-benar target. Aku menghela napas panjang. Oke, aku akan mencoba ikut dalam permainan. Satu pemain Game Over yang sudah pasti adalah cowok di depanku dan empat lainnya masih belum jelas. Memangnya aku mau? Ah, membayangkan di kelilingi mereka membuat kepalaku jadi pusing.

Aku harus mulai serius. Lagipula, sebenarnya, aku-sangatlah-penasaran dengan siapa saja yang ikut dalam permainan. Bagaimana tampang mereka? Aku senyum-senyum sendiri mengimajinasikan wajah-wajah mereka. Ya ampun! Kalau Widya dan Ninik tahu pasti mereka teriak!

"HEH!"

Aku tersentak kaget dan melihat Elon tengah kebingungan menatapku.

"Lo kenapa senyum-senyum?" tanyanya.

"Gue udah nebak sih dari semalam." Aku memasang wajah serius. "Maksud gue, soal gue yang jadi target."

"Kok lo bisa nebak kayak gitu?" tanyanya lagi.

"Karena ya ... gue ketemu sama beberapa cowok yang tiba-tiba tahu nama gue sementara gue nggak tahu siapa mereka." Aku teringat Kak Malvin. "Dan satu dari mereka tuh mirip sama lo."

Elon menaikkan alisnya. "Apanya?"

"Mukanya."

"Ouch." Dia memonyongkan bibir.

"Lebay." Aku memutar mata dan kemudian teringat sesuatu. "Kasih tahu gue siapa aja yang ikut Game over!"

Elon mengangkat bahunya. "Sebelum gue kasih tahu, lo tahunya siapa aja? Nanti gue jawab. Siapa tahu tebakan lo nggak meleset, kan gue bisa tepuk tangan." Dia bertepuk tangan.

PLOK. PLOK. PLOK.

"Eh, lo pernah baca novel nggak?"

Pertanyaannya membuatku agak bingung. "Pernah. Kenapa?"

"Pernah lihat tulisan tepuk tangan PLOK PLOK PLOK?"

"Emang kenapa?"

"Gue selalu salah fokus, bacanya jadi PELUK PELUK PELUK."

"Apa, sih? Gaje!" Aku berteriak jengkel. "Nggak lucu dan nggak nyambung dengan pembahasan!"

Elon terbahak.

"Jaka Sembung bawa golok," kata Elon lagi. "Coba lanjutin setelah golok apa."

"Nggak mau!" Aku menghela napas. "Kasar."

Elon tertawa lagi.

"Jadi, siapa aja cowok tebakan lo? Nanti gue jawab yang bener," katanya.

Aku meliriknya curiga. "Kak Gama, Kak Airlangga, Kak Malvin. Dan elo?"

PLOK PLOK PLOK

"Wah, hebat!" Dia berdiri di atas meja. Bisa tidak dia turun saja? Dia sudah tinggi dariku dan menjadi terlihat tinggi, dan aku capek mendongak.

Sebentar, dia bertepuk tangan. Berarti, semua tebakanku benar?

"Satu lagi siapa?" tanya Elon.

"Nah, itu makanya gue nggak tahu. Jadi, mana janji lo?" Aku menengadahkan tangan, meminta.

"Yah, sayangnya gue nggak bisa." Raut wajah Elon pura-pura sedih. Itu menyebalkan.

"Idih! Kok lo ingkar janji, sih? Dan please, jangan berdiri di atas meja! Gue capek angkat kepala kayak gini!"

"Ya udah, nggak usah ngelihat muka gue. Gue tahu kok gue ganteng."

Aku bisa merasakan asap keluar di hidung dan telingaku.

Elon menyengir. Dia melompat ke lantai dan kemudian dia duduk di meja itu lagi.

"Gue mau tahu siapa cowok yang satunya lagi." Suaraku memelan. Aku tidak boleh emosi untuk tahu siapa cowok satunya.

"Sayangnya, gue beneran nggak bisa. Andaikan cowok satu ini salah satu dari ke-4 cowok yang lo sebut, gue bisa aja ngasih tahu yang lain. Tapi, yah, lagi-lagi sayangnya...."

"Emang kenapa kayak gitu? Lo tinggal nyebut siapa namanya. Udah." Aku benar-benar tidak mengerti. Apa itu bagian dari permainan? Atau Elon sengaja agar aku penasaran?

"Karena yang satu ini dihormati."

Jawaban Elon membuatku mengernyit. "Hah?"

"Ya, kalau lo mau tahu kenapa lo yang jadi target, gue bisa ceritain."

"Gimana? Gimana?" tanyaku penasaran.

"GAME OVER." Elon mengangkat satu kakinya ke atas meja dan menumpukan lengannya di atas lutut. Aku hanya bisa mengangkat alis. "Salah satu anggota Geng Rahasia yang jadi Kakak pembimbing nemuin lo. Katanya, ada satu anak kelas X yang namanya Vera. Kayaknya asyik kalau tahun ini nama pemain sesuai dengan huruf-huruf dalam Game Over."

"Ver adalah gue dan GAMEO adalah para pemain? Kak Gama. Kak Airlangga. Kak Malvin. Elon-"

Elon menjentikkan jari sebelum aku selesai bicara. "Betul."

"Dan O?"

"Nanti lo juga tahu sendiri. Gue nggak bisa ngasih tahu."

Terserah. Aku memukul kepalaku pelan dengan buku. Bagaimana ini? Disaat aku mau menangis, suara bel menyentakkanku. Ah, pelajaran Bahasa Inggris! Aku segera berbalik, ingin lari. Tanganku langsung dicekal oleh Elon.

"Gue belum selesai." Elon berdiri di dekatku.

"Tapi udah bel!"

"Bel, doang. Bukan alarm kebakaran ngapain lari-lari?"

"Nyebelin, deh." Aku menatapnya lurus dan menarik tanganku dari tangannya. "Ya udah cepetan, gih. Mau ngomong apa lagi?"

"Kalau lo keberatan jadi target, pura-pura pacaran aja sama gue! Biar semuanya kelar." Elon menaik-naikkan alisnya dengan cengiran lebar. Aku mengembungkan pipi.

"Nggak!"

"Ah, elah nggak asyik lo. Kalau kita pacaran, lo nggak perlu berurusan sama Gama yang galak banget ngalahin Ibuk-Ibuk kompleks deket rumah gue. Ah, atau lo nggak mau kan diajakin Malvin lompat dari pohon satu ke pohon lainnya?"

"Lo kata monyet?"

Elon terbahak. "Dia emang monyet."

Lo sama aja. Ih! Nyebelin! Nyebelin! Nyebelin! Nyebelin!

Elon mengangkat dua tangannya. "Gue bukannya mau pacaran sama lo! Sumpah! Gue nggak ada niatan untuk itu. Gue cuma mau Game Over kali ini berakhir dan gue bisa keluar dari Geng Rahasia."

"Hah? Keluar dari Geng Rahasia?"

"Iya. Gue masuk ke Geng Rahasia karena gue penasaran apa sih Geng Rahasia itu dan kenapa kakak gue bisa masuk sana? Saat denger Game Over, gue pikir permainan itu keren banget."

Aku meliriknya penasaran. Menunggu apa yang selanjutnya akan dia katakan. "Terus?"

"Disaat gue menjadi anggota Geng Rahasia dua hari yang lalu, ekspektasi gue ternyata beda jauh. Ya, bangga, sih, jadi bagian dari mereka. Tapi, tetep aja gue terjebak di sana. Gue nggak bebas mau ngelakuin apa pun, terutama main game di rumah. Gue cuma pengin cepet keluar supaya gue bisa main game online, bukan game mengambil hati cewek. Gue nggak doyan main cewek. Doyannya main dota."

"Nggak nanya!" Aku meliriknya sinis. "Ya udah. Tinggal nggak usah ikut main gampang, kan?"

"Lo pikir segampang itu? Enggak."

"Siapa suruh masuk sana." Aku bersedekap. "Emang nggak ada cara lain apa?"

"Gue diberi dua pilihan. Gue ikut Game Over atau gue dikerjain habis-habisan sama semua anggota Geng Rahasia selama tiga tahun." Elon naik kembali ke atas meja. "Ya gue pilih ikut Game Over lah daripada jadi tahun-tahunan mereka."

Jadi pacar Elon? Tidak! Aku hanya ingin pacaran pertama kali dengan cowok yang aku suka.

"Ayo, lah." Elon merajuk.

Aku membuang muka dan segera pergi dari sana. "Nggak!" teriakku saat aku membuka pintu untuk keluar.

Untungnya, Elon tidak menahanku lagi.

*


 

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro