Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

10

Visual Malvin

😁

by sirhayani

part of zhkansas

...

Aku terus mondar-mandir di kamar, melompat ke tempat tidur, atau merosot ke lantai. Kini kepalaku yang berada di lantai dan kakiku masih di atas tempat tidur. Aku mengacak-acak rambut dengan penuh kekesalan karena sebuah dugaan terpikirkan sejak aku merenung satu jam yang lalu.

Target? Game Over? Geng Rahasia?

Aku mengangkat tubuh dan berbaring malas-malasan di tempat tidur, lalu mengeluarkan suara seperti seseorang yang sedang menangis. Aku memikirkan tentang "target geng rahasia" setelah mengingat kembali kejadian-kejadian aneh yang terjadi di hari pertamaku resmi menjadi siswi SMA Tabula Rasa.

Seandainya cowok bernama Malvino Adcena itu tidak muncul dan mengatakan hal-hal yang membuatku bingung dan seandainya Kak Airlangga tidak akan membisikkan, 'Dia Vera' kepada Kak Gama, maka aku tidak akan pernah berpikir ke arah sana.

Aku dijadikan target? Demi sempak Superman, itu tidak mungkin terjadi!

Aku bangkit berdiri dengan wajah kusut, lalu mencari-cari di mana ponsel milikku yang aku lempar tadi dengan sembarangan. Aku menunduk ke kolong meja, kolong lemari, kolong tempat tidur, sampai ke sudut-sudut kamar dan akhirnya ponsel itu aku temukan di dekat pintu kamar. Kurebahkan tubuhku ke tempat tidur, lalu aku langsung menghubungi Nenek.

Maksudku, Ninik.

"Hai, Per!"

Aku memutar bola mata. "Nek, tolongin gue! HUE!"

"Apa, sih?" tanya Ninik. Aku menarik napas kemudian mengembuskannya kasar.

"HEH! Lo tadi belum cerita lo ke mana aja sampai nggak masuk pelajaran Bu Thalia!"

"Ya itu, makanya gue nelepon lo. Gue tadi sembunyi di belakang sekolah. Lo tadi lihat kan apa yang terjadi di kantin? KAK GAMA, NEK! KAK GAMA!" Aku seolah-olah menangis. "Gue ada dalam masalah, hiks."

"Idih! Bilang aja lo sekalian mau ngehindarin pelajaran Bahasa Inggris. Baru juga hari pertama. Dasar."

Aku menyengir. Tak bisa berbohong soal itu. "NEEEK!"

"Apaan, sih, teriak-teriak? Dan jangan panggil gue Nenek!"

Aku berguling, lalu telungkup. "Gue mau cerita soal kejadian hari ini. Setelah kejadian di kantin yang lo kata heboh banget itu, gue langsung lari ke belakang sekolah dan lo tahu apa yang gue temukan di sana?"

"Apa?"

"Cowok!" teriakku. Sama sekali tidak ada kesenangan di suaraku.

"Kok kedengarannya lo nyesel? Lo ketemu sama cowok tampang di bawah rata-rata? Atau lo ketemu sama cowok yang ekspresi mukanya kayak Mr. Bean? Atau—"

"Gue kayaknya jadi target Geng Rahasia."

Aku mendengar Ninik tertawa kencang. Aku mengangkat dua jariku. "Sumpah, gue nggak mungkin bakalan cerita kalau gue nggak tiba-tiba ngerasa ke arah sana. Cowok yang di belakang sekolah bilang hal yang bikin gue bingung. Yang ngebuat gue mikir kalau jangan-jangan target siswi kelas X itu gue...."

"Lo-nya aja kali yang geer? Kan, kadang tuh ya kita ngerasa karena terlalu mikirin, tapi sebenarnya enggak. Mungkin ada hal lain? Nggak selamanya mengarah ke target Geng Rahasia."

"Tumben lo berpikiran positif?" Aku mengangkat alis. "Masalahnya di sini tuh, Kak Gama dan Kak Airlangga bisik-bisik nyebut nama gue. Cowok di belakang sekolah yang namanya Malvin itu bilang, 'Pantes dia pengin banget gantiin Ozi.' Gitu. Ozi siapa, coba? Ozi idola cilik? Dia siapa yang pengin gantiin Ozi?" Aku menghela napas panjang. "Gue puyeng. Gue puyeng."

"Ya, nggak tahu juga, sih. Tapi, lo harus waspada, deh. W.A.S.P.A.D.A. Eh, bentar, bentar."

Aku menaikkan alis.

"Siapa aja tadi yang lo sebut?"

"Kak Gama? Kak Airlangga?"

"Satunya!"

Aku mengerutkan kening. "Malvin?"

"Malvino Adcena?!"

"Iya...."

"Demi apa Kak Malvin?"

Aku makin bingung. "Iya, terus kenapa?"

"Sumpah?"

Aku mengerang kesal. "Kenapa, sih, Nik? Heboh banget, sih, lo."

"Sumpah, sumpah. Gue panas dingin denger cerita lo." Ninik kenapa? "HUA! Beruntung banget sih lo! Jangan-jangan dugaan lo itu bener!"

Aku memijat pelipisku. Pusing. "Jadi, dia 'Kak'? Malvin itu senior?"

"Iya! Kelas XI. Tepatnya di XI IPS 4."

"Lo tahu dari mana sih gini-ginian? Heran deh, gue."

"Gue masuk ke grup sekolah yang bahas segala hal tentang geng rahasia. Nah, waktu masih masa pengenalan sekolah, di grup itu ngebahas tentang Kak Malvin. Awalnya ada yang ngirim fotonya Kak Malvin lagi di atas pohon dengan pertanyaan, 'Ganteng kan? Calon masa depan gue nih', terus pembahasan menyerempet ke geng rahasia. Mereka—dan gue tentunya—berpikir pasti Kak Malvin termasuk Geng Rahasia. Ya, walaupun nggak ada bukti sih apa dia bagian dari anggota, tapi dengan pengakuan lo tadi, soal Kak Malvin yang kemungkinan anggota Geng Rahasia itu kuat banget!"

Aku berjalan menuju meja belajar. Duduk kemudian menyandarkan pipiku ke meja. Aku tidak mau jadi target atau apa lah itu. Meski dugaanku belum pasti, tetapi tidak adakah orang lain yang berpikir menjadi target Geng Rahasia justru lebih banyak ruginya?

Bayangkan saja kamu sedang dekat dengan lima cowok sekaligus dan mereka mendekatimu hanya karena sebuah permainan. Ralat. Taruhan.

Biar kuperjelas sekali lagi; lima cowok mendekatimu hanya karena sebuah taruhan.

Aku tidak tahu apa yang mereka dapatkan jika salah satu dari mereka memenangkan permainan itu. Entah uang, entah sesuatu yang bernilai. Lamborghini Aventador yang merupakan salah satu mobil tercepat di dunia? Jam tangan keluaran terbaru? Atau sebuah villa mewah yang letaknya tak jauh dari pantai? Yang jelas, tujuan taruhan akan selalu sama yaitu mendapatkan sebuah kemenangan dan niat dari taruhan adalah untuk mendapatkan sebuah pengakuan.

"HEH!" teriak Ninik tiba-tiba. "Jangan-jangan Kak Gama salah satu yang ikut permainan? Seperti yang gue bilang waktu itu kan, ada kemungkinan orang yang nggak mau dipaksa ikut, tetep harus ikut. Kak Airlangga juga udah pasti karena dia yang ngomong sama Kak Gama. Terus, Kak Malvin juga karena dia nggak mungkin tiba-tiba nyebut nama Ozi! Ozi itu anak kelas XI tapi gue nggak tahu tepatnya di kelas berapa. Dari cerita lo, gue berpikir kalau Kak Malvin ngomong gitu karena ada satu pemain Game Over yang ngegantiin posisi Kak Ozi. Jadi, Kak Ozi nggak masuk dalam daftar pemain kali ini, tapi cowok lain yang entah siapa. Dan nggak mungkin Kak Malvin bilang gitu kalau dia bukan termasuk geng rahasia! Sesama Geng Rahasia pasti saling tahu."

Aku menganga. Dia terlalu cepat bicara.

"Sumpah, lo beruntung banget!" Ninik kegirangan.

"Ini namanya bukan beruntung, Nek! Tapi sial!" Aku benar-benar tak habis pikir dengan jalan pikiran Ninik.

"Itu nggak sial, tahu! Tapi, seru! Bayangin kalau lo beneran yang jadi target, lo dikejar sama 5 anggota geng rahasia yang—"

Aku segera memotong ucapannya yang seperti kereta tercepat di dunia itu. "Terus, kalau misalnya gue baper sama salah satu dari mereka dan akhirnya jatuh cinta, dan saat gue sadar semua itu cuma permainan, gue yang nyesek, dong? Gue yang rugi! Nggak mau! Nggak mau!"

"Kan lo belum pasti, Per—"

"V bukan P."

"Kalau tebakan kita benar soal Kak Gama, Kak Airlangga, dan Kak Malvin yang anggota Geng Rahasia dan ikut Game Over. Dan seandainya memang lo targetnya, berarti masih ada dua cowok lagi!"

"Nggak! Pokoknya nggak mau!" Aku menggeleng kencang.

"Heh, gimana kalau beneran lo? Lo nggak bisa kabur ke mana-mana. Permainan nggak akan selesai sampai—"

"Tunggu-tunggu." Aku memotong perkataan Ninik. "Permainan akan selesai kalau yang jadi target nolak kelima cowok itu, kan?" Aku tersenyum puas. Ini adalah sebuah jalan keluar! Meskipun dugaanku belum pasti bahwa akulah targetnya, setidaknya aku sudah punya rencana untuk jaga-jaga.

"Ah! Gue nebak apa yang ada di pikiran lo, Per."

"Ya, ini kan belum pasti gue ya targetnya? Setidaknya, kalau gue beneran target Geng Rahasia selanjutnya, berarti gue tinggal nolak satu-satu. Ahhh, lega." Aku tersenyum puas. Kepalaku terasa ringan sekarang. Plong.

"EMANG LO BAKALAN DITEMBAK?" Ninik terbahak di seberang sana. Aku merengut kesal.

"Diem, deh!" Aku rasanya ingin berteleportasi ke rumah Ninik dan mengunci bibirnya dengan gembok agar tidak tertawa lagi.

"Vera-ku sayang, lo lupa, ya? Target sah aja nolak kelima cowok itu, tapi kalau kelima cowok itu belum nyerah buat ngadapetin sang target gimana? Itu artinya Game Over belum selesai. Ada dua alasan kenapa Game Over selesai. Pertama yaitu target menolak kelima cowok dan kelima cowok juga udah nyerah. Jadi, kalau misalkan yang nyerah cuma satu cowok, berarti masih ada empat cowok lagi kan yang belum nyerah? Itu nggak bisa dikatakan selesai. Terus alasan kedua, target menerima ajakan pacaran dari salah satu cowok itu, lalu Game Over selesai. Dimenangkan oleh sang terpilih!"

Itu terdengar menyebalkan. Apa sih untung mereka melakukan permainan menyebalkan ini? "Bye, ya! Gue mau keluar makan. Laper."

"Ingat, Per. Kalau sampai lo beneran yang jadi target, kasih tahu gue, ya? Biar gue sebarin ke instagram, LINE, WA, siapa aja anggotanya! Kalau anggota geng rahasia terbongkar, pasti heboh banget. Bubay!"

Ninik mengakhiri panggilannya. Aku masih kesal mendengar ucapan terakhir Ninik. Meski Ninik orangnya baik, tetapi terkadang dia tidak berpikir jauh untuk apa pun yang dia lakukan. Dia tidak memikirkan dampak-dampak buruk seandainya dia benar-benar sangat ingin membongkar dan menyebarkan siapa saja yang termasuk ke dalam Geng Rahasia.

Bukankah dia sudah tahu, jika identitas anggota Geng Rahasia sampai ke telinga para guru, maka mereka yang termasuk Geng Rahasia akan diberi hukuman?

Ah, kenapa juga aku terdengar seperti peduli kepada Geng Rahasia atau apalah itu? Kalau banyak atau bahkan semua identias mereka terbongkar, maka itu sudah menjadi konsekuensi. Mereka yang memulai berbuat ulah, maka tak salah jika mereka mendapatkan hukuman yang setimpal.

Aku berdecak kesal. Aku tidak tahu apa yang akan terjadi besok, lusa, dan setelahnya.

Hanya satu harapanku: aku tidak ingin menjadi target Geng Rahasia.

***


 

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro