Chapter 5
Siapa sangka pingsannya Galuh membuat Ibnu terkena masalah. Bukan Kamila atau Regi yang memarahinya, tapi Fariz yang sudah lebih dulu angkat bicara setelah mendapat telepon dari Ibnu untuk menjemput keduanya sepulang sekolah.
Fariz tidak lagi berbicara tentang kasihan atau peduli. Dia berbicara tentang bagaimana Ibnu lalai menjaga adiknya. Padahal Ibnu sudah menjelaskan begitu rinci kegiatannya di sekolah, cowok itu bukan hanya menjaga Galuh, tapi juga mempersiapkan diri untuk penampilan eksul yang ditekuninya sebagai penutupan acara MOS.
Ibnu kesal, dia juga marah pada Fariz. Ibnu tahu sifat Fariz yang kelewat dingin padanya selalu membuatnya merasa tidak nyaman. Terlebih sekarang ada Galuh diantara mereka. Perhatian Fariz pada Galuh jauh lebih besar dari pada Ibnu. Ibnu tidak iri, tidak juga merasa terasingkan, justru Ibnu senang kalau ada Galuh dirinya sesekali bisa berinteraksi dengan Fariz. Selama ini, Ibnu merasa sendirian karena Fariz tidak suka diganggu. Dan sejak pulang sekolah Fariz terus berada di sisi Galuh. Lelaki itu sama sekali tidak berniat untuk pergi atau melakukan aktivitasnya sendiri.
Bahkan Ibnu masih ingat ketika Fariz menjemputnya, raut wajahnya berubah merah padam, tapi tidak mengatakan apapun. Lelaki itu tetap bungkam, dia hanya melirik Galuh sesekali lalu mengusap rambutnya begitu lembut.
"Fariz makan dulu, kamu belum makan apa-apa lho," Bunda datang dengan satu nampan berisi piring dan mangkuk sayur kesukaan Fariz juga segelas air putih dan jus mangga untuk Ibnu.
"Aku nggak laper, Bun," sahut Fariz. Lelaki itu sama sekali tidak memalingkan pandangannya dari Galuh. Padahal bundanya sudah meletakan nampan yang di bawanya di atas nakas dekat tempat tidur Galuh. Wanita itu beralih melihat Ibnu yang masih duduk di lantai sambil bersandar di tembok. Tatapannya tak juga lepas dari Galuh, ia merasa bersalah karena sempat meninggalkan Galuh sendirian saat di lapangan. Tepat ketika acara terakhir di mulai kembali.
"Anak Bunda pada kenapa sih? Adiknya lagi istirahat lho, kalian malah meratapinya," seru Kamila, wanita itu sudah berjongkok di sebelah Ibnu, lalu mengusap rambut Ibnu perlahan sampai cowok itu menoleh tanpa berkata.
"Kenapa?" tanya Kamila akhirnya, tiba-tiba Ibnu memeluk Kamila dari samping. Hampir saja Kamila terjengkang, untung saja ia bisa menahannya, tak lama Ibnu mulai bersuara dalam dekap Kamila Ibnu mengatakannya perlahan.
Sang Bunda tidak mau melewatkan moment paling jarang Ibnu lakuoan. Maka ia tidak menyia-nyiakannya. Kamila pun mengusap punggung kekar Ibnu sesekali ia memberi semangat, karena Kamila tidak ingin Ibnu dihantui rasa bersalah nantinya.
"Nu, tadi lagi rapat buat persiapan besok terakhir acara. Tiba-tiba temen Nu ngabarin, kalau Galuh pingsan dan langsung di bawa ke UKS. Di sana ada Irgi sama satu lagi nggak tahu siapa namanya, ada Iwan juga sama Luki." terang Ibnu, belum juga melanjutkan penjelasannya Fariz dengan entengnya memotong pembicaraan mereka, Kamila sendiri sempat tersentak, namun ia sebisa mungkin tidak memihak pada salah satu dari keduanya. Kamila masih tetap dalam posisi yang sama, memeluk Ibnu sampai cowok itu merasa lebih tenang.
"Fariz dengarkan dulu, jangan asal nuduh sembarangan, nggak baik." sahut Kamila. Fariz mendecih sebal, lalu beralih kembali pada Galuh yang masih setia dalam tidurnya.
"Mau bukti apalagi sih, Bun? Udah jelas dia nggak becus jagainnya," gerutu Fariz. Meski tidak melihat ke arah Ibnu dan Kamila, tapi suaranya sudah membuat Ibnu semakin kesal.
"Lo tuh emang nggak ada hati kali, ya? Kalau ngomong suka seenak jidat. Lo pikir gue nggak panik tadi? Pikir dong kalau ngomong, ini hati bukan jantung pisang," sahut Ibnu, tiba-tiba sudah melepas peluknya lalu berdiri kemudian melangkah mendekati Galuh.
"Reparasi dulu tuh mulut, baru nuduh."
"Shit! Berisik lo."
Usai mengatakan apa yang sudah ia tahan sejak pulang sekolah, Ibnu segera pergi dari sana, membiarkan Kamila menghela napasnya berulang kali, hampir setiap hari melihat sikap acuh Fariz terhadap Ibnu. Padahal Ibnu begitu peduli pada Fariz.
⏳
Malam sudah mencuri waktu istirahat Ibnu, sejak sore setelah acara ngambek dengan Fariz berhasil di bujuk oleh Regi yang baru saja kembali dari kantor.
Pria itu bergegas menghampiri putra keduanya, bahkan belum sempat berganti pakaian sama sekali. Ada gemas dan kesal ketika melihat Ibnu uring-uringan di dalam kamar dengan menyelimuti seluruh tubuhnya. Bukan hanya Regi yang belum berganti seragam, Ibnu juga sama.
Setelah keluar dari kamar Galuh, cowok itu memilih pergi ke kamarnya untuk tidur demi menghilangkan rasa kesalnya pada Fariz. Bukannya tertidur pulas, Ibnu justru di kejutkan oleh dering ponselnya sendiri. Ada beberapa pesan masuk dan beberapa panggilan tak terjawab dari Genta dan juga Iwan. Namun Ibnu memilih mengabaikannya.
Sesekali Ibnu menatap langit-langit kamarnya, sambil berbicara pada sosok yang selalu menemaninya. Aneh, tapi Ibnu merasa lebih akrab bahkan seperti sedang membicarakan dirinya sendiri.
"Hari ini gue berhasil buat Kakak gue percaya lagi."
Ibnu terkekeh, tanpa melirik lalu menyahut sesekali, "Bagus dong."
"Iya, harusnya lo juga bisa, Nu. Papa lo udah datang gue pergi dulu."
"Kamu lagi ngepain Nu?" tanya Regi, Ibnu menoleh tapi malas untuk bergerak, ia hanya terus berbaring membiarkan Regi yang duduk di sebelahnya. Pria itu mengusap kepalanya setelah sekian jam ia mengurung dirinya di dalam selimut tebal nan panas.
"Males sama Bang Fariz," katanya. Ibnu yakin Regi akan tertawa, karena ia tahu Regi adalah ayah yang selalu bisa membuat mood anak-anaknya kembali baik, itu pun hanya Ibnu yang mengatakan demikian, berbeda dengan Galuh dan Fariz.
"Si Fariz mah di kasih tikus mati juga menjerit dia, udah dong ngambeknya, kasian nih peliharaan Papa dalam sini, butuh asupan juga," keluh Regi sambil memegangi perutnya. Ibnu melirik sebentar, sebelum ia benar-benar bangun dan bergegas lebih dulu keluar kamar.
Regi sempat berpikir kalau Ibnu akan sulit dibujuk sama seperti Galuh, tapi setelah ia menyadari beberapa sifat yang bertolak belakang dengan Fariz dan Galuh, Regi baru mengingat satu hal. Ibnu jauh lebih mandiri dan bersikap dewasa jika sudah bersama Galuh. Begitu juga pada Fariz, Ibnu akan terlihat manja pada Fariz, meski kakaknya belum mau membuka akses untuk Ibnu masuk ke dalam kehidupannya.
Dan di sinilah mereka, berkumpul bersama di dalan kamar Galuh. Anak itu baru saja siuman beberapa jam lalu, membuat sisi posesif Fariz kembali. Galuh memang sudah sadar, tapi ia masih enggan untuk bicara, bahkan dia pun masih mengeluh pusing, Fariz pikir karena terlalu banyak tidur, ternyata Fariz salah. Pusing yang dialami Galuh bukan hanya itu, melainkan darah yang mengalir bebas melewati hidungnya membuat anak itu tak nyaman.
Berulang kali Kamila mengatakan kalau Galuh harus tetap di rumah, sampai kondisinya benar-benar pulih. Tapi Galuh tetap keras kepala, ia akan mengikuti kegiatan sekolah walau berisiko untuk kesehatannya.
"Abang marahan lagi sama Bang Nu?" tanya Galuh tiba-tiba, Fariz menoleh setelah mengupas buah pir yang di bawakan oleh Kamila beberapa jam lalu sebelum Galuh terbangun.
"Makan." Galuh menerima sepotong buah pemberian Fariz, namun ia urungkan untuk memakannya sebelum Fariz mau menjawab pertanyaannya. Bagi Fariz hal yang paling menyebalkan setelah menolak kehadiran Ibnu adalah pemaksaan Galun dalam meminta sebuah jawaban, anak itu akan terus menatapnya lekat sampai akhirnya Fariz menyerah.
"Kenapa?" balas Fariz. Galuh masih diam, bahkan air yang berasal dari buah pir dalam genggam Galuh mulai berjatuhan ke selimut.
"Luh, makan."
"Lo belum jawab," sahut Galuh cepat. Sementara Kamila dan Regi memilih pergi, membiarkan ketiga putranya bersama-sama.
Padahal sebelumnya Regi hanya mengatakan hal sederhana pada Ibnu mengenai perkemahan dan juga hadiah ulang tahun untuknya.
Hanya sebatas perkataan, tapi masih dalam perencanaan, maka Ibnu memilih untuk menonton televisi sambil bersandar pada badan tempat tidur Galuh.
"Gue nggak marah, cuma kesel aja." balas Fariz akhirnya. Lelaki itu sudah lelah kalau Galu terus bertanya, ia pun memiih menyerah dan menjawab apapun yang nantinya Galuh tanyakan.
Fariz hanya khawatir bukan berarti dia harus melampiaskan amarahnya dengan sengaja, justru kekhawatirannya bertambah karena beberapa hari lalu Fariz juga menemukan Ibnu dalam keadaan tak sadarkan diri di dalam kamarnya.
Fariz tidak seutuhnya membenci, hanya saja ia masih belum tahu rasa sayangnya pada Ibnu harua seperti apa.
G A L U H 2
Nah segini dulu, ya. Ada yang kangen? Cus ramein. Salam sayang Nu. 😙
Note : Masih inget sama Galuh yang pingsan ? Ada di Galuh seri 1. Waktu Fariz bener-bener khawair tiba-tiba Ibnu datang dan bilang parno?
Okey segitu aja terima kasih 🤗🍫
Mr. Choco
Publish, 14 November 2020
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro