Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Chapter 41


Hari semakin gelap dengan sinar bulan yang begitu terang di atas sana. Hari ini Ibnu pulang terlambat dengan penampilan yang berantakan. Tak ada seorang pun di  rumah, hanya ada embus angin yang membawa pesan padanya kalau ia harus segera pergi menemui Fariz.

Langkah kaki yang terasa begitu berat membuatnya sedikit melambat. Bahkan sebelum Ibnu benar-benar menaiki anak tangga, Fariz tengah berdiri di ujung anak tangga paling atas sambil menatap tajam ke arahnya.

Ibnu mendongak,  dengan kaki gemetar yang  tak lagi bisa membawanya melangkah mendekati Fariz.

"Galuh di rumah sakit Bang, lo ke mana aja? Dia nanyain lo terus."

Fariz  di sana terasa begitu dingin. Bahkan sejak Ibnu pulang ke rumah, keadaan sudah seperti kutub. Tak ada hangat yang ia dapat apalagi tawa yang selalu ia rindu dari adiknya.

"Abang! Lo diem aja sih? Lo lupa sama gue?"

Detik seperti membawanya pada suatu waktu yang begitu menakutkan. Stasiun kereta api yang dulu pernah mengurung keberaniannya menjadi ketakutan.

"Fariz!"

Sekali lagi, Fariz tidak tuli. Ia kembali tersadar pada lamunan  yang begitu aneh yang terjadi belakangan padanya.

"Ibnu mana?" Restu mengerutkan keningnya, lalu terkekeh.

"Dia lagi kemah, apa yang lo pikirin sih? Galuh?" Fariz mengangguk cepat seolah nama Galuh adalah pengingat untuknya. Galuh yang begitu candu sampai sulit untuk ia lupakan.

"Dia udah damai, tunggu apa lagi? Mau nyusul?" Fariz pun memalingkan wajahnya ketika Restu mengatakan tentang kedamaian yang tak nyata.

Hari ini Fariz kembali datang ke tempat di mana ia harus memastikan sesuatu yang di rasanya adalah salah. Selama ini Fariz seperti hidup dalam sebuah kekeliruan yang kenyataannya adalah sebuah memori lama yang sempat ia lupakan sebelum dirinya pergi.

Sesekali Fariz mengingat bagian-bagian kecil yang memang ia lupakan untuk mengetahui kejelasan yang sampai detik ini justru menghantuinya.

"Ada kelabu yang mencoba untuk berubah menjadi oranye," katanya. Fariz tak sedang bergurau atau berkata layaknya seorang penyair. Dia hanya ingin memberi sesuatu pada Restu mengenai Kelabu dan semesta.

"Kelabu.... Pantai!" Restu tersentak ketika Fariz memekik setelah mengingat sesuatu. Selain itu, wajahnya jauh lebih serius daripada sebelumnya. 

"Riz! Tunggu, lo mau ke mana?"

"Pantai Res, jawabannya ada di sana!"

Dari sekian banyak tanya, hanya satu jawab yang coba Fariz gali. Sejauh ini Fariz memang terjebak dalam ingatan yang terlewatkan olehnya. Ingatan sebelum kejadian berakhir membawa luka yang merubah dirinya sedikit terbuka pada beberapa orang termasuk Ibnu.

Selama ini Fariz seperti gurun yang menunggu hujan datang. Terlihat tandus dan kering. Dia sadar namun ia  melewatkan satu hal yang paling penting dalam hidupnya. Bahkan Fariz lupa kalau dirinya sedang berada di mana sebelum ia pergi. Ia juga meninggalkan beberapa berkas penting di ruangannya. Hanya datu yang perlu diketahui, kalau sebenarnya hadir itu tidak pernah pergi ke manapun.

"Fariz! Tunggu sebentar!" Restu pun menarik lengan Fariz cukup keras sampai si pemilik memekik kesal dengan wajah amarahnya. 

"Tunggu? Lo bilang harus nunggu?"

"Gini Riz..."

"Kalau lo mau ikut silakan! Enggak, terserah!"

Detik itu pun Restu memutuskan untuk ikut bersama Fariz, meninggalkan pekerjaan juga membatalkan semua meeting bersama kolega besarnya.

Jika diingat ada catatan kecil yang benar-benar menariknya kembali pada detik yang sama sebelum semesta mengajaknya berjalan lalu berputar kembali. Serpihan memori yang selalu memperlihatkan kematian seseorang dengan begitu tragis dan menyedihkan dengan raut wajah ketakutan.

⌛⌛

"16: 59, laut akan pasang, ombak akan bergerak. Gue yakin di sini dia pasti datang."

"Lo ngomong apaan sih Riz?" Ingat ini dunia nyata, bukan khayalan!"

Sepanjang perjalanan banyak hal yang Fariz ceritakan pada Restu, belum lagi Fariz juga sempat menghubungi teman-teman adiknya.

Kini semua telah berkumpul, namun ada satu yang belum terlihat olehnya tentang  sosok yang selalu membuatnya jengah setengah mati  jika mereka bertemu.

"Ini udah mau sore, serius kita mau mancing sore-sore Bang?"

"Kalian tunggu di sini."

Semua diam, tak ada yang bisa membantah perintahnya, termasuk Restu. Lelaki berjas dengan status sebagai asisten pribadi Fariz.

"Riz? Setelah sekian lama kira dipertemukan lagi di sini, apa kabar?"

"Riz, dia?" Suara Restu tertahan dengan perintah Fariz yang sudah mengangkat sebelah tangannya ke udara sambil menoleh untuk meminta Restu agar tetap tenang.

Tatap tajam yang selalu sama tak pernah lepas dari pandangnya. Senyum lick yang tak pernah bisa ia lupakan saat dimedan pertarungan kala itu. Dia masih tetap sama, licik dan menjijikan, begitu rutuk Fariz. Namun kali ini berbeda, ada gurat halus yang sama sekali nyaris tak terlihat olehnya.

"Selamat atas kemenangan sejati lo." Tutur sosok yang masih berdiri menatap Fariz dengan begitu santai   tak terkecuali dengan Fariz.

"Orang lain adalah dia yang lo buang ingatannya." Kekeh yang selalu Fariz benci ketika berhadapan dengannya adalah kelicikan yang selalu ia sesali walau sebentar.

"Berdamai dengan luka, karena semesta sedang berbicara. Di balik kemeja bersih lo mungkin ada noda yang tidak terlihat, tapi banyak rahasia yang nggak pernah bisa lo tuang. Open your eyes, Haikal Ananta Fariz. This is real. Apa yang lo tanam itu yang lo tuai."

"Lo masih sama ternyata, kayak sampah!" Dingin ucapan Fariz membuat beberapa pasang mata yang ada di sana hanya bisa meringis, bahkan Fariz yang dulu tidak pernah berubah.

"Terserah lo mau bilang apa ke gue, tapi satu hal yang harus lo tahu setelah ini. Welcome back for your life. Dia bukan hanya sekadar senja yang selalu dilihat walau sesaat, jangan egois, waktu memang nggak ada yang tahu, percaya atau nggak, hari ini gue sadar tentang satu hal yang dulu harusnya pernah gue lakukan, tapi berhenti karena seseorang."

Sosok itu memberi jeda cukup lama , sampai ia pun kembali menatap Fariz dengan lekat.

"Keindahan alam yang sempurna akan rusak dengan kata pertikaian. Dia selalu ada walau hadirnya tidak diharapkan. Dia sempurna walau dirinya tidak sesempurna yang dipikirkan. Dia manis walau kenyataannya itu palsu."

"Bang!"

Suara parau itu kembali mengejutkannya, pandangnya beralih, tidak dengan tatapnya yang begitu datar.

"Bang!"

GALUH 2

Nah segini dulu, tunggu satu part lagi setelah itu selesai. Terima kasih untuk kalian yang sudah sejauh ini selalu berkunjung ke rumah Galuh. Salam sayang buat kalian yang ada di mana pun.

Ada yang mau kirim pesan untuk mereka? Komentar, ya, atau kalian bisa berkunjung ke Instagram aku, di @nisa_jihad 

Salam manis Mr. Choco 🍫🍫





Publish, 3 Mei 2021



Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro