Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Chapter 40

Siapa tahu suka sama mulmednya. Hitung-hitung inget kesalahan yang paling sempurna dari Fariz itu apa ekekek.  Selamat menikmati 😊😊⌛⌛⌛

J

auh  sebelum hari in, dulu ketika kaki pendek itu mulai melangkah perlahan, teriak antusias  dan tepuk tangan pun selalu menjadi penguat. Ketika ia terjatuh, ketika ia mengadu, dan ketika ia  menangis karena tak ada satu pun yang ingin dekat dengannya. Ia hanya mengenal dunianya hanya di dalam rumah, bercanda, tertawa, dan marah hanya di tempat yang ia jadikan tempat kembali ketika lelah menghampirinya.

Sama halnya seperti hari ini, ia  kembali ke rumah tapi dalam keadaan yang berbeda. Tak ada senyum yang terpancar di wajahnya, hanya sendu yang begitu nyata terlihat di sana.

"Galuh itu candu, ya, Bang? Dia kayak permen karet yang semula manis lama-lama nggak ada rasanya, tapi biar begitu wanginya tetep ada."

"Gue... Lo bener, setelah ini mungkin Galuh lebih bahagia  sama Papa dan Bunda di sana."

"Ya, lo lagian nurut aja apa kata dia, jadinya begini deh, kita jomlo  beneran."

Banyak hal yang ingin  Ibnu coba jelaskan pada Fariz, setelah hadirnya tak ada. Setelah tawanya tak ada,  bahkan setelah pesan terakhir ingin makan cokelat yang tertunda itu,  tepat di hari yang sama Fariz mengalami kecelakaan. Ia sempat koma selama sepekan. Bahkan setengah memorinya hilang akibat benturan dan beberapa faktor lain yang juga ikut serta menjadi penyebabnya.

Hanya sedikit yang Fariz ingat tentang bagaimana anak itu menggenggam jemarinya kuat lalu berpesan untuk membawa Ibnu kembali. Ibnu memang kembali, tapi tidak dengan rumahnya yang sampai kapanpun tak akan pernah bisa kembali. Baginya Galuh adalah rumah terbaik yang pernah ia singgahi selama hidupnya. Fariz memang pernah hampir mati, namun Galuh kembali menariknya lalu mengatakan padanya untuk tetap di sana, bersama senja walau terluka.

"Bang, hari ini gue belajar satu hal dari pantai. Ketika laut pasang ombak akan datang, ketika laut surut jangankan ombak yang pergi, tapi kapal pun nggak akan bisa berlayar kalau nggak ada angin. Kayak Galuh, ketika dia ada kita suka jail, tapi sekarang? Cuma bisa di rasain bau harumnya dari ingatan yang pernah ada."

"Yang jail lo doang!"

"Yah, lo juga tersangka utama kalau dia ngamuk."

Fariz terdiam saat Ibnu memprotes ucapannya. Ia memang rindu. Sangat rindu dengan kehadirannya.

"Nu, sosok Galuh buat lo itu apa sih?" Tiba-tiba Fariz bertanya. Dengan senang hati Ibnu akan menjawab. Ia pun mendongak ke arah langit di atas sana, warnanya mulai berubah oranye.

"Galuh itu senja. Kata Bunda setiap kali dia datang suasana rumah bakal ramai. Dia kayak choco chips yang dari pemanis di atas cookies  cokelat Bunda. Dia juga bisa jadi lo, atau gue dalam waktu bersamaan. Sifatnya yang unik yang buat gue gemes. Lo tahu apa yang buat dia bahagia selain cokelat?" Fariz mengerutkan keningnya menunggu penjelasan selanjutnya dari Ibnu.

"Dia suka banget gambar. Tapi nggak bisa gambar, dia  suka main basket tapi nggak jago masukin bola ke ring, dan yang paling sederhana adalah. Dia lebih suka kalau kita nggak ribut terus Bang."

Fariz menunduk mengingat kejadian masa lalu yang dingin bersama Ibnu dulu.

"Lo nggak akan tahu setiap malam dia cerita banyak ke gue cuma buat gibahin lo doang. Dia itu sayang banget sama lo bang, bahkan  dia suka nangis diam-diam di balik selimut kalau lo sama gue ribut. Lo nggak tahu itu, karena lo terlalu kaku buat buka hati lo sendiri. Lihat sekeliling lo masih ada gue yang peduli. Kalau lo nggak bisa berdiri sendiri,gue masih bisa jadi kaki lo, buat lo melangkah." Sekali lagi Fariz  dibuat bungkam oleh Ibnu hingga di detik berikutnya Fariz seperti tertarik dalam lamunan panjang yang terasa begitu nyata.

"Lo ngelamun lagi Riz?"

"Sekarang jam berapa?" tanya Fariz tiba-tiba. Ia seperti masuk ke dimensi lain dengan semua warna kelabu di dalamnya.

"Sekarang hampir jam tiga sore, dari tadi lo cuma duduk diem di depan laptop sambil lihatin  foto Galuh. Lo kenapa Riz?"

Fariz pun membuka benda pipih yang ia letakan di sebelahnya lalu menggeser layarnya setelah itu,  terlihat jelas wajah menyebalkan Galuh dan Ibnu di sana. Foto yang diam-diam ia ambil saat kedua adiknya tengah berdebat karena siaran televisi yang tak sesuai.

"Gue harus balik," katanya. Restu yang merasa heran dan bingung pun mencoba mencegahnya dengan memegang pergelangan tangan Fariz. Fariz menatapnya tak suka, meski begitu ia pun menuruti apa yang Restu katakan. Barulah ia pun kembali  pada posisi tenangnya.

"Cerita sama gue ada apa?"

"Galuh."

"Riz adek lo itu baik-baik aja, kenapa lagi?" Kali ini Fariz menggeleng pelan. Setelahnya ia pun menunjukkan beberapa chat terakhirnya bersama Bunda sebelum mereka  pergi.

"Gue ngerasa ada yang aneh Res, aneh dengan semua yang gue rasa  itu adalah nyata, tapi semuanya  hanya mimpi."  Restu pun menghela napasnya pelan, sebelum ia mengusap lengan Fariz. Keduanya saling tatap dengan hening yang menyertai mereka. Ruang perpustakaan adalah satu-satunya tempat yang paling nyaman untuk Fariz singgah jika penat tiba.

"Ini hari di mana lo sadar dalam  lamunan yang panjang. Kita di sini udah hampir dua jam setengah,  dan yang ada di otak lo dari tadi mikirin Galuh? Riz... Lo buka mata lo sekali lagi, dia aman. Dia baik-baik aja, percaya sama gue."

Fariz kembali menggeleng, ia pun  menatap Restu dengan lekat. Lalu menghela napas sebelum kembali bersuara.

"Res, lo kenal gue udah berapa lama? Di hari itu..."  Dengan cepat Restu bangkit dari tempatnya lalu berpindah ke sebelah Fariz untuk memeluk sahabatnya begitu erat. Di sana Restu kembali meneteskan air matanya setelah sekian lama ia pendam hanya untuk Fariz tersenyum.

"Di hari itu, lo ngabarin gue. Iya, Riz.  Lo ngabarin gue buat datang ke rumah sakit buat jagain dia. Buat nemenin dia, buat hibur dia. Tapi Riz, setelah gue sampai di sana... Riz, I think this  is real. Lo bangkit dari dunia mimpi. Semua yang lo rasain cuma halusinasi, semua yang lo kerjain cuma kenangan lama ketika dia hadir di antara kalian berdua."

Fariz mematung di tempatnya ketika mendengar ucapan Restu. Sobek di rongga hatinya kembali terbuka. Mengingat kejadian yang hampir merenggut kedua adiknya bersama-sama.  Namun Tuhan berkata lain. Galuh lebih di cintai oleh semua orang. Sementara Ibnu diberi kesempatan untuk tetap menemani Fariz hingga detik ini.

"Jadi.... Ini bukan mimpi?" Pelan suara Fariz membuat Restu melepas peluknya lalu menggeleng memberi jawaban.

"Bukan Riz, memori lo hilang sebagian, yang cuma lo inget beberapa menit sebelumnya. Gue di sini buat lo."

Fariz hanya diam membiarkan semua memori lamanya berjalan sesuai yang semesta inginkan. Bahkan detik di mana Galuh meminta untuk tetap bertahan pun mustahil, karena keadaan yang meminta Fariz untuk tidak menangisi kepergiaannya.

Maka Fariz memilih menurut hanya karena pesan yang tak pernah ia pahami. Fariz hanya tahu kalau Galuh begitu mencintai  Ibnu, maniak dengan makanan berbau cokelat, serta menggilai jenis animasi hewan Tom dan Jery seperti yang selalu Bunda katakan padanya.

Lagi-lagi Fariz teringat ucapan Kamila saat mereka duduk bersama di ruang keluarga dengan Galuh dan Ibnu yang duduk bersebelahan.

"Bunda! Bilangin sama Papa pulangnya beliin martabak cokelat manis nggak pake keju satu kotak cuma buat anak gantengnya, Galuh."

"Diabetes, baru tahu rasa!"

"Ye! Sirik lo! Bilang aja lo juga mau, iya, kan?"

"Buat apa sirik sama lo? Hello! Gue bisa beli sendiri."

"Yah? Kayak punya uang aja."

"Mulut lo di filter dulu sini, kesel gue dengernya."

Jika diingat,  Galuh memang tak ada bedanya dengan Ibnu. Keras kepala dan tak mau mengalah satu sama lain.

"Chat  lo sama Tante Kamila udah lama Riz, ponsel lo ketinggalan di ruang rawat Galuh  setelah lo ngabarin gue." Fariz pun beralih menatap Restu ketika cowok itu kembali bercerita. Ia tak ingat sama sekali tentang apa yang Restu katakan.

Bahkan beberapa hari lalu mereka sempat bertemu dengan seseorang yang Ibnu bawa bersamanya. Fariz kira itu Galuh, ternyata bukan.

"Riz, kenapa lagi?"

"Ada yang aneh, Res. Aneh banget rasanya."

Sekali lagi Restu hanya bisa menghela napas. Entah hanya perasaannya saja, atau memang Fariz terlihat lebih banyak bicara daripada biasanya?

Kali ini Fariz terdiam cukup lama. Bahkan getar ponselnya pun ia hiraukan. Berulang kali ponselnya menyala menunjukan satu nama yang tertera di sana.

'GARUDA IBNU'

"Bang!"






GALUH 2

Nah segini dulu ya, selamat bulan Mei 😊 salam manis dari Mr. Choco 🍫🍫🍫

Tinggal beberapa chapter lagi menuju end. Terima kasih sudah berkunjung 





Publish, 2 Mei 2021

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro