Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Chapter 35


Setelah becengkrama dengan pikirannya, Ibnu kembali tersadar kalau dirinya sedang berada di dalam kelas dengan keributan yang luar biasa. Tadi sebelum berangkat, Kamila sudah berpesan pada Ibnu untuk menjaga Galuh. Sebenarnya Ibnu sudah sangat bosan setiap kali Kamila mengingatkannya, hanya saja ia juga tak akan tega kalau adik kesayangannya mendapat masalah.

Sejak tadi Ibnu terus melihat jam tangan yang melingkar manis di pergelangannya, membuat Genta penasaran dengan sikap Ibnu yang tidak biasa.

"Lo mikirin apaan lagi sih?"

"Istirahat, laper gue."

Hela napas kesal yang bisa Ibnu dengar dari Genta, bahkan sebelum Ibnu menjawabnya Genta memang sudah kesal.

"Lo jadi nginep, 'kan buat acara nanti?"

"Dua hari doang, jadilah! Peralatan udah siap? "

"Beres, besok tinggal dicek lagi, kayaknya sih udah lengkap, tapi kalau lo mau lihat, nanti kita ke ruangan, gimana ?"

Ibnu mengangguk, ia hanya perlu meminimalisir rasa cemasnya lalu beralih pada kesibukannya saja, kan? Tapi rasanya seperti mustahil untuk dilakukan.

Tepat di jam sembilan lewat sepuluh, bel istirahat pun berbunyi semua siswa juga sudah berhambur ke luar kelas, termasuk kelas Ibnu.

"Nah, katanya laper, bel udah bunyi lo masih mager di kelas, gimana ceritanya?" Ibnu menoleh menemukan Luki dan Desga yang sudah berdiri di sebelahnya. Sedangkan Genta ikut bersandar tak peduli dengan alasan Ibnu yang terkadang tidak masuk akal.

"Laper sih, tapi beda lapernya," sahut Ibnu dengan nada pelan. Cowok itu pun meletakan dagunya di atas meja tak lupa mata yang ikut terpejam beberapa detik sebelum kembali terbuka.

Ada yang ingin Ibnu ceritakan sebebarnya, hanya saja ia tak tahu harus memulainya dari mana. Kali ini Ibnu benar- benar kesal dengan dirinya sendiri. Kesal denhan kepayahannya dalam melindungi Galuh. Apalagi semalam sebelum ia terlelap, Arvy datang tanpa permisi, lalu mengajaknya mengobrol sampai pagi.

"Gue juga punya Abang Nu, dia juga kayak Fariz. Bedanya Abang gue suka keterlaluan, beruntungnya lo punya Fariz, setidaknya dia masih punya rasa kasihan kalau lo kenapa-napa. Nggak nampak aja, tapi percaya sama gue, kalau sebenarnya Fariz itu sayang kok."

"Atau lo mikirin Abang lo yang kelewat jomlo itu? Yaampun, Nu! Nggak usah dipikirin, cepet tua baru tau rasa," ucap Iwan. Bukan Ibnu yang akan menyahuti ucapan konyol Iwan, tapi seseorang yang sudah berjalan ke arah meja mereka dengan tergesah-gesah.

"I-itu Bang," ucapnya. Ibnu mengerutkan keningnya karena bingung melihat Firly tiba-tiba datang ke kelasnya.

"Apaan? Ngomong napas dulu, bengek bisa mati repot nanti," kata Luki.

"Lo temen adek gue, kan? Ada apa?" Ibnu akhirnya buka suara, ia masih dalam posisi yang sama, bahkan tak peduli dengan Firly. Sesekali Ibnu meliriknya, menunggu penjelasan yang akan Firly beritahu padanya.

Ibnu bisa melihat anggukkan kecil dari Firly, setelah mengatur napasnya dengan benar, Firly pun kembali melanjutkan ucapannya.

"Gini... Galuh, dia.... dia diajak ribut sama Miko," ucap Firly. Mendengar itu, Ibnu segera bangkit lalu menarik kerah baju Firly tanpa sadar. Matanya sudah membelalak, sebelah tangannya sudah terkepal.

"Lo ngomong apa barusan? Miko?" Ulang Ibnu, Firly kembali mengangguk, lalu menunjukkan dua jarinya berbentuk huruf 'V' ke udara. Perlahan cengkrama itu pun terlepas, dengan rasa kesal sekaligus amarah Ibnu pun segera melesat tak peduli lagi dengan panggilan teman-temannya.

"Lo nggak bohong, kan?" Kali ini Genta yang angkat bicara, sedangkan Firly tetap mengangguk untuk meyakinkan kalau yang diucapkannya adalah benar. Padahal di balik sana, Firly hanya sebagai alat untuk Miko agar ia bisa membalaskan rasa malu yang telah Ibnu ciptalan untuknya.

"Awas kalau lo bohong, karir lo di sekolah ini, bisa musnah. Sekali lo hancurin kepercayaan Ibnu, bisa abis lo di tangan kita semua."

Bisik ancaman yang Desga dan Genta katakan cukup membuat Firly bergidik ngeri. Satu sekolah tahu, kalau predikat Ibnu dan teman-teman sudah terkenal. Ibnu memang terlihat nakal, seperti anak tidak tahu aturan, tapi ia sangat peduli pada sesama. Tapi ia tidak akan memberi ampun pada orang-orang yang menyakiti adik kesayangannya.

Lihat saja saat ini Ibnu seperti Iblis berdarah dingin, matanya merah, tangannya terkepal, bahkan rambutnya sudah berantakan. Ia datang ke tempat di mana Irgi dan Reka beritahu. Di sana ada Galuh, Miko dan teman-temannya.

"Asik, Abangnya datang juga. Keren, ya, umpan gue. Nggak sia-sia bilang kalau adik kesayangannya ini bakal celaka, eh... dia udah muncul aja. Udah kayak kucing nyamperin majikannya," ucap Miko. Sejak pertama kali Ibnu melihat Miko, ia sudah kesal, terlebih Miko tidak taat aturan, bahkan ia selalu melanggarnya. Hampir setiap minggu Miko masuk ruang BK, dia memang selalu mencari perkara, kali ini bukan dengan teman sekelasnya, atau teman satu angkatannya. Kali ini dia sedang mencari gara-gara dengan Ibnu, kakak Galuh sekaligus kakak tingkat juga ketua organisasi esktrakukikuler di sekolahnya.

"Abang, pergi Bang! Dia licik, kayak sampah, gue nggak apa-apa!"

Ibnu mengumpat berulang kali ketika Galuh melontarkan kalimat yang sama padanya. Tapi ia tetap melangkah, mendekati Miko yang masih berdiri di tempatnya.

"Urusan lo nggak pernah beres kayaknya, Ko? Hidup lo terlalu murah ternyata. Sering banget ngurusin Galuh, suka lo sama dia?"

"Dia? Anak penyakitan itu? Nggak level! Gue heran, lo masih aja belain dia. Dia lemah, Kak. Buat apa lo belain? Bentar lagi juga....ups!"

"Sial! Jaga mulut sampah lo!" Ibnu benar-benar kesal dan marah. Ia pun melayangkan satu tinjuannya tepat mengenai sudut bibir Miko sampai sobek. Ibnu tak akan memberi jeda untuk Miko, ia benar-benar membuat Miko terkunci, bahkan saat Ibnu memberikan pelajaran pada Miko, anak itu tersungkur di hadapan Galuh.

"Bangun lo!" Ibnu pun menarik kerah baju Miko, namun genggan erat tangan Ibnu yang ada di kerah baju milik Miko pun mulai melonggar, karena kedatangan Genta, Luki, dan Desga.

"Udah, Nu. Kalau lo hajar dia, nanti lo bisa kena hukum aama Pak Huda," ucap Desga.

"Adek gue dihina, lo ngerti nggak sih? Kakak mana yang suka kalau adeknya dihina kayak tadi, gue tanya?"

"Iya, Nu, tapi..."

"Halah! Minggir! Kalau kalian mau bantu, ayo. Nggak, yaudah!"

Ibnu pun mendekati Galuh yang masih duduk diam di dekat tempat sampah. Tubuhnya mulai mengigil, entah sudah berapa lama Miko membiarkan adiknya kedinginan dengan air bekas pel yang baunya sangat menyengat. Entah sudah berapa lama Miko membuat Galuh benar-benar beku sampai bibirnya membiru.

"Gue anterin lo pulang," ucap Ibnu. Galuh mendongak, menatap wajah kakaknya yang begitu khawatir. Ia pun menggengam tangan Ibnu sampai mata si pemilik mengikuti arah pandang adiknya.

"Nggak apa-apa, dia cuma siram air bekas pel aja kok, bukan air comberan. Lagian di loker gue ada seragam ganti, terus minta parfum anak perempuan di kelas gue juga bisa, udah santai aja," ucap Galuh.

Jika saja menyakiti Galuh tidak dosa di mata Bundanya, mungkin saat ini Ibnu sudah menyumpal mulut anak itu dengan sebuah roti bakar. Anak itu tidak mau merepotkan Ibnu, bahkan ia masih tetap tersenyum padahal sudah sangat kedinginan. Untung saja Genta datang membawa hodie miliknya, lalu melangkah mendekati Galuh dan Ibnu yang masih berjongkok di tempatnya. Sementara Irgi dan Reka ditugaskan untuk membeli teh hangat dan mengambil obat milik Galuh.

"Lo bego atau gimana sih? Kayak gini dibilang nggak apa-apa!?" gerutu Ibnu. Ia sudah sebisa mungkin menahan amarahnya di hadapan Galuh, namun selalu gagal bila melihat Galuh sakit.

"Nu, lo dipanggil Pak Huda di ruang BK. Biar Galuh gue yang urus, samperin sana," ucap Iwan, ketika ia sampai di gedung belakang sekolah bersama dengan Danar, adik kelasnya.

"Iya, Bang, udah samperin Pak Huda aja, biar Ananda kita yang urus," sahut Danar. Ibnu melirik kedua temannya sebentar, lalu beralih pada Galuh yang masih menunduk sambil menggenggam tangannya.

"Gue tinggal sebentar, lo sama Genta dulu, nggak apa-apa?" Ibnu berusaha menurunkan nada bicaranya, ia tidak bisa melihat tanda apa pun dari Galuh.

"Udah Bang, gue nggak apa-apa. Janji deh kalau ada apa-apa gue bilang ke lo," ucap Galuh. Begitu pelan nyaris tak terdengar. Sampai kedua tangan Ibnu berhasil menangkup kedua pipi adiknya. Mata keduanya pun bertemu. Di sana Ibnu bisa melihat kesakitan yang coba Galuh tahan sebisa mungkin.

"Tunggu sebentar, nanti kita pulang."

Setelah mengatakannya Ibnu pun bangkit, meminta tolong pada teman-temannya untuk menjaga adiknya sementara ia sedang menghadap Pak Huda. Jika saja semua orang bisa memahami perasaan Ibnu, mungkin kata yang tepat untuk menenangkannya adalah membiarkan dirinya pergi dari sana bersama Galuh.

⏳⏳

"Kamu bisa di drop out dari sekolah, kalau tindakan kamu itu merugikan orang lain, kamu tahu itu, 'kan Garuda?"

Ibnu tidak tuli sama sekali, ucapan Bu Geralda membuatnya jengah setengah mati, apalagi harus duduk bersebelahan dengan Miko dan Firly.

"Bu, saya udah jelasin ke Ibu, kalau saya punya alasan. Alasan saya buat nolongin adik saya, apa itu tindak kriminal?"

"Baik, alasan kamu memang ingin menolong adik kamu, tapi cara kamu sudah kelewatan Garuda."

"Gini deh Bu, seandainya Ibu di posisi saya, Ibu akan melakukan apa?" Ibnu melontarkan pertanyaan dengan suara yang begitu rendah, bahkan suanasa di ruangan itu tampak hening untuk sejenak. Melihat perubahan raut wajah Bu Geralda, Ibnu pun kembali bersuara, kali ini jauh lebih tenang.

"Maaf kalau ucapan saya ada yang salah. Maaf kalau saya sudah melanggar aturan sekolah. Maaf kalau memang saya kurang disiplin dalam bersikap. Tapi tolong, sekali aja Ibu lihat dari sudut yang berbeda, ketika Ibu melihat salah satu siswanya dibully di belakangan gedung sekolah ini, apa itu nggak malu? Saya tahu saya salah, tapi saya nggak akan tinggal diam kalau salah satu teman saya tertindas, apalagi sekarang bukan teman atau orang lain, tapi adik saya sendiri. Ananda Haikal Galuh, kalau Ibu nggak lupa sama adik saya, Ibu boleh telepon orang tua saya atau kakak saya. Kalau sudah selesai, saya permisi."

Apa yang Ibnu katakan bukan karena ingin membela diri, bukan karena ia takut pada ancaman drop out yang Bu Geralda katakan. Ia hanya khawatir dengan kondisi Galuh. Ia juga sudah berjanji akan kembali lebih cepat, namun waktu telah mengurasnya lebih banyak sampai ia tak sempat menemui adiknya yang berada di ruang kesehatan bersama Genta dan Luki.

"Tadi gimana?" tanya Desga pelan. Ia tak ingin membuat suasana hati Ibnu lebih buruk lebih dari apa yang dilihatnya saat di belakang gedung sekolah.

"Gue nggak tahu, bodo amat. Mau di keluarin, mau dihukum, atau mau di makan sama hewan buas juga gue nggak peduli. Sekarang yang gue pikirin, keadaan Galuh di sana, dia gimana ? Dia baik-baik aja? Gue nggak tahu, Des, kenapa sih semua orang nggak paham banget maksud gue, kesel minta ampun," gerutu Ibnu. Desga paham apa yang Ibnu katakan hanyalah kegelisahan memikirkan adiknya yang masih di ruang kesehatan. Untung saja siang ini jadwal jaga Genta dan Luki, jika tidak, mungkin Ibnu sudah benar-benar memutuskan untuk bolos dengan alasan ingin menjaga Galuh.

"Oke, oke, terus si Miko... dia gimana?" Desga tak ingin membahasnya lagi, tapi ia sudah sangat penasaran dengan hukuman apa yang Miko terima, karena sejak hari itu, hubungan Ibnu dan Miko tidak baik, terlebih Miko satu angkatan dengan Galuh. Sudah pasti Miko akan tetap mencari masalah melalui Galuh yang juga pernah membuat anak itu malu di depan umum.

"Dia di scors selama tiga hari, tadi gue langsung pergi. Gue nggak tahan lihat muka bocah songong kayak dia di satu ruangan yang sama kayak gue, muak liatanya. Udah jangan bahas dia lagi deh. Mending lo bantuin gue cari alasan buat menghadap Abang gue nanti, lo tahu sendiri si Fariz kayak gimana, kan?"

Mengenal Ibnu dan keluarganya adalah suatu keberuntungan tersendiri, selain baik dan ramah, keluarga Ibnu juga tidak pernah membedakan teman-teman anaknya. Terlebih Ibnu yang memiliki teman lebih dari satu. Bahkan ketika menginap pun, mereka dengan senang hati menghabiskan stok makanan yang ada di rumah Ibnu, tidak dengan snack yang tersimpan di lemari yang berbeda. Tidak hanya itu, di sana juga ada sebuah peringatan begitu menyolok mata bila membacanya 'DILARANG NGAMBIL BARANG HARAM DI LEMARI INI!' tulisan yang diketik dengan huruf kapital disertai tanda peringatan, membuat siapa pun yang mendekatinya akan bertanya-tanya pada Ibnu. Namun, bukan Galuh yang akan menjawabnya melainkan Kamila yang selalu memberi peringatan pada Ibnu untuk tidak menyentuh atau membukanya.

"Btw, lemari yang ada tulisan gede banget itu, masih belum boleh dibuka?" tiba-tiba Iwan bertanya, ketika guru yang sempat memberi penjelasan di depan kelas pun keluar. Perlahan Ibnu menyandarkan tubuhnya, lalu melirik Iwan sebentar.

"Belum. Bunda gue bisa ngamuk, kalau yang punya ngelihat isi lemarinya hilang satu, udah lo nggak usah nanya yang itu, di rumah gue masih banyak yang enak, mau puding, nastar, es krim? Banyak! Tinggal pilih," ucap Ibnu lagi. Desga dan Iwan terkekeh, idenya berhasil untuk membuat mood Ibnu lebih baik, setidaknya cowok itu bisa melupakan sejenak masalahnya apalagi tentang Galuh.

⏳⏳

Hari semakin sore, sekolah juga sudah bubar sejak satu jam yang lalu. Tapi Ibnu masih enggan untuk pulang ke rumah. Belum lagi dengan keadaan Galuh yang masih diam membisu di tempatnya. Sejak Irgi dan Reka datang, Galuh tetap tidak mau bicara apa pun, bahkan roti yang sempat dibeli oleh kedua sahabatnya juga belum disentuh. Ia hanya meminum teh untuk membanrunya meminum obat. Sejak kejadian tadi siang, pikiran Galuh terus berkeliaran mengingat bagaimana Miko mengatakan begitu ringan tentang dirinya yang lemah.

"Miko bener, Gi. Dia nggak salah, gue aja yang bego," ucap Galuh. Sudah berulang kali Irgi mendengar kalimat yang sama keluar dari mulut Galuh.

"Emang bego, terus lo mau dibego-begoin lagi sama dia?" Sahut Reka. Sejak tadi siang, baru sekarang Reka bersuara. Ia sangat kesal dengan Firly. Bahkan sepulang sekolah Reka meminta Firly untuk mengobrol sebentar sementara Irgi lebih dulu menemui Galuh.

"Gue cuma mikir, apa semenyusahkan itu, gue buat kalian? Kalau, iya... gue cuma minta kalian sekolah yang bener, jangan kayak gue yang suka bolos tiap minggu. Masa depan kalian masih jauh, kejar selagi sehat, kalau udah sakit, nanti lo pada nyesel," katanya.

Untuk kali pertama Irgi benar-benae marah pada Galuh, begitu juga dengan Reka. Mereka tidak suka dengan ucapan halus yang tidak biasa Galuh katakan. Apalagi dengan keadaan yang begitu menyakitkan mata.

Galuh memang istimewa, semua orang tahu. Tapi semesta selalu berkata lain tentangnya. Hari ini senjanya telah tenggelam bersama senyum yang ikut melengkung ke bawah, bahkan butiran cairan bening juga ikut serta membasahi kedua pipinya. Dan diantara mereka bertiga, tidak ada yang menyadari kalau di luar sana ada Ibnu yang menyaksikan semuanya.

G A L U H 2

Hallo.... apa kabar semuanya ? Aku dateng bawa Galuh untuk menemani kalian. Siapa yang juga kangen kayak aku?

Terima kasih telah berkunjung, jangan lupa tinggalkan jejak, supaya aku makin semangat nulisnya. See you next time.

Salam Mr. Choco 🍫🍫

Publish, 30 Maret 2021

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro