Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Chapter 34

Awal di mana kehancuran datang bertubi-betubi, membuat luka lama kembali sobek dengan sendirinya. Galuh tidak tahu apa-apa sebelumnya, bahkan ketika Regi menceritakan tentang penculikan Ibnu saat di stasiun, sampai kecelakaan yang hampir merenggut nyawa Ibnu, Galuh tidak tahu kalau semua itu karena Darma, lelaki sampah yang selalu Fariz rutuki keberadaannya.

Sama seperti hari-hari kemarin, Ibnu masih terlihat biasa saja dengan keharmonisannya  berceramah ketika Fariz pulang larut, ketika Galuh ngambek tidak mau makan, dan ketika tidurnya diganggu oleh Galuh. Ibnu akan mengumpat berkali-kali sampai anak itu benar-benar mau mengalah dan melunak. 

Saat ini Galuh tertidur dengan begitu damai  dengan beralaskan permadani dan jaket milik Ibnu sebagai bantalan. Usai makan siang, Ibnu meminta Galuh untuk menunggunya sampai ia dan teman-temannya selesai latihan, anak itu tidak membantah, bahkan Ibnu memberikan ponselnya pada Galuh agar anak itu tidak bosan. Padahal semua tahu, Galuh punya ponsel sendiri, tapi Ibnu tidak pernah suka kalau adiknya menghabiskan kuota hanya untuk bermain game, alasan mengapa Ibnu senang mengunduh game online di ponselnya agar Galuh merasa aman dan nyaman. Tak peduli daya baterainya akan habis, selagi Galuh tidak meminta yang macam-macam, Ibnu akan melakukannya. 

"Nu, lo nggak apa-apa pulang agak sore?"  tiba-tiba suara Desga mengalihkan pandangan Ibnu. Cowok itu sudah siap akan memanjat, tapi tertahan, ia mendesah pelan sebelum menatap Desga yang masih menatapnya  dengan penuh tanya.

"Nggak masalah, lagian habis makan siang Galuh juga milih tidur, untung gue inisiatif bawa obatnya, bisa-bisa Bunda di rumah ngomel kalau anak bungsunya sampai lupa minum obat," balas Ibnu, Desga mengerutkan keningnya,  tak yakin dengan apa yang dikatakan Ibnu.

"Lo nggak bohong ke gue, 'kan Nu?  Galuh itu bukan cuma punya lo, Nu. Ada gue, Genta, Iwan, dan yang lainnya. Kalau lo ngerasa capek jagain dia, gue siap kok. Kapan pun lo minta, kita semua  pasti bantu, you're never be alone Bro! Inget dari kita masih pakai kaos kaki belang, dihukum karena telat dan diceramahin di lapangan upacara, gue nggak pernah nyesel jadi temen lo, paham?"

Ibnu akan menjadi sosok yang jauh lebih dewasa jika berbicara dengan Desga ataupun Genta. Dia akan menjadi apa yang diinginkannya jika bersama Iwan atau Luki, Ibnu memang rusuh, terlebih jika bersama Galuh, adik satu-satunya yang bisa dia goda dikala suntuk melanda.

"Gue udahan dulu, kayaknya Galuh udah bangun, takut Bunda cariin bisa ribet urusannya, apalagi kalau Fariz pulang, pusing denger dia ngomel, Des, thanks, ya?" Desga hanya mengangguk, ia tahu sikap Fariz yang kelewat seram kalau sudah marah, ia juga tahu siapa Fariz jika Ibnu sudah berulah, tapi yang ia tak tahu, apakah Ibnu baik-baik saja dikala Fariz sedang bersama Galuh?

Alasan mengapa Desga selalu menjadi pengamat yang baik di setiap gerak Ibnu. Desga tak ingin sahabatnya kembali terluka sama seperti dulu....ketika mereka hendak berkemah.  Rasanya melihat Ibnu koma sudah sesak, apalagi harus melihat adegan luar biasa yang selalu Ibnu ceritakan jika bersama Fariz.

Perbincangan itu memang sudah berlalu, bahkan sudah Ibnu lupakan dan sekarang Ibnu tidak lagi memikrkan situasi di mana satu hari penuh telah dibuat pusing oleh adiknya sendiri. Pembasahan yang sebenarnya tidak penting selalu menjadi topik obrolannya, bahkan sebelum pulang pun Ibnu sudah dibuat kesal setengah mati oleh Galuh.

"Gue mau makan roti bakar depan kampus Abang," Ibnu benar-benar kesal, Galuh tahu kalau jarak sekolah ke kampus Fariz tidaklah dekat, tapi anak itu meminta tanpa berpikir kalau Ibnu sudah sangat lelah.  Ibnu tidak mau berdebat lebih panjang, ia pun menuruti permintaan Galuh. Di sepanjang perjalanan Galuh bercerita banyak hal, salah satunya tentang sketsa yang Ibnu sempat buat untuknya tempo hari. Ibnu hanya mengangguk, karena ia tahu Galuh sangat suka gambar apa pun yang dibuatnya, bahkan Galuh telah menjadikannya sebagai koleksi pribadinya, hanya Galuh dan Ibnu yang tahu.

Kini semua yang sudah ia lalui telah berakhir dengan senyum hangat dari Kamila yang masuk ke dalam kamrnya dengan nampan berisi tiga gelas susu hangat pesanan ketiga putranya.

"Bunda kira kamu udah tidur, tahunya masih ngerjain tugas?" 

"Iya, Bun. Biar besok bisa tidur puas,  pokoknya aku nggak mau diganggu lagi, ya?"

Kamila terkekeh, lalu meletakan segelas susu di atas nakas sebelah tempat tidur putranya. Kemudian mengusap kepala Ibnu dengan lembut sebelum wanita itu keluar dari sana.

"Bun," pangil Ibnu, Kamila menoleh  menunggu Ibnu melanjutkan perkataannya. "Aku nggak mau Galuh sakit lagi Bun, bilang ke dia kalau aku capek lihat selang-selang itu, bilang sama dia kalau aku nggak suka."

Kamila hanya tersenyum lalu memngangguk, setelahnya ia pun benar-benar  melangkah pergi dari sana, meninggalkan Ibnu yang terdiam di tempatnya.

⏳⏳

Tadi sebelum Kamila keluar dari kamar Galuh, anak itu sempat bercerita padanya kalau dirinya begitu senang bisa pergi bersama Ibnu meski terasa lelah sampai ia tertidur saat menunggu Ibnu. Meski tidak melakukan apa-apa, Galuh tetap merasa lelah, mengingat pertahanan tubuhnya yang begitu lemah. Bahkan saat Ibnu mengajak Galuh ke lapangan, Galuh hanya diperbolehkan duduk di pinggir, walau terik matahari tidak begitu panas. Namun, setelahnya Galuh memilih kembali ke ruangan hanya untuk merebahkan tubuhnya, lama-kelamaan rasa kantuknya datang dan ia pun tertidur, cukup lama sampai Ibnu saja tidak tega untuk membangunkannya. 

Kini anak itu telah terlelap begitu damai, benar-benar damai sampai susu yang dibawakannya saja belum sempat diminum. Kamila hanya bisa berharap sedikit lebih lama bisa menatap wajah Galuh dari dekat. Ia hanya takut kalau Darma kembali mengancam keluarganya. Sama seperti beberapa hari lalu, ketika ia sedang berbelanja, rasanya ingin berteriak sekuat tenaga, namun kalah dengan pergeralam Darma yang begitu kuat. Kamila juga tidak pernah menutupi apa pun dari Regi, bahkan rencananya tiga atau empat hari lagi, Regi akan pergi keluar kota, yang artinya Kamila juga akan ikut bersama Regi.

"Bun?" Panggilan itu membuat Kamila tersentak, ia menolek ke arah pintu kamar Galuh yang terbuka, di sana ada Regi yang mulai melangkah mendekatinya. Pria itu pun mengusap bahu Kamila ketika wanita itu masih duduk di sebelah putra bungsunya.

"Papa harus pergi besok, nggak apa-apa Papa tinggal lagi?" 

"Kenapa nggak minta Brian aja? Surabaya itu jauh, Pa. Apalagi keadaannya sekarang lagi nggak baik buat kita pergi jauh dari Jakarta." 

"Walau ada Brian di sana,  dia juga harus ngurus cabang, kamu nggak perlu cemas soal si berengsek  Darma, Papa sudah hubungi rekan Papa kalau ada sesuatu."

Meski berat melepas Regi pergi, tapi Kamila tidak bisa melarangnya,  meski pada akhirnya Regi tetap membawa Kamila bersamanya.

⏳⏳

Setelah melewati malam yang panjang, pagi ini kembali pada aktivitas masing-masing, Regi memang sudah berangkat sejak subuh, mengingat situasi yang masih belum membaik, Kamila memutuskan untum tetap di rumah menjaga ketiga putranya, walau paginya akan selalu disambut dengan keributan yang Galuh dan Ibnu ciptakan. 

"Bang bangun!"

"Berisik!"

"Bangun buruan! Disuruh Bunda cepetan bangun, siap-siap sarapan bareng, buruan!"

Ibnu benar-benar kesal, rasanya seperti dejavu, apa yang terjadi saat ini, pernah ia rasakan sebelumnya. Ia pun benar-benar membuka matanya lebar setelah dirasa sosok Galuh masih duduk di atas tempat tidurnya.  Ibnu menoleh menatap Galuh bingung, bahkan Galuh sendiri merasa aneh.

"Kenapa sih?"

"Pipi lo memar... lo berantem?"

"Nggak, gimana mau berantem, punya masalah ada nggak," balas Galuh lalu beranjak dari sana, kemudian melangkah pergi meninggalkan kamar Ibnu.

Semalamam Ibnu seperti sedang dihantui rasa takut yang begitu besar, kalau hari esok ia akan terkubur bersama luka yang begitu dalam.  Bahkan saat melihat Galuh saja hatinya sudah sangat sakit.

"Kalau gue mimpi, tolong bangunin, tapi kalau bukan, tolong kasih tahu gue, kalau ini bukan mimpi."

Sekejap setelahnya Ibnu kembali sadar dalam lamunannya.  Ia pun menoleh menemukam Arvy yang berdiri di dekat jendela kamarnya. Arvy mengulum senyum yang tidak biasa, ada yang aneh saat Arvy melambai, seolah sedang memberi pesan yang begitu rahasia sampai Ibnu saja sulit mengerti maksudnya.

"Ini bukan mimpi, tapi...."

Nyatanya, Ibnu hanya perlu waktu untuk memahami semua situasi yang sedang ia hadapi saat ini.

G A L U H 2

Hallo.... ketemu lagi, ada yang kangen mereka? Yuks ramein, jangan lupa tinggalin jejak, supaya aku makim semangat ngetiknya.

Salam manis Mr. Choco 🍫🍫










Publish,  27 Maret 2021

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro