Chapter 22.
Ibnu pikir masalahnya sudah selesai dengan Bu Andin, ternyata masih ada urusan lain yang menyangkut dirinya dengan guru yang lain.
Bahkan sebelum Ibnu benar-benar melangkah, Iwan lebih dulu berteriak kalau ada masalah di ruang peralatan. Mau tidak mau, Ibnu meminta izin lebih dulu agar ia bisa segera mengecek ruangan yang dimaksud Iwan.
Tak perlu waktu lama, Ibnu sudah berdiri di depan ruang peralatab, ia benar-benar kesal dan marah. Bukan tanpa alasan jika hari ini Ibnu dibuat naik darah. Terlebih saat tahu kalau Galuh dijahili oleh temannya saat di kantin, belum lagi di panggil Bu Andin, rasanya Ibnu sudah benar-benar muak.
"Ini alasan kenapa gue minta Desga beliin gembok kemarin, kejadian, kan?" gerurutu Ibnu membuat Iwan mengusap telungkuknya. Iwan tahu Ibnu paling tidak suka ruangannya di acak-acak. Bahkan Iwan pernah melihat Ibnu marah besar saat junior mereka tidak mengembalikan alat climbing pada tempatnya.
"Ada yang hilang Nu, lo cek kayaknya ada sesuatu yang nggak ada di sana."
Ibnu menoleh bukan pada Iwan yang jelas-jelas masih berdiri di sebelah kirinya. Ibnu mengeriyit, memastikan kalau ucapan Arvy itu tidaklah benar. Tapi, sekali lagi, murka Ibnu bemar-benar dipertaruhkan di sana. Salah satu piala kebanggaan mereka patah.
"Lapor Osis dan guru pembimbing. Ini udah keterlaluan! Dia pikir raih piala ini gampang? Astaga siapa pun orang itu, gue harap dia kena hukum yang setimpal!"
"Ah, hallo Kak Garuda? Kenal sama gue? Itu lho, anak baru yang lo tahan waktu di gerbang saat MOS, inget?"
"Miko? Ini ulah lo pasti, lo apain ruangan gue?"
"Simpel, cuma berantakin sama patahin piala itu. Karena lo udah ikut campur urusan gue sama Galuh. Jadi siapa pun yang bantuin dia, berurusan sama gue, Miko."
Miko tertawa puas saat melihat memiringkan kepalanya untuk melihat bagaimana kacaunya seluruh isi ruangan yang ada di dalam. Melihat kehadiran Miko adalah hal yang Ibnu tak suka sejak pertama ia bertemu. Anak itu sudah membuatnya naik darah sejak pertama kali menginjakkan kaki di gerbang sekolah.
Jika Ibnu bisa membuang ingatan itu, mungkin orang pertama yang akan Ibnu hapus namanya adalah Miko. Ibnu masih ingat saat pertama kali Miko mengajaknya bertengkar ketika Ibnu menyuruhnya untuk tidaj membawa ponsel saat pemeriksaan siswa baru.
Miko tidak terima, anak itu justru menantang Ibnu, setelahnya Miko mencari tahu sisi lemah Ibnu yang diam-diam Miko pergoki saat Ibnu sedang bersama Galuh. Tepat di depan ruang kesenian Miko melihat kakak dan adik itu sedang berbicara tampak serius.
Sejak saat itu Miko memutuskan untuk mengusik kehidupan Galuh. Terlebih Galuh adalah orang yang juga membuat Miko malu di depan umum. Senyum Miko sangat puas ketika ia tahu, kalau Galuh adalah orang yang harus membayar rasa malunya.
"Gue panitia di sini, lo bisa ambil ponsel lo, nanti kalau acara udah selesai! Selama MOS berlangsung peserta dilarang menggunakan ponsel. Itu udah ketentuan, harusnya lo tahu kalau udah tahu aturan sekolah di sini."
"Halah, lagian cuma bawa doang pake di sita segala, nggak di mainin juga kali, Kak."
Hanya sebatas peringatan, Ibnu memang melakukan tugasnya, tapi Ibnu tidak tahu kalau alasan Miko bukan hanya sebatas kesal, melainkan dendam karena Galuh pernah mempermalukannya.
Padahal Galuh tidak melakukan apa pun, saat itu Galuh hanya mengatakan pada Miko untuk berbaris dengan benar pada barisannya sendiri. Tapi Miko tak terima, Miko justru mengatakan hal yang menyakitkan kemudian menyuruhnya pulang karena Galuh lemah.
Bahkan sama seperti waktu itu, kini Miko tahu, sebenarnya Ibnu adalah orang yang paling lemah jika melihat adiknya terluka. Ia sudah membuktikannya saat di kantin. Miko melihat Ibnu dari jauh, cowok itu duduk diantara kerumunan siswa yang sedang bergosip. Rencana Miko berhasil, setelahnya Miko melihat Ibnu bangkit dan mengikuti Galuh di belakangnya.
"Jangan lupa, Garuda. Ini belum seberapa, ini juga bukan salah lo seutuhnya, tapi ulah anak payah itu, anak lemah jadi, kenapa nggak sekalian aja? Fine, selamat bersih-bersih."
Sejak keluar dari kantin Ibnu sudah kesal dengan Miko, terlebih karena Miko telah membuat tangan Galuh terluka. Saat ini ia sudah tak tahan untuk memukul Miko. Namun, ia cukup sadar, jika ia melakukan sesuatu, pasti dirinya akan kena hukuman, Miko bisa saja melaporkan dirinya, mungkin juga Miko bisa saja membuat Galuh celaka kembali. Detik seperti berhenti, Ibnu hanya bisa bungkam meski Iwan sudah bertanya berkali-kali.
"Jadi lapor nggak?" tanya Iwan.
"Nggak usah, dia licik nanti gue pikirin lagi. Sementara ruangannya biar begini aja, nanti pulang sekolah kita beresin bareng yang lain."
Setelahnya Ibnu hanya diam, usai menutup kembali pintu ruangan itu kemudian pergi meninggalkannya. Iwan tahu, Ibnu bukan orang yang mudah menyerah, tapi Iwan tak mungkin mengatakan kalau sebelum ia bertemu Ibnu, Iwan sempat melihat Irgi berbelok ke toilet bersama adiknya.
Iwan tak mungkin mengatakannya, bahkan Galuh sendiri yang meminta tolong pada Reka untuk segera memberitahu Iwan.
Kini, Ibnu hanya bisa menyimpan amarahnya sendirian. Mungkin sampai rumah nanti ia akan mendapat ceramah manis dari Fariz.
⏳
"Tadi Bang Iwan curiga?" Galuh tiba-tiba bersuara saat Bu Mega sedang menerangkan di depan.
Anak itu menoleh sedikit ke belakang, tempat di mana Reka duduk. Reka menggeleng sambil menaikan bahunya.
"Gue rasa sih, nggak curiga. Cuma perasaan gue doang tadi."
Galuh mengangguk, ia sudah menduga kalau Iwan pasti akan curiga. Terlebih saat memasuki toilet, Iwan melintas di sana. Saat yang tidak tepat untuk menutupi bercak darah dari sela-sela jarinya.
"Gue harap Bang Iwan nggak ember kayak tante-tante sih, Luh."
Reka terkekeh, Irgi kalau sudah menyahut selalu tidak pada temlatnya. Detik kemudian teguran Bu Mega membuat ketiganya harus mendapat hukuman untuk merangkum 2 bab dari pelajaran yang telah di sampaikan. Hal yang paling Galuh tak suka sejak SMP.
"Bu, nggak bisa dikorting dikit? Kebanyakan 2 bab mah," sahut Reka, Bu Mega menndengus kesal.
"Dikorting jadi 3 bab, besok harus sudah ada di meja saya."
Baru akan berucap, Bu Mega menyudahi pembelajarannya, membuat Galuh berdecak sebal kemudian menoleh pada si pelaku. Melihat wajah datar Galuh, Reka hanya mengusap telungkuknya, merasa bersalah atas ucapannya.
"Lupa Luh, harusnya nggak gitu alurnya."
"Mampus, ngambek 'kan anak orang. Lo sih, cari gara-gara," kata Irgi. Reka hanya pasrah menerima kenyataan kalau dirinya harus siap dengan sifat Galuh.
Reka banyak sedikit mengerti bagaimana Galuh, ia tak pernah menduga kalau Galuh termasuk anak yang manja dan tukang ngambek. Reka juga terkejut ketika mendengar cerita Irgi. Reka pikir Irgi sengaja melebih-lebihkan agar terlihat lebay, ternyata tidak.
Di depan semua orang Galuh akan terlihat biasa saja, berbicara pun seperlunya. Bahkan ketika bersama Ibnu saja, Galuh seperti tak peduli. Reka baru menyadari, sedikit tentang Galuh yang mungkin Irgi tidak akan memberitahukannya.
Reka telah melihat sisi lain Galuh jika ia tak mau terlihat lemah, padahal kenyataannya anak itu sudah siap tumbang kapan pun. Reka sangat beruntung bisa bertemu mereka. Apalagi mendendengar semua cerita Irgi rasanya ingin sekali mengenal Galuh lebih banyak.
"Udah, nanti biar gue yang bantu nulis deh, serius nggak bohong."
Irgi akan menjadi penenang kapan pun dan di mana pun, Irgi akan memberi rasa nyaman yang lebih agar sahabatnya tidak merasa sendiri. Reka tidak menyangka rasa sayang Irgi pada Galuh, sama seperti rasa sayang seorang kakak pada adiknya. Reka bisa melihat bagaimana Irgi mengusap punggng tangan Galuh yang kesal padanya.
"Es buah depan gang rumah gue. Nggak pake nolak, harus!"
Reka langsung melirik Irgi, lalu menudnyk pasrah. Benar-benar menyebalkan kalau sudah ngambek, itulah yang Reka pikirkan saat ini.
"Gimana Ka? Es buah aja kok, belum disuruh beli bakso, mie ayam, sate, apalagi-"
"Oke, iya, gue beliin nanti. Udahan ngambeknya, astaga nyesel ngomong tadi, kalau tahu begini," sahut Reka cepat. Irgi tertawa, tidak dengan Galuh. Anak itu bersandar pada kursinya, saat Bu Mega sudah keluar dari kelasnya.
Sebenarnya Irgi tak tega kalau sudah melihat Galuh berdiam diri, anak itu tampak menyebalkan dengan wajah dinginnya. Bahkan saat Galuh memejamkan matanya sebentar pun Irgi melirik pada Reka yang menyibukkan dirinya dengan game online. Irgi kesal, ia pun menarik seragam Reka sampai si pemilik berdecak sebal.
"Apaan sih! Game over jadinya."
"Punya minyak angin nggak?" tanya Irgi, Reka menggeleng cepat, buru-buru ia memasukkan ponselnya pada saku celananya. Kemudian ia pun bertanya pada teman yang duduk di belakang kursinya.
Reka hampir kesal, untung saja ada siswi yang dengan baik hati langsung memberikannya. Cepat-cepat Reka kembali pada tempat duduknya dan memberikan minyak kayu putih pada Irgi.
"Ananda kenapa Ka?"
"Pusing," balas Reka cepat. Reka terkejut saat melihat Firly yang baru saja duduk di sebelahnya. Anak itu tampak lesu seperti tidak bersemangat.
"Lo kenaoa Fir?" tanya Reka, Galuh membuka matanya menoleh ke belakang ketika mendengar suara Reka dan Firly yang tampak lesu. Firly bungkam, ia menunduk malu ketika melihat wajah Galuh.
"Buat lo." Galuh menyodorkan dua buah roti dan sebotol air mineral di depan Firly. Firly pun mengangkat wajahnya saat melihat Galuh tersenyum. Padahal Firly jengkel setiap kali melihatnya. Tapi kali ini, Firly sangat berterima kasih.
"Jangan dilihatin dong, ini geratis! Buat lo, ambil aja," ucap Galuh.
Irgi dan Reka hanya bisa saling menatap satu sama lain. Mereka pikir Galuh memintanya membelikan roti untuk dimakan sendiri, ternyata Galuh ingin memberikannya pada Firly. Bahkan saat Reka hendak bertanya saja, Galuh tak memberitahukannya. Padahal saat di ruang kesehatan, Galuh berusaha menahan perih ketika Irgi mengobati lukanya.
"Makasih Nan," ucap Firly. Meski ragu, Firly tetap menerimanya. Firly memang tidak sedekat Irgi dan Reka, tapi Firly bisa melihat kalau Galuh orang yang baik. Dia tidak akan membiarkan temannya kesusahan, apalagi melihat keadaan Firly saat pertama kali mereka MOS.
Galuh sudah pernah berbicara pada Firly sebelumnya, namun Firly tidak bersikap baik padanya. Terlebih mereka sekelas, itulah alasan mengapa Firly tak suka pada Galuh. Di mata Firly, Galuh hanya pura-pura sakit agar mendapat perhatian semua orang. Firly tak suka. Tapi, setelah melihat Galuh di bawa Ibnu ke ruang kesehatan saat itu Firly sadar, Galuh bukan berpura-pura. Anak itu memang lemah, namun tidak mau dilihat oleh orang lain.
"Nggak perlu, kalau sakit nggak enak, jangan nolak gue nggak suka."
Firly terkekeh, baru pertama kali berbicara cukup panjang dengan Galuh, rasanya sudah akrab. Firly bisa menangkap wajah pucat Galuh meski sekilas, anak itu pun segera memalingkan pandangannya dan merebahkan kepalamya di atas meja.
Rasa pusingnya kembali datang, membuat Irgi dengan sabar memijat leher sahabatnya.
"Mau pulang aja?" tanya Irgi.
"Nanggung, masih ada satu pelajaran lagi, cuma pusing doang kok." Pelan suara Galuh menjadi jawaban terakhir atas pertanyaan Irgi. Sesekali Irgi mengolesi leher temannya dengan minyak kayu putih. Ia juga telah mengatakan akan mengganti minyak kayu putih itu pada si pemilik.
"Seriusan?"
Galuh kembali mengangguk kecil, setelahnya anak itu kembali mrngangkat kepalanya dan tersenyum pada Irgi. Percayalah, senyum Galuh adalah pahit, anak itu tampak lelah padahal tidak melakukan apa- apa.
Bahkan saat Bu Mega menjelaskan pelajaran saja, Galub berkali-kali memijat keningnya. Hal yang paling Irgi benci dari sifat Galuh adalah keras kepalanya yang tak mau mendengarkan untuk beristirahat lebih lama di rumah.
Galuh akan berdalih dan mengatakan bosan sampai Fariz yang kaku saja bisa luluh kalau adiknya sudah merajuk. Fariz pernah mengatakan pada Irgi malau dirinya benci melihat Galuh menangis, kesal melihat Galuh ngambek, dan marah bila Ibnu berulah. Kalau saja ada Restu mungkin sudah ditertawakan, untung saja saat itu hanya ada Irgi, setidaknya dengan begitu Irgi jadi tahu mengapa kakak sulung Galuh sangat kesal dengan Ibnu.
G A L U H 2
Nah segini dulu ya, ada yang kangen? Jangan lupa komen di bawah 😊
Aku mau tahu kalian suka bagian siapa ? Bagian Galuh sama Ibnu atau Galuh sama Fariz?
Kalau aku nggak bisa milih 🤭
Kalian bisa tag aku di IG nisa_jihad, kalau kalian menemukan quotes di cerita ini. 😁
NOTE : Ada yanf inget sama Miko? Iya, Miko. Biang onar yang sukanya cari gara-gara sama Galuh. Ternyata Miko juga sebel sama Ibnu lho, wah nggak nyangka ya.
Sip, terima kasih sudah berkunjung
Salam manis Mr. Choco 🍫🍫
Publish, 11 Januari 2021
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro