Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Chapter 20

"Inget omongan gue ini, Luh. Kalau ada apa-apa pokoknya kabarin."

Sudah hampir 12 kali Ibnu mengatakan hal yang sama, bahkan ketika baru masuk mobil saja, Ibu sudah mengatakan kalimat itu dan berlanjut sampai Fariz menurunkan mereka di depan gerbang sekolah.

Fariz tidak banyak berkomentar, hanya berpesan pada Ibnu untuk memantau Galuh ketika istirahat. Karena ia tahu, adik bungsunya paling tidak bisa memakan, makanan pedas meski sangat ingin. Tidak juga diperbolehkan makan mie instan, sekali lagi, meski Galuh sangat ingin. Dan yang parahnya, meski Galuh sangat suka kepiting anak itu benar-benar dilarang untuk memakannya, karena Galuh memiliki alergi sejak kecil.

Fariz tidak mau mengambil resiko besar kalau alergi adiknya kambuh, pasalnya Fariz tak ingin melihat Galuh kembali berbaring lagi di rumah sakit. Maka, sebelum Galuh dan benar-benar turun dari mobilnya, Fariz memperingati Galuh untuk tidak melakukan hal yang membuat semuanya panik. Galuh hanya mengangguk, anak itu tahu jika Fariz sudah berbicara tak akan ada ampun lagi untuk menerima penolakan.

"Masuk sana, udah ditunggu Irgi sama Reka, tuh. Inget, ya Luh. Nggak ada alasan lo pingsan lagi," ucap Ibnu. Galuh mendesah, ia lelah mendengar Ibnu terus memgatakan hal ini, hal itu, padahal sekali ucap saja untuk Galuh mungkin sudah cukup.

"Iya, Bang. Lo lama-lama bawel, sana-sana lo ke kelas sendiri aja, gue mau masuk." sahut Galuh.

Ketika Galuh baru akan melangkah, masuk ke dalam kelasnya,Ibnu kembali memanggilnya tapi, Galuh memilih mengabaikannya kemudian melanjutkan langkahnya menuju tempat duduk yang sudah Irgi siapkan di sebelahnya.

"Tumben lo datang agak siang, emang Galuh udah boleh masuk?" tanya Desga yang tiba-tiba melintad melewati kelas Galuh. Ibnu masih di sana, di depan kelas adiknya. Ibnu tidak terkejut, karena Desga yang kebetulan menunggunya sejak tadi.

Sebelum Ibnu benar-benar pergi dari sana, Ibnu mengintip sedikit ke dalam kelas Galuh, ia lega karena adiknya sudah bersama Irgi dan Reka. Sejak berangkat Ibnu sudah khawatir tentang keadaan Galuh yang belum sepenuhnya membaik. Namun, Bunda mereka tak lagi bisa menahan Galuh, karena tahu kalau Galuh paling tak suka berlama-lama di rumah atau di rumah sakit. Anak itu akan mrngeluh bosan apalagi jika rumah sudah terasa sepi. Itulah mengapa Ibnu hadir untuk meramaikan suasana dengan cara mengganggunya.

Ibnu melangkah lebih dulu meninggalkan Desga, bahkan pertanyaan Desga saja belum terjawab. Mau tidak mau, Desga brrlari kecil untuk menyusul Ibnu.

Cowok itu tertawa saat namanya dipanggil berkali-kali oleh Desga, bahkan ia tak peduli dengan sorot mata siswa-siswi yang melihat mereka. Ibnu hanya tahu, kalau mengerjai orang itu menyenangkan tanpa peduli situasi dan cibir orang-orang yang tak suka padanya.

Sejak kecil, Ibnu termasuk orang yang yang paling sedikit teman, ia benar-benar tak peduli apakah ia punya teman atau tidak. Yang Ibnu butuh adalah Fariz, Fariz yang sampai detik ini masih enggan untuk menatapnya, padahal dekat, namun terasa sangat jauh. Meski Fariz mau membuka suara untuknya, tetap itu bukan Fariz, itu hanya kebutuhannya. Kebutuhan saat Galuh dapat masalah, seperti sakit atau hal kecil lainnya. Fariz akan mengobrol, tapi tak banyak.

Bagi Ibnu, Fariz itu dingin dan tak tergenggam untuknya. Mendekatinya adalah mustahil, mendapat hangat hanya jika ada Galuh, meski sebentar dan setelahnya kembali pada sikapnya yang semula.

Jika di samakan dengan kekuatan yang ada di dalam anime Naruto, Ibnu adalah Naruto, dan Fariz Sasuke. Tak ada yang bisa diharapkan kecuali atas kehendak Fariz sendiri.

Sama halnya jika ia sedang bersama Galuh, anak itu memiliki sifat kombinasi antara dirinya dan Fariz. Yang terkadang sangat menyenangkan, terkadang juga menjadi manusia paling menyebalkan. Sama seperti tadi saat berjalan melewati gerbang sekolah. Anak itu benar-benar menjadi sosok adik yang menyebalkan. Ia terus diam dan berkata kalau Ibnu terlalu berisik.

"Nu, jam segini lo baru dateng, tumben banget." Itu Genta, teman sekaligus sahabat yang bisa diandalkan. Genta menoleh kebelakang Ibnu dan menemukan Desga yang terhenga-henga saat berlari menyusul Ibnu yang melangkah begitu cepat.

"Lo kemapa, Ga?" tanya Genta. Desga menaikan sebelah tangannya untuk meminta Genta tidak bertanya, tapi Genta tidak berhenti sampai di sana, ia akan tetap mendapat jawaban atas pertanyaannya dari Ibnu.

"Dikenjar sama Pak Gun, ditagih soal tugas MTK."

Genta mengeriyit, demikian juga dengan Desga yang langsung menggeleng. Ibnu tak akan menjawab dengan benar kalau prrtanyaannya tidak untuk dirinya sendiri. Ibnu pun kembali melangkah melewati Genta dan meninggalkan Desga, yang masih berdiri di depan kelas.

"Nu, gue nanya serius, sumpah nyebelin banget jadi orang." gerutu Desga, kemudian berdiri di depan meja Ibnu saat si pemilik sudah menempelkan bokongnya di kursi sebelah Luki.

"Pertanyaan kalian itu bisa dipikir pake akal sehat, kalau gue nggak jawab, berarti jawabannya udah pasti bener. Untuk apa gue jelasin, hello.... simpel, kan?" sahut Ibnu. Cowok itu pun bersandar pada kursinya sambil menaikan turunkan kedua alisnya begitu santai.

"Astaga, fine. Berarti Galuh udah masuk sekolah, dan lo kesiangan karena itu? Yaampun Nu, lo tuh nggak berubah, nggak tenang banget sih hidup lo kalau nggak gangguin adik sendiri." ucap Luki.

Ibnu menoleh, lalu tersenyum sebelum menjawab ucapan Luki, srmentara Genta dan Desga sudah lelah dengan Ibnu yang memiliki jawaban super menyebalkan dan ngawur. Bahkan tidak dengan mereka bertiga, Iwan yang sudah paham tentang teori absurd Ibnu saja terkadang hanya menggeleng dan mengabaikannya.

"Nggak bisa. Ganggu Galuh itu udah wajib. Kalau dia belum kesel, gue belum tenang. Apalagi kalau dia udah ngambek sama Bang Fariz, fix gue suka. Seru tau."

"Seru buat lo, yang ada dia kesel sama lo seumur hidup, iya. Lo lagian suka banget cari masalah, padahal lo tahu Abang lo paling kesel liat Galuh kalau udah ngambek, apalagi gara-gara lo. Parah lo, Nu."

Ibnu tertawa, tak peduli meski sudah di beritahu berkali-kali untuk tidak menjahili adiknya. Tapi, bukankah cara seseorang memiliki cara sendiri untuk menunjukkan rasa sayang dan pedulinya pada orang lain? Lalu, mengapa Ibnu tak boleh melakukannya, padahal ia sudah tahu resikonya akan dimusuhi oleh adiknya sendiri. Lagipula, cara Ibnu dan Fariz itu tidak bisa di samakan, Ibnu memang jahil, tapi ia orang yang sangat sayang pada adik, Galuh.

Orang lain hanya pandai menilai, tapi tidak tahu apa yang dirasakan dan di alami orang manusia lain. Orang lain hanya mampu mencibir tapi lupa cara mengoreksi diri sendiri. Jadi, Ibnu akan memilih diam jika ia yang di cibir, asalkan adiknya baik-baik saja.

Ibnu tahu Luki dan yang lainnya sayang pada adiknya, maka dari itu, mereka begitu senang jika Galuh sudah pulih. Ibnu tidak sejahat yang orang lain pikirkan, apalagi untuk mengacaukan kesenangan adiknya, termasuk dengan ucapan Luki yang sebenarnya itu tidak benar-benar terjadi.

Ibnu hanya ingin adiknya tidak merasa bosan karena sering ditinggal oleh orang tua mereka. Terkadang Ibnu merasa kasihan ketika malam tiba. Dia tahu kalau Galuh tak suka sendiri, terkadang Ibnu diam-diam masuk ke kamar adiknya hanya untuk menemani sampai Galuh benar-benar tertidur. Itu hanya akan Ibnu lakukan jika mereka sedang bertengkar, selebihnya Galuh sendiri yang akan menyuruh Ibnu tidur bersama dengannya. Bukan hanya Ibnu, Fariz pun akan melakukan hal yang sama. Bedanya, Galuh yang memilih pindah ke kamar Fariz.

"Gini, kalian bertiga itu 'kan temen gue, lo tahu keluarga gue kayak gimana, apalagi tentang gue dan Galuh. Jadi... kalian simpulin aja sendiri, kenapa gue kesiangan. Yang jelas, bukan karena ribut atau yang lainnya. Paham?" ucap Ibnu.

Dengan begitu, Ibnu tak perlu menjelaskan mengapa dirinya kesiangan dan mengapa dirinya berada di depan kelas Galuh beberapa saat lalu.

Selama pelajaran berlangsung, semuanya baik-baik saja. Tapi, ketika di jam terakhir sebelum bel istirahat. Tiba-tiba Galuh berbisik pada Irgi, untung saja saat Irgi tertawa guru mereka sudah benar-benar keluar.

Kali ini, Galuh hanya perlu merencanakan pergi ke kantin dan menikmati makanan yang ia jarang sekali temui di rumahnya.

"Lo sesat nih, masa mau bolos." gerutu Irgi.

"Gue punya rencana, pelaksanaannya nanti aja, kapan-kapan. Lagian, gue baru masuk."

"Untung guru tadi nggak balik lagi waktu kita ngakak. Bisa-bisa di jemur di lapangan baru tau rasa!"

Galuh tidak memanggapi, usai merapikan alat tulisnya anak itu pun bangkit kemudiam keluar dari kursinya dan melangkah lebih dupu keluar kelas. Tak lama di susul Reka dan Irgi di belakangnya.

Langkah mereka yang tidak beriringan membuat beberapa siswa-siswi di sekitar menatap ke arah Galuh. Seolah sedang melihat sesuatu lalu menghindar.

Reka yang kesal karena menjadi sorotan publik, cowok itu segera menyamakan langkahnya dengan Galuh kemudiam menyentuh bahu anak itu meminta untuk segera berhenti. Tepat di depan kantin mereka berhenti. Reka pun membalik tubuh temannya memastikan kalau tidak ada yang aneh.

"Lo kenapa Ka?" tanya Irgi tiba-tiba. Reka menggeleng, ia hanya tak bisa melihat wajah Galuh yang pucat, meski tersenyum.

"Jangan lihatin gue, kayak gitu. Gue nggak suka."

Reka tidak menyahut lagi, cowok itu melangkah lebih dulu memasuki kantin, sesekali ia mengedarkan pandangnya ke semua sisi untuk mencari tempat yang kosong agar mereka bisa duduk.

Belum lama Reka mencari, tangannya ditarik oleh Irgi, melihat itu, ia tahu di depan sana Galuh sudah melangkah lebih dulu.

"Gini, ya jadi anak SMA, rame kayak pasar padahal di kantin." gumam Galuh, Irgi terlekeh, ketika ia kembali dengan nampan berisi 2 gelas es jeruk dan 1 es susu cokelat.

Setelahnya Irgi pun mengambil ruamg kosong yang ada di sebelah Reka. Mereka banyak berbincang, tak ada hal lain yang mereka bicarakan kecuali tentang pelajaran Seni.

Di tengah percakapan mereka berlangsung, beberapa pesanan yang sempat di pesan oleh Irgi pun datang. 3 mangkuk soto ayam yang siap santap.

"Lo harus coba ini, Luh. Kita berdua udah coba. Rasanya enak. Terus, di sini juga ada penjual batagor yang rasanya juara. Pokoknya lo harus cobain, ya, walaupun kita baru sekolah selama seminggu, tapi gila sih, makanan di sini enak-enak. Bersih lagi tempatnya, tertata dan nggak rugi harganya terjangkau sama kantong anak sekolah." celoteh Reka, di sela panasnya soto ayam. Cowok itu tak mau ketinggalan, ia akan terus berbicara dan meriview beberapa makanan yang ada di kantin sekolah mereka. Selama beberapa hari Galuh tak masuk sekolah, Irgi dan Reka memang tidak selalu datang untuk menjenguk. Mereka punya alasan, terlebih Irgi sudah tahu sifat Galuh yang tak suka bila ia harus mengorbankan temannya hanya untuk kepentingan sendiri.

Namun, rasa sayang Irgi pada Galuh bukan sekadar teman saja, Irgi yang memang tak hanya seorang anak tunggal, ia tak mau melewatkan hal menarik tentang Galuh. Lagipula, usia Irgiebih tua beberapa bulan daripada Galuh.

Ketika mereka masih SMP, Galuh sering menginap di rumah Irgi, apalagi ketika ada acara kantor yang di adakan diluar kota, kemudianFariz dan Ibnu yang kadang pulang sudah sore hari, bahkan sampai malam.

Galuh memilih menginap di rumah Irgi, karena dengan begitu ia merasa aman. Galuh bukan anak manja, dia hanya tak suka sendirian meski sudah menginjak masa remaja.

"Ah! Gila panas woi." geruru Galuh, ketika meja mereka tersenggol oleh seseorang. Begitu terkejutnya Galuh ketika air soto miliknya tumpah sedikit di atas punggung tangannya. Irgi dan Reka pun sama, mereka terkejut, Galuh yang mengibaskan tangannya lalu menoleh ke sebelahnya.

"Kalau jalan lihat-lihat dong. Ini tempat umum, jalan di sebelah sana masih lega," gerutu Galuh.

"Sayangnya gue cuma mau lewat sini, gangguin lo, biar nggak bisa makan. Gimana, enak 'kan kena kuah panas? Ini belum seberapa, gue harap lo nggak lupa siapa nama gue." ucap orang itu. Bahkan sengaja menendang kaki meja dan lagi-lagi kuah soto Galuh yang masih penuh pun tumpah di tempat yang sama. Perih yang Galuh rasa tak seberapa dibandingkan kesal yang coba ia tahan saat cowok tak berguna itu mencari gara-gara padanya.

"Tangan lo merah, Luh. Ke UKS aja, diobatin dulu," ucap Reka. Galuh tidak bersuara, ia pun pergi dari sana, bahkan minumannya pun belum tersentuh sama sekali, namun sudah tumpah lebih dulu.

"Luh, tunggu!" teriak Reka, sementara Irgi kembali ke penjual soto untuk membayar, barulah ia menyusul kedua temannya.

"Pelan-pelan Gi, perih. Jangan kasih tahu Bang Nu, yang ada dia nhamuk. Gue males denger dia ngomel." ucap Galuh.

"Udah, begini wahai, Ananda Galuh. Kalau gue nggak bilang ke Abang lo, apa lo mau kena omel lebih dari Bang Fariz? Nggak mau, pasti."

"Bukan gitu, lo nggak tahu kalau Bang Fariz itu, mageran buat denger omongan Bang Nu, jadi percuma. Udah nanti gampang gue alasan aja habis ngepain kek, uudah bel masuk kelas kayaknya."

Obrolan mereka berhenti di sana, bahkan ketika menuju ruang kesehatan, di belakang mereka sudah ada Ibnu yang melintas tak sengaja saat melihat ketiganya berjalan buru-buru.

Ibnu ada di sana, ia tahu tapi ia diam. Bukan berarti tak peduli, hanya saja ia tak mau kalau adiknya menjadi bahan ejekkan karena berlindung di bawah kekuasaan Ibnu sebagai senior.

Sementara di lain tempat, ada Regi Surya dan Kamila yang sedang membicarakan masalah kesehatan Galuh. Surya sengaja memilih restoran yang bernuansa klasik, alasannya agar sedikit berbeda dadi biasanya, Regi tak masalah. Perbincangan mereka tak banyak hanya beberapa point penting mengenai Galuh dan kesehatannya.

"Maaf kalau saya meminta kalian untuk datang ke mari. Tapi, sepertinya kalian harus melihat berkas yang aku bawa," ucap Surya pria itu pun menyodorkan sebuah amplop berwarna cokelat ke depan Regi dan Kamila.

"Itu hasil lab beberapa waktu lalu, saya sedikit terkejut sama seperti kalian. Tapi, saya sarankan bujuk anak kalian, karena semua darah yang ada belum tentu semuanya cocok. Selain itu, jika terus dibiarkan kemumgkinan lainnya, sumsum Galuh akan rusak. Saya akan membuatkan jadwal cek up dan kapan Galuh bisa menjalani transfusi darah?"

"Secepatnya, nanti aku hubungi lagi
. Terima kasih, Sur. Kami selalu merrpotkanmu terus."

"Santai saja, lagipula hari ini sedang tidak ada jadwal, saya rasa tak ada salahnya sekalian membicarakan masalah ini. Lagian, putra bungsu kalian itu menggemaskan, selalu ada cara agar saya tidak menceramahinya."

Regi terkekeh, begitu juga dengan Surya, sementara Kamila hanya tersenyum. Apa yang dikatakan Surya tak salah, bahkan Galuh menceritakannya sendiri, jika Om dokter datang untuk memeriksanya.

Perbincangan mereka tak berhenti sampai di sana, banyak hal yang Regi dan Surya bicarakan. Seperti tentang masa sekolah mereka dulu, lalu tak sengaja bertemu kembali ketika pertama kali Galuh masuk rumah sakit. Surya adalah dokter yang menangani Galuh dengan baik, untuk itu Surya sudah sangat mengenal Galuh dengan baik. Bukan hanya Galuh, anak -anak Regi yang lain pun sama. Surya sudah cukup dekat dengan Ibnu dan Fariz.

Bagi Surya, seorang Regi bukan hanya sosok pria yang berani. Regi termasuk pria bertanggung jawab meski masalah yang datang tak henti-hentinya. Bahkan, dulu, ketika mereka masih sekolah... Regi selalu berpesan padanya. Jika suatu saat nanti cita-citamu tercapai, janganlah melupakam sahabatmu. Mereka memang tak ada di sana. Tapi mereka selalu mendukungmu, melihatmu, dan menyemangatimu.

Terlebih, ucapan Regi yang paling berkesan untuk Surya adalah, ketika ia mengatakan hal yang paling membosankan untuk didengar. Sama halnya ketika Surya melihat Fariz yang mencoba untuk membuat hal yang lucu, namun tidak berhasil.

Banyak hal yang Surya ingat, tapi hanya sedikit yang bisa Surya jelaskan, betapa beruntungnya Kamila telah memiliki Regi yang tak pernah menyerah walau sedang berada di titik teremdahnya.

Senyum bisa memalingkan semuanya, terlihat seperti tak ada masalah apapun, tapi hati siapa yang tahu? Itulah mengapa sedikit sifat Regi yang pandai menyembunyikam luka menurun pada Galuh. Surya sudah melihatnya, bahkan beberapa kali Surya menyaksikan langsung saat anak itu berusaha membersihkan darah dari hidungnya, ketika semua orang sedang tidak ada di sana.

"Di taman, besok, jam 4 sore."

Pesan singkat yang di dapat Fariz kemarin saat ia sedang bersama Galuh dan Ibnu.







G A L U H 2

Nah, segini dulu, ada yang kangen?
Jangan lupa vote dan komentarnya ya, supaya aku makin semangat nulisnya. 😊

Salam manis Mr.Choho 🍫🍫

Publish, 3 Jamuari 2021

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro