Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Chapter 14

Sebagai salam pembuka dari part ini. Lagu dari Budi Doremi - Melukis Senja.
Selamat menikmati 🤗
. . .

Kalau di tanya, kapan Galuh akan bersikap manis? Jawabnya hanya satu. Bisa! Tapi, kalau ada Bunda.
Siapa sangka, jawabannya mendapat hadiah yang super manis dari Regi, papanya. Anak itu justru tertawa ketika Regi memberitahu kalau waktu mendekati Kamila adalah hal yang cukup menguras energi.

Semuanya hanya bisik manis sampai membuat orang-orang yang ada di sana merasa gemas. Apalagi tawa Galuh seperti candu yang sulit untuk dilupakan.

Galuh sendiri tidak pernah mengira kalau ulang tahunnya akan mendapat banyak hadiah manis dari keluarga dan teman terdekatnya.

Seperti kata ringkas, di secarik kertas dengan arsir  di atasnya. Ia adalah sketsa yang membuat sabit di wajah semua orang.

"Wah! Gila sih ini, aku baru tahu kalau Bang Desga pinter gambar. Coba kalau Bang Nu yang gambar, dapat nilai 60 aja dia mah bangga."

Hei... itu Galuh, suaranya mengudara membuat korbannya menatap tajam ke arah adiknya.
Semua orang tahu, Galuh adalah musuh terbaik untuk Ibnu. Begitu juga dengan Ibnu, katanya kalau tidak ada Galuh dunia akan bosan dan hampa. Ringkasan memori yang selalu Ibnu ingat dari Galuh hanya satu, ulang tahunnya hanya ingin makan kue cokelat buatan Bhnda.

Mungkin... kepulangannya dari rumah sakit adalah hadiah paling indah dari pada makan kue cokelat saja, kan? Tentu! Hari ini, Galuh sudah di perbolehkan pulang dengan catatan harus banyak istirahat dan tidak diperbolehkan untuk mengikuti kegiatan dulu. 

Galuh memang tidak lagi merajuk pada Ibnu, hanya saja dia kesal pada Fariz yang sampai detik ini masih diam tanpa kata di hadapannya.

"Gue nggak lagi mau lihat patung berwujud, Bunda  sama Papa lama, katanya cuma mau ke administrasi doang, tapi belum balik juga."

"Heh! Mata bulet, Om sama Tante, pasti ngantre di sana. Udah tunggu sebentar apa, tapi hadiah gue bagus, kan?"

Desga yang sedari tadi duduk di sofa  terus melontarkan kata-kata yang membuat Ibnu kesal. Rasanya ingin menarik rambut Desga yang kebetulan panjang, tapi Ibnu tak cukup punya nyali di hadapan Fariz pasti dia akan semakin bersalah, setelah kejadian semalam.

"Da, tumben diam aja? Batre lo abis?"  seru Genta. Ibnu hanya melirik, lalu membuang napas karena memang lelah berdiam diri tanpa melakukan apapun.

Terlebih sejak datang bersama Fariz, Ibnu benar-benar tidak bisa berkata apa-apa. Kakaknya hanya mengatakan tak peduli berulang kali. Bukan hanya itu, sebenarnya semalam Fariz hanya terkejut ketika melihat Ibnu hampir saja terjatuh dari jendela, cepat-cepat ia menahan tubuh adiknya.  Beruntungnya Regi tidak di sana, Fariz  pikir Ibnu hanya duduk menatap langit, namun setelah mengintionya lebih jelas, Fariz lagi-lagi dibuat gila oleh sikap mencurigakan Ibnu belakangan.

Fariz memang tidak mendengar jelas apa yang Ibnu bicarakan, suaranya begitu pelan terdengar hanya embus angin yang masuk melewati jendela.

"Gue lagi puasa sunah." balasnya masa bodo. Ibnu tak tahu harus bekata apa, ia benar-benar  kesal pada Fariz  saat ini.

"Akhirnya keripik pisang gue tentram dong nanti,  cokelat gue aman. Bagus lah." sahut Galuh cepat, belum cukup sampai di sana, Galuh kembali bersuara meneriaki nama Fariz karena  ulah Ibnu yang kelewat gemas dengan adiknya.

"Ada apa ini? Suaranya terdengar sampai diluar," ucap Kamila yang baru saja tiba di ruang rawat putranya.

"Hukum dia Bun, rambut aku diberantakin sama dia!"

Kamila tersenyum setelah mendekat pada Galuh, kemudian mengusap wajah putranya begitu lembut.  Tak ada yang aneh, semuanya terlihat biasa biasa saja. Bahkan Genta dan Desga memilih pamit lebih dulu atas perintah Ibnu tentunya.  Disusul oleh Ibnu dengan alasan ada kegiatan. 

"Udah siap pulang?" tanya Kamila, Galuh mengangguk antusias. Tentu saja ia siap. Siapa yang mau menetap lama di rumah sakit, selama tiga hari saja sudah kesal, apalagi harus berlama-lama. Itulah yang Galuh katakan pada Kamila, saat wanita itu datang bersama Regi pagi-pagi sekali.

"Udah dong. Lagian aku nggak sabar makan kue buatan Bunda, udah ada, kan ? Nggak sabar Bun, yuk buruan!" 

Belum sempat menjejakan kaki di atas lantai, kakinya terasa lebih lemas dari sebelumnya. Anak itu menatap ke arah kamila dengan tatap sendu, sementara sebelah tangannya memegang sisi brankar agar tidak terjatuh.

"Biar Bunda ambil kursi roda dulu," ucap Kamila. Fariz mendekati keduanya. Ada jeda diantara mereka, sampai detik kembali menyadarkan Kamila dengan sikap Fariz yang cukup membuat kejut .

"Biar aku aja yang gendong," katanya. Fariz sedikit membungkuk, membiarkan Kamila membantunya sedikit, setelah dirasa benar, Fariz pun kembali berdiri dengan Galuh yang sudah berads dalam gendongannya. 

"Berat nggak, Bang?" tanya Galuh.

"Ringan, kayak ranting." balasnya cepat. Galuh mendengkus,  di sebelah telinga Fariz.

"Aku duluan, Bun. Papa udah nunggu pasti di bawah."ucap Fariz, kamila mengangguk, kemudian Fariz pun pergi meninggalkannya.

Kamila tak tahu apa yang akan Fariz pikirkan setelah tahu kalau Regi mengambil keputusan untuk melepaskan usahanua yang ada di Bandung untuk biaya rumah sakit.

Terlebih ucapan ancaman Darma yang belum lama sudah membuat Kamila sedikit cemas. Sebelum mereka datang, Darma sempat memberi pesan pada Regi, mungkin Regi tidak menanggapinya, tapi Kamila tahu siapa Darma dengan alasan masa lalu.

"Harusnya kamu menikah dengan saya, Kamila, bukan dengan si pengecut itu, dia tidak ada apa-apanya dibanding saya. Saya memiliki segalanya bahkan kamu bisa meminta apa saja yang kamu suka, bahkan harta yang saya miliki saat ini, bisa saya berikan dengan percuma. Tapi apa yang saya dapat? Kamu memilih pengecut itu dan saya bisa apa? Tidak ada!  Kecuali kalian hancur."

Ingatannya tiba-tiba bergulir begitu saja. Kamila tidak bisa mengingat bagaimana suara Darma yang menegaskan bahwa, Regi akan hancur dalam waktu dekat. Itulah sebabnya Kamila memilih bertemu dengan Darma beberapa hari lalu, setelah menghadiri acara syukuran  temannya.

Tanpa sepengetahuan Regi dan ketiga putranya, Kamila menemui Darma, sebenarnya Kamila sudah sangat bersalah, tidak meminta izin  pada suaminya.  Lebih tepatnya sebelum Galuh masuk rumah sakit. 

Pertemuannya hanya sebentar tapi ucapan Darma terus terngiang sampai detik ini.

"Bunda! Ayo, aku mau pulang."

Lamunannya rusak karena suara Galuh yang tiba-tiba menyembul dari balik pintu. Cepat-cepat Kamila menyambar tas yang sudah siap sejak pagi tadi. 

"Bunda mikirin apa?" tanya Fariz dengan tatapan tak biasa. Lelaki itu melihat Kamila dengan begitu lekar ketika sang Bunda sudah berdiri di hadapan keduanya.

"Nggak ada, Bunda tadi sambil ngecek barang takut ada yang tertinggal. Lho, kenapa kalian masih di sini?" balasnya.

"Aku kira Bunda udah di belakang, waktu aku nengok Bunda nggak ada, yaudah aku minta Bang Fariz balik lagi,  ayo Bun, Papa udah nunggu di lobi." kata Galuh. Kamila mengangguk, Fariz tak tahu apa yang  sedang Kamila pikirkan saat ini, tapi Fariz yakin semuanya pasti  tentang kejadian malam sebelum Galuh masuk rumah sakit.

Mereka pun berjalan beriringan, dengan Galuh yang bersenandung dalam gendongan Galuh membiarkan embus angin mengiringi lantun  lagu yang dinyanyikannya.

"Suara lo kecilin!"

"Fariz, biarin aja. Kamu kenapa sih, dari tadi ketus. Tadi sama Ibnu sekarang Galuh, ada apa ?"

Fariz bungkam,  Fariz tidak mau mengatakan apa yang telah dilihatnya tadi malam. Sungguh, itu tidak indah sama sekali untuk di ceritakan atau dijadikan sebuah kenangan manis, tidak ada!

"Nggak Bun, nggak apa-apa." sahutnya cepat.

Sepanjang perjalanan Fariz hanya diam,  sementara Galuh terlelap begitu mendapat sentuh hangat dari kamila. Untung saja Regi tidak meluapkan amarah ketika Fariz  tidak hati-hati  membantu adiknya masuk ke dalam mobil.

"Persiapan di rumah gimana, Pa?"

Regi menoleh sebentar,  lalu tersenyum, setelahnya mengeluarkan sebuah kotak dari dalam saku jaketnya, kemudian memberikannya pada Kamila.

"Bunda lihat aja isinya, kira-kira bagus nggak?"

"Ini ada dua? Buat siapa satu lagi?"

"Ibnu, bulan lalu kita nggak kasih dia apa-apa bahkan kita hampir lupa kalau nggak Galuh yang kasih tahu, mungkin kita melupakan hari ulang tahun Ibnu."

Kamila cukup sadar dengan ucapan suaminya, dia lupa kalau bulan lalu juga Ibnu baru saja merayakan ulang tahun. Meski sederhana, Ibnu tidak meminta apa-apa. Benar apa yang Regi katakan. Mungkin mereka akan melupakan Ibnu kalau bukan Galuh yang mengingatkannya, itu pun sudah malam. 

Kamila menunduk sedikit  menemukan wajah tenang Galuh yang terlelap. "Papa benar, Galuh itu istimewa, dia hadir seperti senja,  berwarna." gumam Kamila.

"Riz, Papa harap kamu bisa sedikit hangat buat Ibnu, ya, Nak? Papa yakin kalau kamu mampu." 

"Sedang proses, Papa nggak perlu khawatir."

Fariz tak pernah mengira kalau pembicaraan Kamila dan Regi sedikit menyinggungnya. Dariz bukan hanya hampir melupakan hari spesial Ibnu, bahkan ia benar-benar lupa. Kalau saja Galuh tidak memberitahunya untuk segera pulang, mungkin  hari itu Ibnu merayakan ulang tahun tanpa dirinya. 

Kamila benar,  Galuh bagai senja,  berwarna. Meski senja hanya datang sebentar, meski senja akan berganti malam, meski senja adalah kelabu dengan warna yang membungkusnya.  Begitu juga Galuh. Dibalik tawanya ada tangis yang pedih. Dibalik senyumnya ada luka yang coba ditutup dengan manis. Dan dibalik tangisnya adalah cerita yang tak ingin dibicarakan lagi.

Cukup lama perjalanan,  membuat Galuh merasa lebih lelah dari pada harus tidur di rumah sakit berhari-hari.  Galuh benar-benar tidak membayangkan kalau ulang tahunnya begitu manis, benar-benar seperti mimpi.

Bahkan saat turun dari mobil tadi,  Iwan dan Reka sudah menyambutnya dengan begitu ramai. Untung saja Fariz tidak sedang emosi. Jika tidak, mungkin kedua teman adik-adiknya sudah mendapat hadiah lebih dulu darinya.

"Bun, ini beneran nih? Wah bagus." ucap Galuh, binar matanya membuktikan kalau Galuh sangat senang dan bahagia. Tidak dengan Fariz yang yang melihat  binar itu dengan berbeda.

Ada luka dengan cemas yang begitu sempurna tersimpan dibalik  tawanya.

Mereka memang sudah ada di ruang tamu saat ini,  membiarkan semuanya menikmati  hari yang mungkin akan dikenang sekali seumur hidup untuk semuanya.

Sekali lagi, ini adalah akhir,  karena  cerita yang begitu tenang adalah damai dalam luka. Dengan semesta yang menjadi pendongengnya.

Jarum jam memang sudah menunjuk pukul 3 sore, bahkan sejak pulang tadi, Ibnu belum juga muncul. Tak lama beberapa menit kemudian, suara petik gitar menjadi  salam pembuka kedatangan Ibnu.

"Buat adik gue yang ngakunya ganteng,  selamat ulang tahun." ucap Ibnu dari ke jauhan. Cowok itu melangkah perlahan dengan gitar  kesayangannya. Tak lupa dengan Desga dan Genta yang ada di kedua sisinya. Ide yang Ibnu berikan memang kreatif, ada tawa yang coba Regi tahan ketika putra keduanya mulai bernyanyi dengan begitu fales, sampai si bungsu menghadiahi  lemparan bantal sofa yang ada di dekatnya.

"Kuping gue mau lepas, Bang. Jelek banget sumpah!" teriak Galuh.

"Gaya lo, kayak suara lo bagus aja,  bentar dong. Kan lagi ngetes vokal, kali aja lupa  nada, maklum udah lama nggak nyanyi." balas Ibnu tak terima, bukannya sakit hati, Ibnu akan membalasnya begitu santai dan sombong.  Sementara Fariz tak peduli, lelaki itu memilih diam dan menikmati makanan ringan yang sejak tadi menjadi incarannya. 

"Lo bakal terpesona setelah ini, musik!" ucap Ibnu. Irgi yang sedari duduk dibalik piano yang tersimpan di sudut ruang tamu, kini mulai mengiringi Ibnu. Lantunan melodi menjadi penghantar sabit di wajah Galuh. Di tambah dengan lirik yang Ibnu nyanyikan perbaitnya.

Aku mengerti perjalanan hidup yang kini kau lalui
Aku berharap, merki berat kau tak merasa sendiri
Kau telah berjuang, menaklukan hari-hari mu yang tak mudah
Biar ku menemanimu
Membasuh lelah mu...

Bahkan, petikan gitar yang Ibnu mainkan membuat Galuh ikut menyanyikan lagu yang sama tanpa sadar.

Sampai lirik terakhir yang Ibnu nyanyikan tepat di depan Galuh cowok itu berjongkok menggenggam jemari adiknya.

Biar ku lukis malam
Bawa kamu bintang-bintang
Tuk temanimu yang terluka
Hingga kau bahagia
Aku disini walau letih coba lagi jangan berhenti

"Gue di sini, Luh.  Selalu ada buat lo, ketika lo capek. Lo nggak sendirian, ada gue dan semua orang yang ada di sini, kita ada buat lo. Paham maksud gue, kan? Lo itu istimewa, jadi jangan pernag bilang kalau lo nggak bisa apa-apa. Masih ada gue dan yang lainnya yang selalu siap buat lo."

Setetes air mata itu kini sempurna jatuh di punggung tangan Ibnu. Tiba-tiba Fariz pun ikut berjongkok di sebelah Ibnu.

"Gue di sini. Buat lo."

Hanya itu, detik seolah membawa haru yang tak terduga,  beberapa orang yang ada di sana ikut merasakan betapa pedulinya Ibnu dan betapa sayangnya Fariz. Walau cara keduanya tak bisa di duga.

Katanya, rasa adalah luka yang sulit terlupakan. Kini,  semua itu akan terukir manis di masing-masing jari tengahnya.

Regi tidak pilih kasih,  walaupun Fariz tidak mendapat hadiah yang sama, tapi Regi lebih dulu memberikan sebuah liontin pada Fariz ketika ulang tahunnya.  Dan liotin itu selalu Fariz bawa ke mana pun.

"Cincinnya bagus, Pa, makasih kadonya. Aku pasti jaga baik-baik."

"Couple ring? Ada nama aku, wah gila sih ini, keren banget. Makasih Pa."

"Sama-sama. Hari ini, memang indah, tapi hari berikutnya  belum tentu seindah hari ini. Papa hanya ingin kalian selalu bersama,  jangan biarkan pertikaian kecil menjadi bencana besar. Buat  kalian teman-teman Ibnu dan Galuh,  terima kasih banyak, Om bersyukur punya anak-anak seperti kalian.  Kalau ada Restu dan Luki pasti ramai lagi. Ah, iya, Restu ke mana Riz?" ucap Regi.

"Kalau Luki lagi ke rumah neneknya, " sahut Ibnu.

Sejenak Fariz diam, ia lupa  tentang Restu. Bahkan chat terakhirnya belum dibaca oleh Restu. Sampai dering ponsel Fariz menjadi jawaban atas pikirannya.

Restu A. Pramudya

Sorry Riz, gue lagi di rumah sakit,  asma gue kambuh. Gue baru bisa ngabarin, bilang sama adek lo, salam dari gue, lo jangan khawatir gue baik-baik aja, have fun buat kalian.

"Dasar bodoh."


G A L U H 2
Nah, segini dulu ya,  ada yang kangen?
E

ntah ini spesial atau bukan, 🤭 terima kasih telah berkunjung ke pesta sederhana Galuh.


Note : Masih ingat bagian Fariz menemukan couple ring adiknya?  Nah, ini cerita mereka. Dari ulang tahun yang tepat saat Galuh kembali dari rumah sakit.

Bonus

Salam manis Mr. Choco 🍫🍫

Publish, 13 Desember 2020

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro