Chaptee 30
Pagi ini rumah tampak sunyi ketika Galuh membuka matanya, tak ada satu pun yang menyahut. Bahkan saat anak itu keluar dari kamarnya, tak ada siapa pun yang bisa dimintai bantuan. Langkahnya ia bawa menuruni anak tangga, meski masih sedikit lemas karena semalam tiba-tiba saja rasa sakitnya kembali kambuh. Untung saja ada Ibnu yang tidur di sebelahnya, tapi pagi ini jangankan Ibnu, Fariz saja tidak terlihat.
"Abang!"
"Lho, Bang Gen masih di sini, bukannya hari ini sekolah, ya?"
Genta menoleh ketika Galuh baru saja sampai di lantai dasar. Galuh bisa melihat raut wajah Genta yang tampak heran melihat ke arahnya. Anak itu pun menunduk melihat penampilannya sendiri, ia mengerutkan keningnya ketika Genta yang masih duduk di sofa ruang tamu terus menatap ke arahnya.
"Lo nggak lagi mimpi, 'kan Luh?" katanya, Galuh menggeleng kemudian kembali bertanya sambil melangkahkan kakinya menuju pantri. Tenggorokannya terasa kering, tapi pikirannya masih belum bisa mencerna apa-apa.
"Nggak, emang kenapa?"
"Hari ini pihak sekolah nganterin siswa yang ikut lomba. Dari seleksi beberapa minggu lalu, beberapa orang terpilih termasuk Ibnu sama Irgi. Rumah sepi karena Abang lo nganterin mereka ke gedung perlombaan, termasuk Reka juga ikut, ada lagi?"
"Bang Restu?"
"Bang Restu lagi keluar cari sarapan katanya, bentar lagi juga pulang, lo mau sarapan apa?"
"Kenapa lo nggak ikut juga? Mm... tunggu Bang Restu aja deh."
"Gue males, lagian ada Desga sama Luki yang wakilin jadi tim hore, seriusan lo nggak mau gue buatin sarapan?"
Galuh hanya mengangguk, kemudian berjalan ke ruang santai sebelum ia mendaratkan bokongnya ke sofa, ia pun mengambil remot tv yang diletakan di atas meja mini sebelah sofa yang cukup hanya satu orang.
"Bang Gen, semalam Bang Fariz pulang jam berapa?" tanya Galuh tiba-tiba, jemarinya tak henti menekan tombol remot yang sedikit menyebalkan.
Genta pun bangkit saat ia telah menyelesaikan laporan kegiatan yang Ibnu berikan sebelum cowok itu pergi. Dengan santainya Genta mrlangkah tak lupa laptop milik Ibnu yang masih ada dalam genggamnya.
"Gue nggak tahu, semalam langsung tidur, kenapa?" sahut Genta setelah ia bisa mendapat tempat di sebelah Galuh. Matanya masih belum beralih dari layar laptop, karena ia harus menyimpannya sebelum benar-benar mematikan benda berbentuk kotak itu. Galuh sedikit gemas melihat Genta yang masih disibukan oleh laporan, anak itu melirik sebentar sebelum ia kembali melayangkan pertanyaan atas kekesalannya pada sebuah remot yang terkadang sedikit macet.
"Gue mau mie instan," ucapnya tanpa dosa, dengan cepat Genta menoleh bahkan laptop yang semula berada dalam pangkuannya kini sudah ia letakan di atas meja yang berada di depannya.
"Jangan ngada-ngada deh, kalau makan yang lain gue buatin, tapi nggak mie instan. " omel Genta. Galuh memberengut kesal, bukan hanya Bunda, Papa, dan kedua kakaknya saja yang melarangnya untuk makanan ternikmat sepanjang sejarah itu, sahabat Kakaknya pun demikian. Galuh hanya bisa berdecak kesal, kemudian menaikan kedua kakinya ke atas sofa kemudian ia lipat tak hanya itu, bibirnya ia kerucutkan menandakan kalau ia kesal.
Genta tidak bisa melihat wajah cemberut itu, wajah Galuh yang membuat orang sulit untuk marah. Padahal sejak ia mendekati Galuh, Genta sudah cukup kesal, terlebih dengan permintaan yang sangat dilarang oleh keluarganya.
Kali ini Genta hanya bisa menghela napas, sebelum ia kembali mengeluarkan jurus untuk membujuk anak itu agar mengerti.
Namun, Genta kalah cepat dari Restu. Cowok itu lebih dulu berbisik di sebelah Galuh dengan tiba-tiba. Bahkan ia tidak mendengar suara Restu saat masuk ke dalam rumah.
"Dari pada makan mie instan, mending makan bubur ayam yang gue baru beli di pertigaan kompleks rumah, gimana? Setelah itu, gue mau ajak lo ke suatu tempat, gimana ?" tawar Restu, Galuh melirik ke sebelahnya, sebelum Restu benar-benar mengajaknya ke meja makan, Galuh lebih dulu menyerbunya dengan beberapa pertanyaan yang membuat Restu dan Genta gemas sendiri.
Semua orang terdekat Galuh tahu bagaimana manjanya anak itu saat ngambek, ia akan menyindir si pelaku tanpa bosan, bahkan akan mendiaminya selama satu hari penuh. Kali ini bukan Ibnu, tapi Genta yang masih duduk di sebelahnya.
Menurut Genta, Galuh itu ajaib. menurut Iwan, Galuh itu cahaya. Tapi kalau semua pertanyaannya ditunjukkan pada Ibnu, cowok itu akan mengatakannya dengan suara lantang dan jelas, kalau Galuh adalah manusia paling menyebalkan juga pelit. Sejujurnya itu hanya akal-akalan Ibnu agar ia bisa mendapatkan sebagian warisan cokelat milik Galuh. Tapi usahanya akan berakhir mendapat hadiah manis dari Fariz dan Bunda.
⌛⏳
Jam dinding yang terpajang manis di ruang tengah telah menunjuk pukul sembilan. Sebelum menyudahi sarapannya beberapa waktu lalu, Restu dan Genta sempat berbincang setelah Galuh benar-benar masuk ke dalam kamarnya.
Restu tak ingin membuat Galuh terus bertanya ke mana Fariz pergi semalam. Ia hanya tak ingin membuat pikiran anak itu terbrbani. Bahkan sebelum Fariz pergi mengantar Ibnu, lelaki itu telah mengingatkannya tentang beberapa hal yang harus Restu ingat, terlebih mengenai Galuh.
"Tadi dia minta mie instan Bang, gila aja kalau gue turutin, bukannya dapat pujian yang ada malah kena tinju dari Bang Fariz. Kasian muka gue," gerutu Genta. Ia sudah kesal sejak tadi, hanya saja tak bisa memperlihatkannya di depan Galuh, mengingat anak itu sangat sensitif.
"Ya, seenggaknya lo masih aman, kan? Lagian sebelum kalian bangun Fsriz udah ngasih banyak pr banget buat gue. Untung aja hari ini gue ada kelas sore, jadi masih nyantai " sahut Restu, Genta hanya tak mengerti satu hal tentang Restu dan Irgi. Dari sekian banyaknya orang, hanya mereka berdua yang bisa masuk ke dalam keluarga Regi. Dengan kata lain, dirinya dan beberapa teman yang dekat dengan Ibnu pun merasakan hal yang sama.
Maka tak heran jika Iwan dan Desga selalu berkata, Fariz adalah musuhnya, karena mereka berdua selalu usil pada Galuh, tidak jauh berbeda dengan Ibnu.
"Oh, iya, tadi dia juga nanya soal Bang Fariz, emangnya Bang Fariz ke mana ? Bukannya semalam masih ada di rumah?"
"Fariz pergi waktu kalian ngungsi ke kamar buat tidur, gue sendiri juga bingung, tapi dia cuma bilang nitip rumah, bahkan gue nggak tahu jam berapa dia pulang, kayaknya sih sebelum subuh, berasa horor dia itu," bisik Restu, beruntungnya Genta masih bisa mendengar suara Restu. Bahkan Rsstu juga mengatakan kalau Galuh baru saja keluar dari dalam kamar. Tak lama Genta pun menoleh, lalu beranjak dari sana untuk mendekat ke arah Galuh yang terlihat lebih segar juga rapi dengan pakaian santainya.
"Bang Res jadi pergi, 'kan kita? Gue mau telepon Bunda dulu kalau jadi, kata Bang Nu semalam, Bunda masih belum bisa pulang cepet," ujar Galuh, Restu mengangguk setelahnya ia pun beranjak pergi ke dapur untuk mencuci beberapa piring bekas makan mereka.
Setelah dirasa semua telah beres, barulah Restu menghampiri Galuh dan Genta yang sudah menunggunya di depan teras, sambil menelpon Kamila, Bundanya.
"Pakai mobil gue aja, Bang, biar gue sekalian pulang, di rumah nggak ada orang, Kak Sky juga ada kuliah pagi katanya," tawar Genta, Restu mengangguk, sementara Galuh masih sibuk berbicara pada Kamila, karena semalam anak itu sempat menolaknya.
"Tapi, nanti kalian pulang naik taksi, nggak apa-apa?"
Restu mengangguk, " Santai, lagian tempatnya juga nggak begitu jauh kok," katanya.
Setelah semuanya masuk ke dalam mobil, tak ada satu pun dari mereka yang menyadari kalau sejak tadi ada yang meperhatikan mereka dari balik pagar, sampai laju mobil Genta sudah tak terlihat lagi.
"Bunda belum bisa pulang, Sayang sama Abang dulu, ya ? Nggak apa-apa, 'kan? Ingat jangan maoan sembarangan, kalau butuh apa-apa bilang sama Bang Fariz atau Bang Ibnu, ya?"
Galuh hanya bisa menghela napas pasrah, saat tadi sebelum ia menutup teleponnya. Ada kecewa dan sedih saat Kamila mengatakan harus menginap beberapa hari lagi, padahal Galuh hanya ingin mengatakan kalau dirinya kesal pada Fariz, bukan sekadar mengadu, hanya saja dia juga rindu pada Kamila dan Regi yang belakangan jarang ada di rumah.
Galuh selalu berkata pada semesta tentang dirinya dan senja yang memiliki sifat yang sama, namun, sulit untuk dijelaskan, cukup dinikmati kalau kehadirannya hanya sebentar, lalu berganti sepi.
Galuh tahu kali ini semestanya sedang mengulur waktu, sebelum benar-benar berbicara pada semua orang kalau dirinya hanya serpihan memori yang tak akan pernah bisa di raih dengan mudah.
G A L U H 2
Hallo apa kabar? Aku kembali membawa Galuh, sebelumnya aku mau bilang terima kasih karena telah berkunjung, 😊😊 aku cuma mau bilang jangan terkejut ketika dapat notif dari Galuh, ini bukan cerita baru kok 😁 tapi covernya aja yang diperbarui, biar kelihatan fresh aja hihi 😁
Note : Chapter sebelum perang. Kalau kalian masih ingat kepergian Kamila dan Regi yang tiba-tiba, maka di sinilah kisahnya. Masih ingat?
Okay, see you soon, salam manis Mr. Choco 🤗🍫
Publish 28 Februari 2021
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro