Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

WITH DANIEL

Galen mengerjap berkali-kali, meraup wajahnya berangsur hingga dirinya benar pulih seperti keadaan normal. Tangan kanannya meraya tempat empuk itu sampai menemukan sebuah benda pipih di sana. Sesekali ia melirik jam beker yang kini menunjukkan pukul tujuh, ia langsung bangkit dari tidurnya. Mengubah posisinya menjadi duduk, menekan tombol lock screen hingga timbul layar bebas di sana.

Dengan cepat ia membuka notifikasi pesan dari instagramnya. Mengecek apakah itu balasan atas pesannya tadi malam?

@Daniel.Giovani
Gue tunggu di rumah.

Galen terdiam, menunggu sebuah pesan yang akan terkirim selanjutnya. Dan benar sebuah maps dengan keterangan D'house terkirim kepadanya. Setelahnya, Galen langsung beranjak dari kasur king sizenya, ia segera meraih handuk yang tersusun berderet di gantungan.

Dengan segera ia memasuki kamar mandi, bergelut dengan air hingga memakan waktu hingga sepuluh menit. Galen keluar langsung memakai baju maroon dengan kolor hitamnya. Dirinya langsung memilih style celananya hingga dua deret dalam almarinya. Ia meraih satu celana jeans berwarna hitam dengan jaket erigo hitam yang menggelantung di atasnya.

Tak lupa ia menatap wajahnya dalam pantulan cermin yang ada dalam kamarnya, tangannya dengan segera meraih ponsel yang tergeletak di atas kasur. Sebelum benar-benar turun ke bawah, ia menyemprotkan sebuah parfum hingga seluruh tubuhnya. Dengan cepat dirinya menapaki tangga yang menghubungkan dengan ruangan bawah itu.

"Pagi, Ma, Pa. Galen mau izin keluar rumah, ya?"

Tangan kanannya itu terangkat, mencium punggung tangan kedua orangtuanya itu secara bergantian.
Sontak Alby dan Zelyn yang tengah menggunakan setelan kaos dengan training olahraga itu menatap bingung anaknya. Tanpa ada angin, kini tiba-tiba Galen berpamitan kepadanya.

"Bentar, kamu mau ke mana? Gak mau jogging sama Papa dan Mama?" tanya Alby sambil mengangkat salah satu alisnya.

Galen tersenyum tipis, ia menggaruk tengkuknya yang tidak gatal itu. Sebenarnya ia juga bingung mau jawab bagaimana, disisi lain ia juga tidak akan melepaskan kesempatan emas ini. Apalagi bertemu dengan Daniel membutuhkan moodnya teratur terlebih dahulu, dan kini saatnya Galen bertemu dengan kakak kelasnya itu.

"Emm ... Kalau hari Galen gak bisa ikut dulu gak papa ya, Pa, Ma. Galen mau bertemu Daniel."

Lantas papanya itu langsung menepuk bahu Galen pelan. "Yaudah gak papa, kamu hati-hati. Jangan lupa jaga emosi, Daniel gak seburuk yang kamu kira."

Alby langsung merangkul pundak kekasihnya itu, Zelyn–sang istri itu hanya tersenyum lebar melihat perlakuan Alby yang manis padanya.
Tak lupa juga Zelyn mencium kening milik anaknya itu. Ia juga mewanti-wanti betul agar Galen bertamu dengan baik di rumah Daniel nanti.

"Kamu yang baik di sana. Mama sayang kamu." Zelyn melambaikan tangannya untuk Galen.

Detik selanjutnya Galen langsung berjalan cepat menuju garasi, mencari keberadaan 'kawasaki ninja zx-25r' yang kini tengah di lap oleh salah satu pegawai di sana mengingat motor vespanya yang sedang mangkrak di bengkel.

"Maaf, Pak. Ini motornya mau saya pakai, jadi gak papa gak dilanjutkan dulu." Galen lantas mengambil alih motor itu dengan sopan hingga seorang lelaki itu menunduk sebagai rasa hormatnya pada anak sang majikan.

Setelahnya ia langsung melajukan motornya itu dengan kecepatan tinggi. Membelah jalanan yang cukup ramai di waktu dini hari, menstater gas motornya sampai kini berada seberang jalan dengan rumah yang tak jauh berbeda seperti milik keluarganya itu. Bangunan yang menjulang tinggi, nuansa putih dengan style klasik layaknya milik konglomerat.

Galen langsung menyebrangkan motornya hingga kini sampai depan pintu gerbang. Seorang lelaki kekar itu menatapnya tajam atau memang begitulah raut wajahnya yang datar dan tegas sehingga tampak garang. Galen lantas tersenyum tipis, menyebutkan identitasnya mulai dari nama, hubungannya dengan Daniel dan menuturkan bahwa dirinya bagian dari keluarga Alby Wijayakusuma.

Lantas dirinya disambut hormat dan hangat oleh mereka. Beberapa lelaki dengan ukuran badan yang hampir sama serta raut wajah yang datar itu membungkukkan diri, mengantarkan seorang Galen hingga ke depan pintu masuk rumah yang kini tertutup.

Seorang wanita paruh baya menyambutnya dengan sopan, hingga membuat dirinya menunduk sebagai penghormatan. Lantas Galen menjelaskan maksud dan tujuannya datang ke rumah yang sebelas dua belas dengan istana itu, detik kemudian seorang wanita itu   mengantarkan dirinya hingga ke lantai dua tepat di kamar Daniel. Meninggalkan Galen sendirian di sana, tepat di ambang pintu yang kini tertutup rapat-rapat, bahkan tidak ada satu pun di antara pegawai di sana yang berani mengusik kehidupan Daniel.

"Den, saya permisi dulu. Kalau butuh sesuatu tinggal ke bawah. Den Daniel selalu mengurung diri dalam kamar, jarang mau di ganggu oleh orang asing. Kalau memang sudah ada janji silahkan di ketuk pintunya. Saya ke bawah dulu."

Galen tampak termenung, mencerna betul perkata yang telah di ucapkan wanita tadi. Lantas bagaimana kalau Daniel lapar? Apakah tidak ada di antara mereka yang mampu mengguga hatinya?

Kepalanya langsung tergeleng kuat, menepis angan tentang Daniel. Yang ia butuhkan adalah informasi tentang Elenea kepada Daniel. Bukan informasi Daniel yang tidak penting itu. Satu tangannya terangkat ke atas, ingin mengetuk sebuah pintu yang dirancang menggunakan kayu jati itu.  Namun, kini tiba-tiba terbuka, menampakkan seorang laki-laki dengan rambut acakan itu, kemeja kusut dan berkancing tiga dari bawah.

"Masuk, gue udah tau lo kebanyakan basa-basi di sini. Seharusnya lo bisa lebih santai dan gak usah sok formal seperti di rumah lo. Lo bebas nglakuin apa aja di sini. Sebut nama gue maka semua akan beres." Daniel berucap dengan songong, hingga membuat cowok di hadapannya itu berdecih pelan.

Galen langsung melangkahkan kakinya ke dalam ruangan yang tidak bisa dikatakan sebagai kamar lagi. Baju berserakan di atas kasur, kaos kaki yang berada di atas nakas, buku pelajaran yang sudah tidak layak di baca lagi itu berceceran melebar di atas lantai–bisa di katakan itulah alasnya.

Lantas Galen langsung mendelik melihatnya, mengangkat beberapa buku yang kini telah terinjak kakinya. Aroma rokok serta alkohol itu mengalir dalam setiap hembusan nafasnya, merasuk hingga paru-parunya. Dadanya juga sedikit sesak melihat ruangan yang benar-benar seperti kapal pecah itu.

"Lo gak pernah beresin semua ini?" tanya Galen sambil memunguti apapun barang yang tak layak di injak dengan kaki itu.

Daniel tersenyum hambar, dirinya menghempaskan tubuhnya di atas kasur yang alasnya bukan sprei lagi melainkan gundukan pakaian kotor yang baunya menyengat hingga merasuk pada hidung itu.

"Asalkan gue nyaman kenapa harus cari ribet."

"Gunanya ART lo apa? Kalau lo malas bersih-bersih setidaknya lo minta bantuan orang lain lah."

"Ok, kalau gitu Galen tolong bersihin ini semua tanpa tersisa."

Lantas Galen langsung menimpali wajah kelasnya itu dengan sembarang barang yang berhasil ia pungut tadi.

"Enak banget omongan lo. Gue kesini--"

"Elenea? Lo mau tau tentang dia, kan? Kenapa lo harus ke sini, lo fikir gue tau semuanya?" Daniel mengubah posisinya menjadi duduk, menyingkirkan beberapa barang yang mengenai tubuhnya itu.

"Gue cuma mau tanya kalau--"

Lagi-lagi Daniel memotong pengucapannya, cowok dengan tinggi sejajar dengannya itu menyeretnya hingga pada sebuah sofa pojok kamar. Jika terlihat memang sofa dengan corak ornamen bunga itu tertata rapi, tidak ada benda yang menimpanya.

Daniel lantas meraih rokok di dalam celana kulot hitamnya itu. "Rokok dulu, biar lebih tenang."

Lantas Galen menyahutnya tanpa ekspresi, memang dengan merokok terkadang bisa membuat pikiran menjadi lebih enjoy. Ia memantik korek pada ujung rokok, menghirup lambat asap rokok agar menikmati sensasi yang dihasilkan sebatang tembaku itu. Menyembulkan asap rokok itu secara perlahan, kini pandangannya menatap Daniel yang tampak menikmati sebuah benda di mulutnya itu.

"Lo sehari habis berapa?"

"Apanya?"

Galen berdecak pelan. "Rokok lah."

"Kenapa? Bukannya lo gak tertarik untuk menanyakan hal gak penting seperti ini." Daniel menyunggingkan senyumnya.

Tentu kali ini Galen kembali di buat kesal. Niatnya untuk mengakrabkan diri kepada cowok bandungan itu ia tepis jauh-jauh. Sedetik kemudian ia menginjak sebatang rokok itu yang bahkan belum terbakar setengahnya.

"Lo tau rumahnya Elenea, kan?" Galen mulai mengintrogasi, tetapi sepertinya sang narasumber belum siap. Daniel justru menyodorkan sebuah rock glass berisi cairan berwarna ungu kehitaman di dalamnya.

"Minum dulu."

"Gak!" tolak Galen. Penglihatannya kembali teralih ketika melihat sebuah nakas di samping sofa yang di atasnya ada beberapa minuman beralkohol di sana.

"Mau minum apa? Lo pasti haus, kan?Bir, Wine, Soju, Vodka, Tequila--?"

"Air putih aja," potong Galen karena tak mau lagi mendengar tawaran Daniel yang gila itu.

"Gak ada!"

"Lalu semua karyawan di sini. Termasuk Mama dan Papa lo minum apa?"

Daniel beranjak berdiri menatap remeh seorang Galen yang tampak tidak nyaman dengan posisinya kali ini.

"Just Kidding, sebaiknya kita langsung pada pembicaraan selanjutnya saja," ucap Daniel yang kini kembali pada posisinya–duduk dengan salah satu kakinya terangkat, tepat di samping Galen.

Sial, batin Galen. Jika tidak ia benar-benar membutuhkan informasi dari Daniel maka dirinya enggan menginjakkan kakinya ke ruangan yang laknat ini.

"Gue pernah bilang waktu itu ke lo. Dia tidak akan mau menunjukkan identitasnya bahkan rumahnya kepada orang lain. Semakin lo gali tentang kehidupannya, siap-siap lo akan kehilangan kepercayaan dia juga."

"Stop it. Lebih baik lo gak tau semuanya daripada lo yang nanti merasakan sakitnya."

Galen mengerutkan keningnya, berusaha memahami apa yang telah diucapkan oleh Daniel itu. Walaupun begitu, dirinya tetap tidak terlalu paham akan semuanya secara tiba-tiba seperti ini.

"Maksud lo?"

"Berhenti cari tau."

"Gue di sini bukan untuk meminta pendapat atau nasehat cowok seperti lo. Gue tanya apakah lo tau rumahnya atau tidak. Tinggal jawab 'iya' atau 'tidak' susahnya apa?"

Daniel lantas berdiri dari duduknya, melangkahkan kakinya hingga depan pintu kamarnya. Menatap Galen dengan salah satu sudut bibir yang terangkat ke atas.

"Urusan lo udah selesai. Lo boleh pulang."

"Shit. Gue ke sini bukan untuk urusan konyol begini, lo belum beri gue penjelasan apapun." Galen lantas berdiri, berjalan santai menuju Daniel yang kini menantinya di ambang pintu.

Rahangnya mulai mengeras, ia menggigit giginya rapat-rapat. Merasakan sensasi panas yang menjalar hingga ke ubun-ubun, kedua tangannya itu ingin sekali menonjok muka Daniel itu dengan keras. Namun, lagi-lagi pesan dari mamanya itu terlintas di otaknya.

'Harus baik, sopan, dan jaga sikap' Tak henti-hentinya Galen merapalkan itu dalam hatinya.

"Gue juga manusia yang tidak tau segalanya. Gue kira lo lebih pintar mencerna apa yang gue ucapkan. Jadi silahkan pergi," tandas Daniel.

Tanpa basa-basi lagi Galen langsung beranjak keluar, melewati batas pintu itu dengan cepat. Menatap sosok Daniel yang kini masih tersenyum smirk itu tajam.

"May'S Florist. Clue untuk lo. Semoga lo segera mendapatkan jawabannya dan tidak kehilangan apa yang telah lo bangun," teriak Daniel. Lantas pintu itu tertutup dengan keras, suara gebrakan itu yang pasti akan membuat siapapun yang mendengarnya terhenyak kaget.

Galen melangkahkan kakinya gontai, usahanya kali ini tidak begitu mulus itu semua juga karena Daniel yang teramat menyebalkan. Opininya yang labil dan tak terarah itu membuatnya semakin bingung. 'Jangan cari tau' singkat kata yang terlintas dalam otak Galen, tetapi akhirnya dia memberi clue untuknya. Lalu sebenarnya apa yang di maksud? Jika memang dia telah mengetahui semuanya, kenapa harus bersembunyi di balik batu gini?

Lantas Galen langsung mengacak rambutnya frustasi. Seketika ia mengingat dua kata awal yang diucapkan Daniel sebelum percakapan keduanya benar-benar berakhir. May'S Florist, Galen langsung berjalan cepat menuruni tangga. Satu notifikasi berbunyi dari ponselnya.

@Daniel.Giovani

082******765

Kalau butuh informasi lagi langsung kirim di wa

Gak  perlu nunggu balasan lama dari gue.

Galen langsung mendongak ke atas dan benar saja ia melihat sosok cowok yang kini tengah menunjukkan jari tengahnya itu tepat di atasnya.

Kedua jarinya mengetik beberapa kata di sana. Mengirimkan screenshot khusus untuk kakak kelasnya itu.

Monster Sekolah

Hei, monster sekolah. Jangan lupa save nomor gue.

Gue akan buat perhitungan sama lo karena ulah lo hari ini.

Detik kemudian Galen mendongak ke atas mendapati seorang Daniel yang kini mengangkat jempolnya tanpa beban.

***
To Be Continue

Gimana menurut kalian? Suka nggak part ini?

Untuk part ini memang khusus Galen dan Daniel dulu, ya?

Semoga suka🤗

Jangan lupa vote dan comment karena itu sangat membantu

Thanks for Reading


Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro