THE WISH LIST
Setelah menerima pesan dari sang papa, Galen langsung melajukan vespa tuanya menerobos jalanan yang kini padat oleh kendaraan. Tak dipungkiri jika dirinya sudah tidak betah lagi dengan sinar matahari yang begitu terik. Lantas dirinya langsung mengambil kesempatan menyelip-nyelip di jalanan yang sangat sempit, mungkin hanya berjarak sekian senti dari kendaraan satu dengan yang lain. Namun, dengan kelincahan yang dimilikinya, ia mampu keluar dari jebakan macet yang jika diukur mencapai sepuluh meter.
Sorot matanya menatap truk bermuatan berat itu berhenti di tengah jalan, ada beberapa petugas kepolisian juga di sana untuk membantu mengatur jalanan yang hampir penuh itu. Ternyata ban dari truk itu lepas, dan untung saja tidak menimbulkan kecelakaan yang parah.
Lantas Galen menancapkan gasnya kuat-kuat hingga suara bising dari motor vespanya membelah jalanan yang kini sedikit longgar. Ia merasakan ketenangan dan sedikit kebebasan karena menyetir motornya itu ala-ala pembalap. Benar-benar mengenakkan melampiaskan sesuatu di jalanan, tetapi itu tidak bisa dibenarkan karena bisa menimbulkan resiko yang besar.
Setelah kurang dari satu jam, dirinya kini melewati pintu gerbang yang terbuat besi itu. Gerbang itu tentu dirancang khusus oleh sang pemilik hingga terlihat mewah nan elegan, jika dilihat kira-kira tinggi gerbang itu sekitar lima meter dengan lebar mencapai sepuluh meter. Bisa dikatakan jika sang pemilik rumah bernuansa klasik itu memiliki privasi yang sangat kuat, hingga siapapun yang datang ke rumahnya perlu membuat janji dengan tuan rumah.
Vespa milik Galen telah melintasi gerbang dengan dua penjaga di kanan dan kirinya itu. Sebagai anak dari sang majikan, Galen disambut dengan baik sampai-sampai ketika dirinya baru memakirkan motornya di garasi datanglah seorang pria paruh baya yang kini mengambil alih tas ranselnya. Lantas Galen memberikannya dengan sopan, ya walaupun ia sempat nolak diperlakukan seperti itu. Namun, ini adalah perintah dari kedua orang tuanya lantas Galen hanya menurutinya, langkah jenjangnya mulai menapaki tangga kecil sekitar satu meter itu dengan seorang pria paruh baya mengikuti jejaknya di belakang.
"Permisi. Den Galen telah ditunggu tuan dan nyonya di ruangan yang mungkin belum den Galen ketahui. Mari saya duluan," ucap pria berbadan kekar itu berjalan mendahului Galen, tentu dengan membungkukkan badannya sedikit.
"Iya, Pak, silahkan." Galen menjawab sekedarnya, ia pun juga membungkukkan badan sebagai tanda hormat kepada orang yang lebih tua.
Namun, kini dalam pikiran Galen terntu tidak sesederhana itu. Ruangan yang belum diketahui? Maksutnya bagaimana? Galen hanya terdiam dan tidak terlalu memikirkan karena hari ini adalah penuh teka-teki baginya.
Pria berbadan kekar itu akhirnya memperhentikan langkahnya, ia menunjukkan sebuah ruangan dengan nuansa putih itu. Lantas Galen langsung beranjak dari sana, membuka pintu yang dirancang dari kayu bergaya Eropa dengan polesan warna gold itu sehingga menambah keharmonisan tersendiri bagi yang melihatnya.
Sebelum benar-benar masuk ke dalam, Galen memastikan pria yang mengantarnya itu berbalik arah lalu dirinya langsung berjalan ke dalam hingga menemui Alby dan Zelyn yang kini duduk di sofa santai.
Galen langsung berlari kecil ke arah mamanya, menyalami punggung tangannya sebelum kemudian memeluknya erat. Entah kenapa Galen terasa sangat nyaman saat berada di dekapan Zelyn hingga dirinya tidak menyadari Alby yang sedang cemburu dibuatnya.
"Oh jadi cuma sayang sama mama nih?" ucap Alby dengan nada menyindir.
Sontak Galen langsung menatap papanya itu. "Gak gitu, cuma mama dulu yang di proritaskan."
Galen langsung menyambar punggung tangan milik sang papa, kemudian melakukan aksi seperti yaang dilakukan kepada sang mama.
"Semua tergantung prioritas ya? Kalau papa juga prioritasnya mama."
Kini Galen melihat semburat malu dari Zelyn, umur mamanya yang hampir setengah abad itu tidak membuatnya lupa dari masa-masa ABG-nya dulu.
"Papa bisa aja." Zelyn menyenggol manja lengan Alby, juga tampaknya Alby terus menggoda sang istri hingga kini Zelyn terbuai dalam pelukannya.
"Nyamuk banyak ya kayaknya." Lantas tangan Galen langsung ditarik oleh sang mama.
"Udah kalau gini kan enak, pelukannya bertiga." Zelyn melengkungkan kedua sudut bibirnya, menatap kedua sosok laki-laki yang sangat dicintainya.
"Galen baru tau ada ruangan ini." Galen memundurkan langkahnya, berjalan berbalik arah, menatap beberapa aksesoris warna serba putih yang terpajang apik dalam ruangan yang cukup luas itu.
"Papa sengaja buat ruangan ini khusus untuk kamu dan mama. Ini tempat kumpul kita sekarang, jadi kita bisa diskusi apapun di sini. Papa tentang kerjaan, mama tentang kesibukannya di rumah dan kamu Galen tentang kisah sekolah kamu."
Zelyn tersenyum mengingat dirinya sudah mengetahui apa yang di ucapkan suaminya itu, sedangkan Galen hanya memanggut-manggut tanda paham.
"Jadi gimana si cewek itu?" tanya Alby sambil mengangkat satu alisnya tinggi-tinggi.
"Cewek siapa?"
"Yang buat kamu senyum-senyum sendiri itu."
Galen hanya menggerakkan mulutnya hingga berbentuk O itu.
"Kok gitu?" Zelyn protes menatap ekspresi Galen yang membuatnya semakin penasaran itu.
"Ya gimana? Dianya juga gak mau sama Galen," jawab Galen pasrah.
Lantas tangan milik papanya itu meraih pundak Galen kasar, hingga dirinya pun terhenyak.
"Kamu nyerah?"
"Ya enggak," jawab Galen cepat, hal ini membuatnya mendapat empat jempol dari kedua orang tuanya.
"Siapa namanya? Papa penasaran."
"Ada deh .... " Galen menghentikan ucapannya, mencoba membuat pasangan suami-istri itu penasaran dengan kata selanjutnya. Namun, juga terlintas di benaknya nama Daniel. Pasalnya selain Elenea ada nama Daniel yang selalu menganggu pikirannya.
"Nanti Galen jawab. Tetapi Galen mau tanya sesuatu dulu sama papa dan papa wajib jawab dengan jujur," ucap Galen penuh penekanan. Seorang pria dengan hidung bangir di depannya itu langsung mengangguk cepat.
"Papa tau siapa Daniel? Atau papa kenal dengan orang tuanya?"
"Kenapa jadi bahas Daniel? Anak itu berulah lagi?"
"Sedikit," jawab Galen seadanya.
Alby menghembuskan nafasnya kasar, seketika raut wajahnya berubah menjadi datar. Pertanyaan dari Galen mengingatkan suatu kejadian di masa lalu, tentang dirinya bersama sahabatnya Haidar-kepala SMA Andorra.
Tanpa diminta Galen langsung menjelaskan semua yang terjadi, mulai dirinya menemukan Daniel mabuk kemudian ia membawanya ke kamar mandi dan ujungnya bersama Daniel, dirinya dipanggil ke ruang BK.
Alby mengangkat salah satu alisnya, ia mencoba berkomunikasi dengan anaknya itu. Ia sedang menunggu cerita kelanjutannya.
Tampak Galen mengumpulkan sedikit nyalinya yang kini menciut, terlebih melihat ekspresi wajah sang papa yang jauh berbeda dari sebelumnya. Ia hanya takut menyinggung perasaan papanya itu.
Galen memulai kembali penjelasannya, menyampaikan kalimat-kalimat dari pak Subroto yang sedang memarahinya waktu itu kemudian pak Haidar selaku kepala sekolah datang, tetapi justru pak Subroto yang kena semprot.
"Pak Haidar berbicara soal anak penyumbang yayasan terbesar. Apakah papa kenal orang tuanya? Dan apakah Daniel menjadi urakan karena kuasa orang tuanya di sekolah itu. Tetapi why, Pa itu tidak adil."
"Papa gak bisa cerita sekarang. Papa cuma pesan kalau kamu sebaiknya jangan dekat-dekat dengan dia." Alby menepuk-nepuk puncak kepala anaknya itu.
"Kenapa? Apa ini ada hubungannya dengan papa juga?"
Seketika Alby terdiam, menatap kedua bola mata Galen intens.
"Tidak, cuma saja tidak perlu ikut campur dengan urusannya. Rumit."
"Tugas kamu sekolah dan besok jangan lupa kenalin cewek itu kepada mama dan papa. Kamu hutang cerita tau."
Sontak Alby langsung menarik lengan Zelyn lembut, membawa permaisurinya itu keluar dari ruangan yang luas itu. Meninggalkan Galen yang mematung sendirian.
Galen langsung menggelengkan kepalanya pelan, mencoba merilekskan semua pikiran berat yang menimpanya hari ini. Dan benar sebaiknya ia tidak terlalu memikirkan soal Daniel dan juga latar belakangnya. Toh, itu tidak penting baginya. Dan juga Daniel termasuk dalam daftar saingannya dalam merebut hatinya Elenea. Meskipun begitu, Daniel bukan tipe Elenea yang cool girl itu.
Namun apakah Galen termasuk dalam tipe Elenea? Mungkin itu karena tingkat ke percayaan diri Galen yang tinggi. Nyatanya dirinya sudah menyatakan cinta dua kali kepada Elenea, tetapi selalu ditolak.
Keesokan harinya, Galen langsung mengumpulkan tugas makalah yang satu minggu yang lalu diberikan pak Subroto kepadanya. Kini waktunya Galen menyerahkan hasil begadang satu malamnya karena mengerjakan itu semua tanpa ada bantuan dari siapapun. Terlebih cewek yang katanya sanggup membantunya itu tidak mau menjawab DM dari instagramnya. Entah ia sedang menghindar atau bagaimana? Namun, memang dari terlihat jika cewek itu tidak mengaktifkan instagramnya setelah memberi like untuknya.
"Hei, El. Tunggu!" teriak Galen yang sekelebat melihat cewek berkepang kuda itu melintas ruang BK, tempat Galen kini berada.
Langkah kakinya segera menyusul Elenea itu yang sama sekali tidak merespon panggilannya. Bahkan ketika cewek itu sempat menatapnya namun tetap saja raut wajahnya terlihat datar.
Kadang sikapnya bisa manis kadang garang mirip kak Ros, batin Galen.
Galen langsung menjulurkan ponselnya di hadapannya Elenea, lantas cewek dengan membawa buku dengan ketebalan yang fantastis itu hanya mengerutkan keningnya tak mengerti.
"Apa?"
"Minta nomor whatsAap lo dong."
Elenea mengembuskan nafasnya kasar, sebelum kini ia mengentikan langkahnya. Sekolah masih tampak sepi, jika dilihat hanya beberapa murid yang masih berkeliaran di sana bahkan bisa di hitung jari. Elenea juga bersyukur ketika sekolah masih sepi atau tidak, pasti dirinya akan jadi santapan para siswi yang menatapnya tajam. Secara belakangan ini dirinya digosipkan ada hubungan dengan Galen.
"Ponsel gue rusak."
"Kenapa alasan kebanyakan cewek gitu?"
"Maksud lo apa?" bentak Elenea tak terima.
"Ya kalau memang gak mau kasih ya bilang aja," jawab Galen polos, padahal dirinya tahu jika setelah ini pasti dirinya akan memperoleh tatapan tajam dari Elenea.
"Lo kira gue bohong?"
Galen mengangkat bahunya acuh, tetapi dirinya langsung mendelik ketika melihat sebuah benda pipih yang kini layarnya sudah sangat abstrak.
"Jadi beneran rusak?"
"Menurut, lo."
"Niatnya gue mau benerinnya kemaren, tapi konternya tutup," lanjut Elenea.
"Nanti pulang sekolah mau gue anterin?" tawar Galen.
Namun, Elenea langsung menggelengkan kepalanya cepat. Ia tidak suka jika dirinya terlalu dekat dan bergantung dengan orang lain. Apalagi kini seorang Galen, cowok menyebalkan yang berhasil mengusik hidupnya yang sebelumnya tenang-tenang saja satu tahun yang lalu.
"Gue niatnya kan baik--" Pengucapan Galen kini terpotong.
"Gue nolaknya juga baik, permisi." Elenea langsung pergi tanpa lama lagi, ia lagi-lagi meninggalkan Galen yang masih diam dari tempatnya.
Namun, bukan Galen yang langsung menyerah. Dirinya langsung mempercepat langkahnya yang kemudian sejajar dengan Elenea.
"El, lo kenapa sih selalu menghindar? Apa gue ada salah ke lo? Gue niatnya mau temenan baik sama lo, apa itu salah?"
"Yakin, cuma itu?" tanya Elenea curiga sambil terus berjalan ke depan tanpa menoleh pada sumber suara yang sedari tadi mengusik dirinya.
"Untuk sekarang ini ya. Tapi kalau untuk selanjutnya sih beda lagi niatnya."
Lantas cewek yang tingginya tidak melebihi telinga Galen itu mengangkat salah satu alisnya.
"Maksud lo."
Lantas Galen tersenyum tipis melihat itu. "Lo tampak lebih manis di foto. Gue suka."
"Gue tau kok kalau wish list lo tahun ini. Dan gue mau jadi yang nomer ke sepuluh itu, pengen punya pacar kan?
Mangkanya gue bantuin, yuk!"
What?
Elenea mendongak ke arah samping sambil melototkan matanya. Ia benar-benar tidak mempercayai jika cowok di sampingnya itu telah stalker semua postingan di instagramnya.
"Gak!!" jawab Elenea cepat.
"Beneran? Gue denger-denger lo belum pernah pacaran kan? Masak sih lo nolak cowok kayak gue."
"Ya."
"Ya untuk apa nih?"
"Ya yang itu, omongan lo barusan."
Galen mengangguk-anggukan kepalanya paham.
"Ok, gue kasih penawaran sekali lagi. Lo mau nggak jadi pacar gue?"
Elenea terpaku dalam diamnya, ia mencoba merilekskan pikiran dan perasaannya. Tampak oleh indera penglihatan Galen jika cewek dihadapannya untuk ragu untuk menjawabnya, kini berarti masih ada harapan untuk menjadi pacarnya.
"Gak dulu deh, gue coba pikir nanti." Sambil menggigit bibirnya, Elenea pergi meninggalkan Galen yang tampak kaget dan kesal itu.
"Woy, El, yang jelas kalau kasih jawaban. Enak aja lo ninggalin gue tanpa kepastian gini," teriaknya.
Sudah ketiga kalinya. Akankah Galen akan menjomblo setelah menyatakan perasaannya sebanyak tiga kali?
Segera Galen merogoh ponsel yang bergetar di sakunya. Dan benar saja ada sebuah notifikasi instagram yang masuk.
@Daniel.Giovani _New post_
"Gila tuh bocah. Selain berandal juga tukang bolos." Galen menggeleng-gelengkan kepalanya, kemudian kembali meletakkan bendah pipih itu dalam sakunya.
Tidak ada waktu yang lebih banyak untuk memikirkan Daniel, pikirnya.
***
To Be Continue
Gue tunggu jawaban lo, El
Ketika Elenea bingung setelah ditembak Galen tiga kali😭
Daniel tuh ganteng, tapi ....
Jangan lupa vote dan comment karena itu sangat membantu
Thanks for Reading
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro