Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

TES DNA

Sudah dua hari berlalu, dua hari tanpa kehadiran Galen. Elenea memandang bangku belakangnya, masih tetap sama, kosong tak berpenghuni. Tak ada daya untuk mendapatkan perhatian kecil dari Galen, tidak ada sapaan di pagi hari, tidak ada kata pengantar kabar darinya, tidak ada pertanyaan untuknya lagi. Galen belum sadar sejak dua hari yang lalu, kecelakaan yang dialami oleh Daniel juga turut menyeret Galen.

Bagaimana Elenea bisa segelisah sekarang? Selera untuk membaca novel kesukaannya itu berkurang. Jikalau ia membuka novelnya hanya untuk diperhatikan, tatapan matanya benar-benar kosong tidak bisa hanya mengeja beberapa yang tertulis di sana.

Selama pelajaran berlangsung ia hanya mendengarkan seadanya tanpa memahami makna yang telah dijelaskan oleh sang guru. Tidak seperti biasanya ia yang selalu bersemangat, selalu fokus pada materi yang sedang dibicarakan. Beruntung sang guru tidak memintanya untuk mengulang materi yang disampaikan atau hanya sekedar untuk menjawab pertanyaan.

Hingga tidak terasa jam pelajaran kedua telah selesai, bel istirahat berdering nyaring di setiap penjuru ruangan. Sang guru mengakhiri jam belajar dan tidak lupa dengan tumpukan tugas yang selalu diberikan. Lantas Elenea segera sadar setelah bunyi nyaring itu merasuk dalam area pengdengarannya, ia segera menulis beberapa kata perintah yang telah tertulis rapi di whiteboard.

"El."

Satu kata yang membuat Elenea terhenyak, hatinya bergemuruh seolah-olah kobaran api menyala di dalam relungnya. Sebelumnya tidak ada komentar jika dirinya dipanggil, karena itu pasti Galen. Dan kini? Siapakah yang rela memanggil namanya itu, jujur saja selama ia tinggal di kelas ini tidak pernah sekalipun dipanggil dengan namanya. Toh, jika aka keperluan dengannya langsung pada inti pembicaraan tanpa embel-embel nama.

Kepalanya segera menoleh kebelakang, menampakkan seorang cewek dengan rambut sebahu yang telah memamerkan deretan giginya. Kevanya, setelah Elenea membaca name tag yang terjahit rapi di bagian dada kiri.

"Ada apa?"

"Emmm ...." Cewek itu terlihat menoleh ke arah teman lainnya, menyiratkan pertanyaan yang bagaimana maksudnya. Elenea tetap menunggu itu.

"Galen, kan udah gak masuk selama dua hari ini. Rencananya kita sekelas akan menjenguk nanti sepulang sekolah. Lo mau ikut?" tanyanya dengan hati-hati.

Elenea terdiam sejenak, sejak kapan pertanyaan itu berlaku untuknya, batinnya. Tidak ada angin tidak pula hujan, tiba-tiba Elenea diberikan penawaran yang mungkin itu pertama kalinya ia terima. Ragu, batinnya dibuat bingung. Namun, bagaimana cara menolaknya? Pada akhirnya Elenea memberanikan dirinya untuk bertanya lebih dahulu.

"Harus ada gue? Wajib banget?" tanya Elenea yang mungkin bahasanya tidak mengenakkan.

"Kenapa tidak? Gue mengerti, sih, lo gak akan mudah nerima pertanyaan ini atau mungkin akan lo tolak mentah-mentah. Tapi gini ya, kita semua sebenarnya mau tau berteman dengan lo," tutur Kevanya.

"Lo sih penutup banget orangnya," lanjut cewek yang duduk di sebelah Kevanya, lantas setelah pengucapannya itu ia langsung membungkam mulutnya.

"Sorry, gue gak bermaksud--"

"Gak papa gue juga ngerti. Gue cuma murid beasiswa yang mungkin gak cocok bergaul sama kalian," jawab Elenea.

Entah dari mana instruksi, kebanyakan siswa-siswi yang masih berada di dalam kelas langsung mengerubungi dirinya. Tentu itu membuat dirinya mempunyai sedikit rasa takut, apakah ia akan dibully habis-habisan?

"Kita mau kok temenan sama lo," ucap beberapa orang dengan serentak.

Elenea menatap sekeliling, teman-temannya itu tersenyum lebar untuknya. Satu hal yang takbterguda baginya, impian yang dulunya terkubur rapat kini hadir untuknya. Ia bisa memiliki teman, juga gak ada alasan untuk membaca buku setiap saat. Ternyata hati orang gak ada yang tau, teman-teman yang selama ini ia anggap tak peduli dengannya justru selama ini diam-diam memperhatikannya.

Mungkin ia yang terlalu menutup diri, tidak mau bersosialisasi. Benar kata Daniel 'Elenea introvet, tidak mau bersosial' jadi sebenarnya bukan ia yang kehilangan teman, tetapi jiwanya itu yang ragu untuk mencari teman.

Elenea tampak membalas dengan senyuman merekah.

"Makasih, ya. Sorry selama ini gue terlalu cuek," ucapnya dengan tenang.

"Santuy, aja. Sebenarnya tuh kita udah berusaha untuk berkomunikasi dengan lo, tapi ya dengan earphone di telinga lo juga novel yang tak pernah lepas dari penglihatan lo. Kita bisa apa?" jelas Kevanya disertai anggukan dari beberapa siswa di sana.

Juga diantara mereka ada yang sudah melenggang pergi untuk mengisi kekosongan perutnya, dan juga mencari angin segar di luar.

"Dan juga akhir-akhir ini lo dekat dengan Galen, kan?" lanjut Kevanya yang di sertai raut wajah jail itu.

Dengan segera Elenea menetralkan wajahnya yang hampir mirip bak tomat itu. Tak tau kenapa jika ada yang menilai dirinya dekat dengan Galen membuat sedikit rasa senang batinnya. Apakah dia mulai menaruh rasa dengan Galen? Padahal hubungan itu dimulai tanpa ada rasa.

Tidak ada lagi cara menjawab melainkan dengan senyuman.

"Ok, lo bawa motor gak?"

"Kebetulan gue gak punya motor," jawab Elenea yang tersenyum miris itu.

"Sorry, kalau lo mau bisa nebeng gue."

"Mending bareng gue aja, Van. Gue bawa mobil, biar gak mencar-mencar," sahut seorang cowok yang bername tag Fajar itu.

"Motor gue?"

"Itu urusan gampang, suruh aja supir lo ambil," jawab Fajar enteng.

Memang ya kalau banyak uang semua serba mudah, tinggal suruh jadi. Membayar orang, mempekerjakan orang, semua urusan bisa diatasi dengan mudah. Elenea hanya bisa tersenyum, meski hidupnya jauh dari kata itu setidaknya ia masih bisa bersyukur diberi kehidupan yang seperti saat ini. Bisa sekolah dan juga ada yang peduli dengannya.

"Gimana, El? Mau, ya?" tanya Fajar dengan menaikkan salah satu alisnya.

"Emmmm ... Ok, gak papa. Btw, thanks, ya?" jawab Elenea dengan sedikit perasaan tak enak itu, belum juga apa-apa ia akan merepotkan mereka.

"Ok, siap."

Namun, tak mengerti bagaimana sosok Bimo itu sekarang berdiri di ambang pintu. Langkah kakinya berjalan menuju ke arah Elenea, sendiri tanpa Yuda juga Farah. Lantas Elenea mengerutkan keningnya, ada apa gerangan Bimo datang? bahkan selama dua hari itu juga tidak kelihatan batang hidungnya.

"Lo berangkat bareng gue, El," ucap Bimo secara tiba-tiba.

"Maaf, tapi gue udah ada janji sama teman-teman di kelas gue."

"Kalau Elenea sama gue gak papa, kan?" Bimo mulai menghampiri Fajar, menepuk bahu cowok itu berulang kali seraya mengedipkan mata untuk Kevanya.

Coba siapa yang gak akan luluh jika diperlukan seperti itu oleh laki-laki, apalagi sosok cowok itu mempunyai wajah diatas standar, sekelas Daniel juga Galen. Siapa juga yang tidak mengenal anak pindahan itu, rumor banyak yang mengatakan ketiga siswa itu adalah anak dari seorang yang berperan banyak di sekolah ini. Juga ketiganya dikenal sebagai best friend forever lengkap dengan Daniel. Siapa yang tidak terkejut akan hal itu?

"Ya, tentu, silahkan," jawab Fajar sambil memundurkan langkahnya itu.

"Ok, gak papa. It's Ok, itu terserah Elenea," sahut Kevanya dengan pandangan yang tak beralih sedikitpun dari Bimo. Paras wajah cowok itu the best rahang tegas, dengan hidung bangir, juga kulit eksotis miliknya itu membuatnya tampak manis.

"Gimana, El? Lo mau, kan? Juga ada yang harus gue sampaikan ke lo?"

Elenea terdiam sejenak, detik kemudian kakinya mulai melangkah keluar dari ruangan kelas itu. Bukan maksud untuk menghindar, hanya saja ia perlu tempat untuk berbicara empat mata dengan Bimo. Apalagi pembahasannya yang mungkin akan sedikit berat, tak efektif untuk didengar oleh semua orang.

Lantas Bimo langsung mengikuti langkah Elenea, cewek itu berhenti di depan gudang. Elenea duduk di kursi panjang yang terjejer rapi di depan gudang itu. Bimo pun segera mendudukkan dirinya di samping Elenea.

"Ada apa?" Elenea membuka suara. Cowok yang berada di sampingnya itu sontak menoleh ke arahnya.

"Lo udah bertemu pak Alby kemaren?" tanya Bimo tiba-tiba, entah darimana ia bisa mengetahui itu. Galen pun belum sadar dari komanya.

Elenea lantas mengerutkan keningnya, seakan-akan menanyakan kebenaran kepada Bimo.

"Gak perlu tau gue tau darimana. Yang lo perlu tau, gak susah untuk mencari informasi tentang lo, El."

"Apa yang lo maksud?" Elenea membenarkan posisinya, ia langsung fokus menatap Bimo yang juga nampak serius itu.

Bimo? Ia justru tertawa kecil. Lucu baginya jika Elenea tampak khawatir itu, raut wajahnya tampak menggemaskan bagi Bimo. Ingin saja ia menoel pipi milik Elenea, tetapi ingat cewek itu punya sahabatnya sendiri.

"Kenapa tertawa?" ujar Elenea tidak terima.

"Lo lucu."

"Gue serius, tolong, gue gak suka bercanda."

"Calm ...." Bimo menghembuskan nafasnya panjang.

"Lo belum bertemu pak Alby, kan?" Bimo mengulangi lagi pertanyaannya.

"Belum, gue terlambat katanya, padahal gue gak korupsi waktu. Sepulang sekolah gue langsung berangkat ke sana."

"Memang lo gak terlambat harusnya, hanya saja pertemuan itu di majukan."

"Gimana maksudnya?"

Bukannya menjawab, Bimo malah mengacak rambut Elenea itu dengan gemas. Dasar cowok, memang suka banget bikin cewek deg deg an. Inilah yang di rasakan oleh Elenea, entah mengapa meskipun rasa suka itu tidak ada di benaknya, tetapi gemetar di hatinya itu sangat terasa. Tentu yang patut disalahkan kini adalah Bimo.

Bimo membuat Elenea gelapan sendiri, cewek dengan rambut digerai itu langsung menyingkirkan tangan yang meraba-raba puncak kepalanya.

"Apaan sih lo!"

"Btw, lo kok sendiri? Personil lo yang dua orang itu mana?"

"Maksud lo Yuda dan Farah?"

Elenea menganggukan kepalanya, terus terang ia penasaran dengan kedatangan mereka dengan tiba-tiba juga terkadang menghilang dari pandangannya dua hari berturut-turut. Dan kini ia hanya menjumpai Bimo, memang bukan hal yang penting untuk Elenea, tetapi kadang dirinya juga ingin tahu. Namun, sejak kapan Elenea menjadi kepo seperti ini?"

"Yuda ada urusan, dan itu gak bisa ditinggal. Untuk Farah, ia menemani Galen di rumah sakit. Setelah ada kabar Galen siuman tengah malam, Farah langsung berangkat ke rumah sakit. Sampai sekarang," jelas Bimo tanpa ada yang dikurangi.

"Dan satu lagi, dua hari kita memang tidak datang ke sekolah. Ya, lagi sibuk saja merawat Daniel yang makan saja harus disuapin," lanjutnya. Entah untuk kali ini memang itu kebenaran atau tidak, yang pasti Elenea lega setelah mendengar itu.

"Galen udah siuman?"

Bimo menganggukkan kepalanya. "Iya, untuk itu gue masuk sekolah ini. Gue mau jemput pujaan hati Galen. Nona Elenea Kalendra," ucapnya dengan bahasa juga nada alay itu.

"Lebay, lo!" sarkas Elenea.

"Biarin," balas Bimo enteng.

Elenea langsung membuang mukanya memutar bola matanya malas. Detik selanjutnya bel sekolah berbunyi, dirinya segera bangkit dari duduknya.

"Jangan lupa, gue tunggu di parkiran, El!" titah Bimo. Cowok itu berjalan lebih dulu tak lupa juga melambaikan tangan manja untuk Elenea, sontak ia langsung berdegik ngeri.

***
Sesuai dengan perjanjian, Elenea kini harus terbawa di jok belakang motor milik Bimo. Jika kebanyakan cowok akan memakai sepeda motor kopling seperti ninja atau sejenisnya, tetapi cowok kini membawa sepeda motor scooter berwarna biru muda. Cute, kan?

Setelah mengambil bucket bunga di May'S Florist, Bimo menancapkan gasnya kembali. Mengendalikan setir itu dengan telaten juga dengan kecepatan yang sedang, tidak seperti Galen yang suka kebut-kebutan. Sontak otak Elenea seketika overthingking, berfikir bagaimana Galen akan berekspresi jika bertemu dengannya? Bagaimana jika sudah tau siapa orang tua korban atas penculikan anak itu? Apakah dia bisa menerima keadaan Elenea yang seperti itu, anak dari kasus penculikan anak yang diketahui korban itu adalah keluarganya sendiri.

Hingga ia mengerjapkan matanya ketika scooter milik Bimo telah berhenti di parkiran yang luas nan padat kendaraan itu.

Langkah kakinya membuntuti jejak kaki Bimo yang lebih dulu di depannya, cowok itu membelokkan langkahnya ke arah kanan hingga kini langkah kakinya berhenti di depan ruang 'Yasmine I'. Lantas Elenea langsung mengikuti Bimo yang telah mendorong pintu masuk yang terbuat dari frosted glass itu.

Daniel, Galen terbaring lemas di brankar. Ruangan yang luas itu hanya di huni oleh dua orang yang kini terbaring sejajar di atas Paramount Bed.

Sorot matanya melihat Yuda yang telaten menyuapi Daniel, sedangkan Galen yang tak kunjung menatapnya. Galen memilih untuk bercengkrama dengan Farah. Ingin saja Elenea meneteskan air matanya di sini, ia benar-benar tak kuasa dengan keadaan sekarang. Bukan hanya tentang Galen, tetapi juga atas rasa bersalahnya kepada keluarga Pak Alby Wijayakusuma.

Beruntung di sana hanya ada Farah juga Yuda yang menjaga, dirinya tidak perlu untuk berbalik arah. Elenea menghela napasnya, mengumpulkan keberanian untuk menghadapi Galen kali ini.

Ia melangkahkan kakinya perlahan, menatap sosok Bimo yang telah terbaring di atas sofa empuk di sana, terdengar suara dengkuran yang mengusik suasana damai ruangan ber-AC itu.

Daniel tentu mengetahui keberadaannya sekarang, tetapi cowok itu memilih terdiam tidak seperti biasanya. Apakah mungkin itu karena kebenaran tentangnya yang sudah terungkap? Tenang, Elenea mengelus dadanya yang sedikit sesak itu.

Yuda tampak menyumpal mulut Bimo menggunakan kulit jeruk yang tergeletak di atas nakas itu, sebelum kemudian kembali menyuapi Daniel. Ia juga tidak merespon apapun selain tersenyum lebar untuknya.

Galen? Ia masih sibuk membuang muka, sok tidak mau mengetahui kehadirannya. Begitupun dengan Farah yang tampak tenggelam dari permainan yang dibuat oleh Galen.

"Gal, gimana kabar kamu?" ucap Elenea yang kini sudah berdiri di samping Galen, lebih tepatnya di belakang tubuh cowok yang tampak mengasingkannya itu.

"Gal, gue tau lo mar--" sontak Galen langsung membalikkan tubuhnya, menatap sosok Elenea dengan tajam.

Galen terdiam sejenak, memandang lekat manik hazel milik kekasihnya itu. Dua hari sejak kejadian itu ia tidak pernah lagi berbincang dengan Elenea. Rindu, juga sakit di dadanya.

"Kenapa kamu gak pernah ada saat aku koma? Kenapa Farah yang selalu ada di samping aku? Seperti tadi malam, saat pertama kali aku sadar nama kamu yang aku sebut, tetapi wajah Farah yang aku lihat. Kamu di mana?" jelas Galen panjang lebar.

Lantas Farah yang mendengar dirinya dipuja-puja itu langsung mengangkat salah satu sudut bibirnya. Ia merasa senang juga lega, di hadapannya Elenea di permalukan sedangkan dirinya? Ia dipuji. Namun, yang seharusnya ia tahu itu bukan suatu hal yang memalukan bagi Elenea di mata Galen. Hanya saja Galen kecewa dengan kekasihnya itu.

Elenea hanya terdiam, tidak tau harus menjawab bagaimana? Yang ia tahu untuk menginjakkan kaki ke rumah sakit ini rasanya berat. Takut membuat keributan karena kehadiran sosok anak dari penculik itu. Ia menghirup dalam-dalam udara dingin di sana lalu mengeluarkannya perlahan, sedikit lega di dadanya.

"Gue gak rela, El. Dia gak tulus merawatnya, tau gak masa, ya orang sakit begini suruh ngupas jeruk sendiri. Gak asik, kan?" ucap Galen dengan raut wajah yang berbeda, ia menampakkan senyuman saat menatap Elenea dan memasang wajah garang saat menatap sosok Farah.

"Gak tulus pala lo peyang, mau gue buat amnesia pala lo!" Tanpa ada rasa takut Farah langsung menoyor kepala Galen keras, tentu itu membuat sang empu meringis kesakitan.

"Ampun!!" Galen langsung menangkupkan tangannya itu di atas dada.

"Kamu lihat, kan, El? Dia jahat banget," tambah Galen dengan nada seperti anak kecil yang sedang merayu itu.

Sontak Elenea yang mengetahui itu langsung tertawa kecil, melihat tingkah dua lawan jenis itu tampak lucu. Tentu karena ekspresi Galen yang sangat menjiwai itu, bahkan disaat dirinya sakit ia berusaha menghibur orang lain. Yuda dan Daniel yang mengetahui itu tidak mau berkomentar, keduanya hanya bisa menggelengkan kepalanya, sudah hafal jika sahabat cewek satu-satunya itu tidak akan mau kalah.

"Nah, kan kalau gitu, kan cantik."

"Apa lo bilang?" tanya Farah dengan nada meninggi, ia benar-benar mengira jika pernyataan itu ditujukan untuknya. Namun, ternyata salah, Galen berbicara itu untuk Elenea.

"Salah server kali, Far," timpal Yuda yang mulutnya sudah gatel untuk ikut dalam percakapan itu. Lantas dirinya langsung di hadiahi tatapan tajam dari Farah.

"Maaf, aku baru ke sini hari ini."

"Sejak kamu tertawa tadi aku sudah memaafkan kamu. Gak sulit untuk buat aku luluh, El. Cukup kamu tersenyum semua kesalahan kamu bisa aku maafkan."

Bagaimana tentang aku yang anak penculik itu, dan ternyata yang menjadi korban adalah anak dari orang tua angkat kamu, batin Elenea. Ia menatap Galen senduh.

Namun, suara decitan pintu tiba-tiba terdengar. Menampakkan dua pasang suami istri yang sedang berdiri di ambang pintu.

Alby segera masuk ke dalam, kedua kakinya serasi berjalan menuju samping Galen. Lelaki paruh baya itu mengusap dahi Galen yang penuh plester.

"Hasil tes DNA akan keluar besok," ucap Alby tiba-tiba.

Sontak itu membuat yang berada di ruangan itu langsung membelalakkan matanya.

"Siapa dengan siapa?" tanya Elenea seketika, tidak tahu nyali dari mana
untuk melontarkan pertanyaan seperti itu.

Lantas Alby langsung menatapnya datar. "Saya dengan Galen."

"Bagaimana bisa? Apa yang membuat Papa membuat pertimbangan seperti itu," tanya Galen yang masih terlihat bingung itu.

***
To Be Continue

Jangan lupa vote dan comment karena itu sangat membantu

Thanks for Reading

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro