TEMAN BAIK
Mengingat kejadian yang lalu membuat Galen melamun sendiri di tengah upacara bendera yang amat menyiksa para murid hari ini, sinar matahari pagi ini sangatlah menyengat. Ditambah lagi pidato kepala sekolah yang teramat panjang mengingat kelas XII akan melaksanakan ujian secara runtut beberapa pekan ke depan.
Terik matahari itu sangat menusuk mata bagi seorang Galen, berdiri tegap paling depan barisan seolah-olah menjadi tameng beberapa temannya yang berbaris di belakangnya. Dirinya tidak begitu keberatan, tetapi saja untuk cuaca yang extrem pagi ini membuat jengkel hatinya. Peluh di keningnya itu tampak mulai bercucuran, juga beberapa aroma tak sedap milik temannya yang lainnya itu merasuk dalam hidungnya.
Dirinya mengerjap berkali-kali, mencoba mengikuti arah pembicaraan sang kepala sekolah, tetapi penglihatannya itu tidak bisa diajak kompromi. Silau cahaya matahari itu sangatlah mengusiknya.
"Sebagai siswa XII kalian harus mempersiapkan diri dengan sebaik mungkin, mengingat juga kalian akan melaksanakan banyak try out empat pekan ke depan. Jadi kalian harus menggunakan waktu dengan semestinya, semaksimal mungkin untuk belajar. Dan yang paling penting bagi kalian seluruh siswa XII adalah menjaga attitude misalkan--"
Namun, tiba-tiba suara di microfon itu terhenti sejenak menyisakan helaan nafas berat yang memburu. Galen tidak tau pasti apa itu penyebabnya, tetapi setelah ia mengikuti huru-hara para peserta upacara dirinya menemukan titik temu.
Daniel berjalan santai hingga mengambil alih barisan seorang cowok yang berdiri tegap di barisan depan, tentu itu adalah barisan kelas XII tepatnya sesuai kelasnya. Cowok dengan minim atribut, tanpa nametag di seragamnya, tanpa topi di atas kepalanya, rambut yang gondrong bahkan tidak tertata rapi, baju yang keluar sebelah tidak menampakkan sabuk di sana--bagi siapapun yang melihatnya tentu merasa ngeri. Apalagi kini pelaksanaan upacara telah dimulai dua puluh menit yang lalu, dan dia sebagai kakak kelas yang akan lulus beberapa bulan lagi masih tetap tidak tau aturan.
Pak Subroto–selaku guru BK langsung berdiri di samping cowok brandal itu. Tanpa adanya rasa bersalah, Daniel langsung menyahut topi milik teman di sebelahnya kemudian memasangkan di kepalanya dengan posisi yang terbalik ke belakang. Lantas sebagai seorang guru yang tegas Pak Subroto itu langsung mencengkram pergelangan Daniel dengan kuat.
"IKUT BAPAK SEKARANG KE DEPAN!!" titah seorang lelaki berkaca mata itu dengan tegas dan tentunya garang.
Tidaklah mudah bagi Pak Subroto melakukan tugasnya, tentunya itu karena Daniel yang sudah tidak mau di atur itu. Sebagai seorang trouble maker, Daniel sangatlah pembangkang. Bahkan saat kini dirinya memperoleh tatapan tajam dari banyak guru di sana tetaplah ia tinggal diam di posisinya. Tidak bergerak sedikit pun, hanya hembusan nafasnya yang memburu itu terdengar.
Galen memutar bola matanya malas, melihat sikap Daniel yang tak bisa diatur itu membuat dirinya amat jengkel. Akibatnya pelaksanaan upacara dibawah terik matahari ini menjadi panjang, banyak juga siswi yang mengeluh karena bedaknya telah luntur, juga ada diantara mereka yang harus rela terbaring di UKS karena daya tahan tubuhnya berkurang.
Lantas sorot matanya mulai menelusuri deret barisan belakang, menampakkan seorang cewek berkuncir kuda dengan atribut lengkap itu masih berdiri kokoh. Galen langsung bisa bernafas lega.
Detik kemudian, Pak Haidar selaku pembina upacara mengutarakan sebuah pesan, lebih tepatnya itu adalah perintah.
"Baik, semuanya diharapkan khidmat lagi. Upacara sedang berlangsung, dimohon semuanya menghormati bendera merah putih kita yang telah berkibar itu. Dengan itu Pak Subroto selaku guru BK dimohon untuk kembali ke barisan. Dan untuk Daniel, silahkan dirapikan seragamnya. Setelah upacara selesai kamu bisa ke ruangan saya," tukas Pak Haidar--Kepala SMA Andorra.
Setelah beberapa menit kemudian pidato telah diakhiri. Semua peserta upacara bisa bernafas lega, beberapa runtutan upacara itu segera dilaksanakan dengan baik, entah mengapa rasanya terasa begitu cepat tidak seperti sebelumnya.
Dengan langkah gontai semua murid yang terlihat payah itu berbondong-bondong menuju kelasnya, mendudukkan dirinya di bangku kebangsaannya. Dua menit lagi pelajaran akan segera di mulai.
"El, lo apa kabar?" tanya Galen seraya mengeluarkan buku paket sesuai jadwal pelajaran pertama.
"Baik, seperti yang lo lihat. Lagian kenapa pake nanya? Baru juga gak ketemu satu hari."
Galen menampakkan senyumnya yang sangatlah manis. Entah mengapa mendengar Elenea berkata demikian membuat hatinya terguga, seakan-akan Elenea mengerti jika dirinya khawatir padanya.
"Gue selalu khawatir dengan keadaan lo setiap saat, bahkan detik ini."
"Why?" Elenea mengerutkan keningnya.
Galen mengangkat bahunya acuh, sungguh dirinya juga tidak mengerti bagaimana dia mempunyai rasa khawatir yang berlebihan. Lebih-lebih saat dirinya mengingat kejadian malam itu, saat dirinya tidak bisa memastikan dimana rumah gadis manis itu.
"Gak tau, yang pasti hidup lo perlu dikhawatirkan."
"Aneh lo," timpal Elenea.
Bayangan dari ambang pintu kelas itu menampakkan seorang laki-laki dengan kopyah. Dengan cepat para siswa-siswi kelas XI-IPS 3 menata posisinya, menyiapkan beberapa alat tulis hingga di atas meja.
"Gue harap lo gak berfikir aneh tentang kehidupan gue," ucap Elenea sebelum ia benar-benar membalikkan tubuhnya ke depan.
Cowok yang mendengar ucapan itu lantas menaikkan salah satu alisnya, beranjak berdiri, membungkukkan punggungnya hingga mendekatkan mulutnya di samping telinga Elenea.
"Gue harap lo gak keberatan kalau gue ingin mengenal lo lebih dekat lagi. Dan jangan lupa janji lo, untuk jawab pertanyaan gue. H-1 dari sekarang, gue akan menemukan jawaban apakah lo akan jadi pacar gue atau tidak," jelas Galen dengan senyuman yang merekah di wajahnya. Membuat siapapun yang melihatnya itu salting sendiri.
Pandangan Eleana masih lurus ke depan sebelum hembusan nafas yang terasa di tengkuknya itu benar-benar menghilang. Detik selanjutnya ia membalikkan tubuhnya, menatap datar sosok Galen.
"Gue gak mempermasalahkan itu asalkan tidak melampaui batas. Dan untuk jawaban, gue gak ingkar janji."
Percakapan diantaranya harus segera berakhir, seorang lelaki berseragam dinas itu telah berdiri di depan kelas. Mengucapkan salam dan beberapa hal mengenai pentingnya sikap dan attitude. Jelas hal ini tidak terlepas dari perbuatan Daniel beberapa waktu yang lalu.
Semuanya tampak serius mendengarkan penjelasan dari seorang lelaki lulusan Kairo, Mesir. Mata pelajaran Agama Islam telah berlangsung beberapa menit yang lalu. Pembahasan kali ini tentang; Surah Al-Maidah ayat 48.
"Baik, anak-anak tugas pertama untuk kalian adalah menyalin satu ayat itu. Dan juga tulis hukum tajwid yang ada, perlu juga bagi kalian semua menghafalkan bersama artinya. Jika ada yang kesusahan menghafal, bisa bekerjasama dengan temannya yang lain. Bisa dimulai dari sekarang."
Beberapa di antara mereka banyak yang berganti bangku. Menyisakan Elenea yang kini tengah fokus pada hafalannya. Yang terpenting kini menyelesaikan hafalannya, karena poin pertama dan kedua bisa ia cicil nanti. Terlebih sang guru memberikan deadline waktu hingga jadwal pelajaran berikutnya.
Langkah kaki Galen terangkat, menyeret benda keras itu hingga samping Elenea.
"Bisa minta tolong?"
Elenea segera membuka matanya, menatap Galen yang kini tiba-tiba duduk disampingnya.
"Gak bisa hafalin sendiri?"
Galen menggelengkan kepalanya. "Bukan gitu, cuma kesusahan saja. Gue tau lo pasti jago."
"Bukan masalah jago atau tidak, tetapi tentang niat dan usaha. Kalau lo bilang susah darimana lo akan menemukan kata muda?"
Galen terhenyak, dirinya langsung kembali ke posisi duduknya semula. Mengangkat kursi kayu itu dengan cepat, sedetik kemudian dirinya mulai merapalkan ayat Al-Qur'an itu dengan lirih, sambil mejamkan mata untuk menata fokusnya.
Lima menit telah berjalan, dirinya hanya mampu menghafal separuh dari ayat. Galen tak gentar untuk terus berusaha, walaupun kini ia menatap Elenea telah berbalik arah dari meja guru. Tanda bahwa Elenea telah menyelesaikan hafalannya.
Galen semakin tergugah untuk segera menghafal, dirinya tak berhenti sampai jam pelajaran yang menyisakan sepuluh menit itu. Dirinya segera beranjak berdiri kemudian menyetorkan apa yang telah ia hafalkan.
"Lo hebat juga, gak banyak orang yang memiliki semangat kayak lo," timpal Elenea di sela-sela pergantian jam.
"Ya, mungkin itu karena lo juga. Makasih," ucap Galen.
"Gue gak suka sama orang yang terlalu memuji."
"Lo anggap itu pujian?"
Elenea terdiam sejenak, menelan ludahnya kasar. Kata itu amat menyebalkan, mengunci dirinya hingga dirinya tertunduk.
"Jangan diambil hati, gue becanda. Memang itu pujian untuk lo, teman baik."
"Teman baik?" tanya Elenea.
"Ya, bukannya sebelum mengenal lebih dekat harus menjadi teman baik?" Galen mengangkat satu alisnya.
Matanya kini tertuju pada wajah Elenea yang datar, tetapi entah apa yang membuat pipinya itu muncul semburat kemerahan.
"Gue nanti ikut ke May'S Florist boleh? Sekalian lo kita bisa balik bareng."
Elenea langsung mendelik.
"Buat apa?"
Benar seperti dugaan Galen sebelumnya, cewek yang kini sedang menatapnya itu berlagak khawatir. Namun, apa yang kini sedang difikirkannya?
Galen tersenyum lebar, menampakkan lesung pipinya yang kentara di pipi sisi kirinya.
"Tenang aja, gue udah jatuh cinta duluan dengan jasa bucket bunga di May'S Florist itu. Ingat waktu lo ngelike foto unggahan di feed gue?"
Elenea tampak menetralkan wajahnya, mencari sekat untuk berpura-pura tidak tahu.
"Gak usah malu untuk mengakui, lagian gue udah tau kalau lo gak sengaja. Di satu sisi lo karyawan di sana kan? Dan gue kira lo juga adminnya?" tebak Galen.
"Hemmm ...."
"Benar, kan?"
"Iya."
"Jadi nanti gue boleh ikut? Sekalian mau beliin bucket untuk mama."
Elenea tampak berfikir, memperlihatkan kerutan didahinya yang tak kunjung memudar. Memang bukan sesuatu yang mudah baginya menerima tawaran dari seorang cowok. Namun, kini hubungannya dengan Galen sudah berbeda. Ya, walaupun tidak terlalu dekat, komunikasi baik mulai terjalin.
"Boleh, tapi sebaiknya gue naik angkot saja."
"Lo takut motor vespanya mogok lagi? Kapok dorong?" Galen mengangkat salah satu alisnya, mengingat kejadian itu muncul humor dalam benaknya. Apalagi saat terlintas di otaknya wajah kesal Elenea yang telah kusut itu.
Cewek dengan kuncir kuda itu segera menggeleng, menolak semua apa yang diucapkan Galen.
"Gue gak pernah nyesel atas semua yang terjadi. Gue juga gak keberatan dorong motor vespa lo lagi. Asalkan lo mau jadi kuda gue lebih lama lagi," balas Elenea tak mau kalah.
Keduanya menampakkan deretan giginya yang putih itu, Galen dan Elenea tampak serasi jika tertawa lepas seperti ini. Banyak yang heran saat keduanya menjadi akrab apalagi banyak di antaranya yang gagal berkomunikasi dengan Elenea.
Mungkin es kutub akan mencair sebentar lagi.
"Tapi tenang gue bawa motor baru, kok. Tentunya masih kalah dengan vespa gue sih."
Satu senyuman lagi teramat manis tercetak di bibir Elenea. "G-J banget jadi orang."
"Lo juga."
"Oh, ya. Gue kemaren habis ke rumah Daniel."
Seketika raut wajah Elenea berubah menjadi datar. Dirinya tidak lagi tertarik tentang topik pembicaraan Galen kali ini.
"Gue gak peduli."
"Sesakit apa sih, El? Daniel menyakiti lo sampai seperti ini? Separah apa dia memperlakukan lo sampai gak mau denger cerita tentangnya?"
Elenea tetap terdiam tanpa ekspresi. Termenung mendengar apa yang diucapkan Galen.
"Gue merasa kalau dirinya juga sedang tidak baik-baik saja."
"Tau apa lo tentang dia?"
Galen mengangkat bahunya acuh. "Belum sih, tapi gue rasa dia juga hancur banget hidupnya. Kamar yang--"
"Berantakan seperti yang tampak pada dirinya," tebak Elenea.
Lantas Galen menganggukkan kepalanya pelan. "Iya."
Elenea menghembuskan nafasnya panjang, mengusap wajahnya sedikit gusar. Dirinya tidak pernah tau apa yang telah membawanya sampai di sini, di titik dirinya terbawa arus dan harus berhubungan lagi dengan seorang cowok seperti Galen.
"Lebih baik lupakan itu, gue mau kita berteman baik tanpa ada orang ketiga. Gue harap lo gak nyesel memilih gue sebagai teman."
Terlintas dalam benak Galen. Apa maksud dari ini semua? Semuanya tampak abu-abu. Semuanya berjalan begitu cepat, hingga dirinya tak cukup mengerti tentang sebenarnya yang terjadi.
***
To Be Continue
Jangan lupa vote dan comment karena itu sangat membantu
Thanks for Reading
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro