Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

PAST

Kaki jenjang miliknya itu berjalan terburu-buru menuju lantai atas. Entah apa yang sedang terfikirkan di otak seorang Daniel yang kini membuatnya kalang kabut. Galen sungguh merutuki perbuatan yang telah dibuat oleh kakak kelasnya itu. Di sela-sela pergantian langkah, Galen segera mengecek ponselnya yang sama sekali tidak ada notifikasi pesan di sana. Detik selanjutnya ia kembali menaruh benda pipih itu dalam sakunya, menatap lurus ke depan mendapati seorang cowok yang tersender di kasur miliknya, lengkap dengan dua orang bagian samping kanan-kiri.

Sontak Galen langsung masuk ke ruangan yang kini beraroma khas rokok dan minuman alkohol. Entah apa yang telah diperbuat Daniel seharian di dalam kamarnya itu? Galen hanya bisa menggeleng-gelengkan lemas setelah melihat kondisi Daniel yang memprihatinkan.

"Pa, Ma, Galen pulang." Meski dirinya dalam keadaan tergopoh-gopoh, tak lupa baginya untuk tetap mencium punggung tangan milik kedua orang tuanya.

Ya, meskipun hanya sebagai orang tua angkat. Alby dan Zelyn selalu memfasilitasi dirinya bagaikan anak kandung, mulai dari kasih sayang sampai kebutuhan yang kecil sangat di perhatikan. Seperti saat ini, Zelyn langsung merangkul Galen. Entah mengapa saat Daniel yang terkapar lemah, tetapi Galen yang mendapat perhatian lebih.

"Mama gak perlu khawatirin Galen."

"Iya," jawab Zelyn sambil mengelus puncak kepala Galen.

Terkadang perlu bagi Galen untuk sedikit egois dengan keadaan, baginya mengurusi cowok yang kini setengah sadar itu sangatlah tidak penting. Juga hubungannya dengan Daniel sangatlah jauh, hanya sebatas kakak kelas yang tak tahu-menahu asal usulnya. Galen menghela napas panjang, kedua tangannya menepuk-nepuk pipi cowok dengan sekujur tubuh yang penuh cairan alkohol. Lantas dirinya langsung memaksa buka kaos yang terpakai di tubuh Daniel.

"Galen tidak keberatan untuk merawat Daniel sendiri. Papa dan Mama tidak perlu repot-repot untuk membantu Galen," ucapnya dengan usahanya untuk menyadarkan seorang cowok dengan mata yang sedikit terbuka itu.

"Kamu yakin?" tanya Alby dengan menepuk bahu Galen. Berbeda dengan Zelyn yang seolah-olah menolak itu semua, ia ingin menemani anak angkatnya itu sampai Daniel benar-benar tersadar. Namun, rayuan dan bujukan Alby tak perlu di ragukan lagi.

Sepasang suami-istri itu, beranjak berdiri. Berpamitan kepada Galen sebelum keduanya benar-benar menutup akses masuk kamar itu.

Fokus Galen kini menjadi terpecah, setelah melihat layar ponsel Daniel yang tiba-tiba terbuka. Penglihatannya mulai tak menerima wallpaper home screen yang terpasang di sana–seorang cewek berkuncir kuda yang tengah asyik membaca buku, dengan earphone putih yang terpasang di kedua telinganya.

Sangat benar, bahkan sudah pasti jika  foto itu adalah Elenea–pacarnya. Lantas Galen di buat geram, kedua tangannya mulai mengepal. Entah bagaimana suhu tubuhnya naik seketika, panas itu merasuk hingga menembus jantungnya.

"Sabar ... Sabar ...," batin Galen. Tangan kanannya itu mengelus lembut dadanya hingga berulang kali. Meskipun begitu ia harus mengingat jika statusnya dengan Elenea adalah sepasang kekasih. Maka tidak ada yang harus dikhawatirkan lagi.

Detik kemudian Galen segera memapah tubuh yang setara dengannya itu hingga masuk ke dalam kamar mandi. Untuk kedua kalinya ia merawat sosok yang sangat menjengkelkan itu, jika saja waktu itu ia tidak berurusan dengan Daniel maka semua tidak akan rumit seperti ini. Satu cidukan air mengguyur kepala Daniel, cowok yang kini tersandar di tembok berbalut ubin itu segera terlonjak kaget.

Terlihat oleh Galen, Daniel mengerjapkan dua matanya yang kini mulai terbuka. Seketika ingatannya kembali menimbang apa yang dikatakan sang papa di seberang telepon tadi.

Kamu harus pulang. Daniel membutuhkan kamu, dia pulang sempoyongan dengan keadaan mabuk.

Galen lantas mengusap wajahnya gusar. Hingga dia semakin keras dan cepat mengguyur kakak kelasnya itu sampai sang empu terlihat kehabisan nafas.

"Ma-u bu-nuh gu-e, lo?" tanya Daniel tersengal. Tingkat kesadarannya mulai pulih, dirinya mampu melihat Galen yang emosional itu.

"Kalau mau bunuh gak sekalian gue masukin sianida di minuman alkohol, lo. Udah ditolongin masih suudzon. Kalau niat baik gue ilang, beneran mati lo," jawab Galen yang masih mengguyur Daniel sampai cowok yang basah kuyup itu gelapan sendiri.

Lima ciduk air lagi, setelah itu Galen segera beranjak dari ruangan penuh air itu. Satu tangannya menyambar handuk berderet di gantungan, setelah itu bergegas menuju Daniel yang sudah terlihat sadar itu.

"Nih, buruan mandi." Galen melempar handuk itu tepat pada muka Daniel.

"Gak mau sekalian di mandiin?" tanya Daniel yang membuat Galen berdegik ngeri sendiri.

Jika difikir lagi sosok Daniel itu sangat menakutkan, bukan karena badan kekarnya melainkan isi otaknya yang sedikit nyeleweng itu.

"Idihh ... Ogah kali. Mandi aja sendiri, sana. Sama satu lagi, ganti wallpaper di home screen lo."

Namun, seorang yang di beri perintah itu tak mengindahkannya bahkan kini Galen tengah didorong oleh kedua tangan yang masih basah itu. Lantas Galen langsung menyingkirkan tangan itu dengan kasar.

"Seharusnya lo gak perlu khawatir lagi karena Elenea telah memilih lo," jawab Daniel dengan santai.

Satu kalimat itu berhasil mengaduk-aduk otaknya, bagaimana bisa ia meragukan Elenea? Benar kata Daniel, tidak seharusnya ia khawatir, Elenea telah menjadi miliknya.

Langkah kakinya berjalan bertolak belakang dengan kamar mandi. Ia segera membereskan sembarang barang yang menganggu penglihatannya, juga ia harus menyingkirkan botol-botol minuman alkohol yang sudah habis tak tersisa itu. Dengan telaten Galen melakukannya. Sendiri. Hingga sepasang mata menatapnya diam-diam.

"Tidak salah pilih tumpangan gue. Ternyata yang punya rajin begini. Makin betah kayaknya gue, mau nambah sebulan lagi kayaknya Sabi lah." Daniel berdiri di ambang pintu kamar mandi, tangan kanannya itu menggosok-gosok rambut yang masih terlihat basah.

"Enak banget omongan lo. Yang ada lo bakalan lebih banyak nyusahin gue," jawab Galen tak terima.

Tanpa memperdulikan lagi Daniel yang tengah menatapnya, Galen segera menghempaskan tubuhnya di atas kasur king sizenya. Ia merasakan kenyamanan, kenikmatan yang tiada banding apalagi kasur itu terasa sangat empuk. Sorot matanya mulai mengitari seluruh ruangan, terasa sedikit ayem setelah nampak ruangan itu kembali normal seperti semula. Namun, aroma rokok juga alkohol itu masih bisa terasa. Mungkin cowok berkedok preman pasar itu berlebihan menggunakan kamarnya.

Ketenangan itu tentu tak berlangsung lama, tubuh seorang Daniel terhempas kasar tepat di sampingnya. Kini dirinya mendengkus kesal, bagaimana tidak? Cowok itu mendesaknya hingga kini tubuhnya terguling di lantai. Lantas dirinya segera bangkit mendapati seorang Daniel yang mendengkur di atas kasur empuknya itu.

"Dasar anak se--" uara decitan pintu itu mengalihkan atensinya.

Seorang wanita paruh baya mengangkat sebuah nampan yang nampak dua bubur dan dua gelas susu yang berada di atasnya. Tanpa mengurangi rasa sopan, ia mempersilahkan wanita itu memenuhi tugasnya.

Tidak ada aktivitas yang bisa lakukan sekarang selain merilekskan diri. Dengan membawa bubur dan segelas susu dia beranjak menuju balkon. Menikmati suasana sore yang mungkin akan sedikit menenangkan hatinya, sesuap demi sesuap ia menelan bubur itu hingga masuk lewat kerongkongan.

***
Hari telah berlalu begitu cepat. Galen kembali dikejutkan oleh suatu hal, ia tidak menemukan sosok Daniel lagi di kamarnya dan juga barang-barangnya yang malam tadi masih berada di dalam ruangannya. Entah pergi ke mana cowok itu, semua itu hanya menyisakan selembar kertas di atas nakas.

Hai, terimakasih bro atas waktunya
Semoga lo bisa nerima gue lain waktu, pastinya jangan kapok
Next, there will be a surprises

Galen tak habis fikir lagi bagaimana seorang Daniel mampu mengacak-acak otaknya tanpa henti. Namun, kini dadanya terasa sedikit lega setelah mengetahui Daniel pergi dari rumahnya. Setidaknya ia akan bisa tidur tenang dan nyenyak malam ini.

Jam masih menunjukkan pukul enam pagi. Tak tau sejak kapan cowok brandal seperti Daniel itu hengkang dari rumahnya. Namun, setelah ia mengecek ponselnya ada sebuah pesan yang masuk dari Daniel. Satu kalimat yang lagi-lagi membuatnya terkesima–tentang hubungannya Daniel dengan Elenea.

Sejak saat itu Galen mulai overthingking, ia segera mengirimkan pesan untuk Elenea. Memberi kabar bahwa dirinya aka tiba di sekolah dua puluh menit lagi. Kini dirinya segera beranjak menuju kamar mandi.

Tepat dua puluh menit seperti katanya sebelumnya, Galen kini sampai di ruang kelasnya. Menatap sosok pacarnya yang tengah menatapnya, tidak seperti biasanya yang selalu merunduk dengan novel koleksinya. Kini cewek dengan rambut dikepang itu tersenyum ke arahnya.

Tentu itu juga membuat hatinya sedikit tenang juga senang. Dengan segera ia melangkahkan kakinya, menuju bangkunya.

"Hai, apa kabar?" tanya Galen yang menopang dagunya sambil menatap paras cantik milik sang kekasih.

"Baik, juga. Gimana Daniel semalam?" tanya Elenea yang tak tau bagaimana perasaan Galen sekarang.

Daniel? batin Galen. Ia memendam rasa kecewanya itu, seharusnya Elenea lebih dahulu menanyakan dirinya. Namun, kini? Ah, sudahlah tak perlu difikirkan lagi. Kini ia menetralkan wajahnya seperti biasa, melengkungkan kedua sudut bibirnya. Memang jika ia harus berpura-pura baik-baik saja di depan Elenea, ia akan lakukan dengan hati lapang.

"Ya, gitu. Dia benar-benar mengacaukan kamar gue. Dan tiba-tiba dia pergi pagi-pagi buta tadi. Gue juga kurang tau sih tepatnya kapan?"

Elenea terlihat termenung. Hingga sentuhan di pipinya itu terasa sangatlah dingin juga terasa lembut. Galen menatapnya sambil menaikkan salah satu alisnya.

"Ada apa?"

"Kalau lo mau cerita tentang masa lalu lo dengan Daniel gue gak keberatan," lanjut Galen.

Galen benar-benar akan mengikhlaskan bagaimana pun masa lalu Elenea, ia siap mendengarkan apapun cerita dari Elenea.

Tampak Elenea mengusap wajahnya gusar. Sangat kentara jika dirinya sangat syok sekarang.

"Kenapa bicara seperti itu? Memang lo tau dari mana soal itu?"

"Daniel sampai sekarang masih memasang foto kamu sebagai wallpaper di layar home screennya," jawab Galen.

"Cemburu?" Elenea menaikkan salah satu alisnya.

"Ya, tentu. Gue tulus suka sama lo, El. Gue saja gak bisa terima jika ada orang lain suka sama lo, sekalipun lo sudah jadi milik gue."

Satu pemandangan lagi yang belum pernah terlihat dari penglihatan Galen. Ia benar-benar mengetahui Elenea yang kini terang-terangan mengangkat kedua sudut bibirnya dengan sempurna, bahkan semburat merah di area wajahnya itu sangatlah kentara.

Satu tangan Elenea meraih tangan Galen. Sungguh tak bisa dipercaya lagi, ini suatu kemajuan yang tak terduga. Galen hanya memperhatikan, menatap sosok Elenea yang ternyata hanya berpatokan pada alorjinya.

Hampir saja gue seneng, El, batin Galen.

"Lima menit lagi pelajaran akan dimulai," ucap Elenea.

Galen mengangkat salah satu alisnya.

"Lalu?"

"Gue ngaku pernah ada hubungan dengan Daniel. Dan untuk ceritanya gak bisa sekarang."

Bagaikan kabar duka yang mampir di hatinya, sesuai dugaan-dugaan yang sebelumnya. Galen mencoba untuk tenang, sebuah pengakuan dari Elenea cukup membuat dirinya tertampar. Apalagi seseorang yang dulu pernah singgah di hati Elenea kini masih berkeliaran di antaranya juga sosok Daniel masih mengharapkan dan tak berhenti berjuang untuk Elenea.

Namun, setidaknya saat ini Elenea masih mau mengakuinya. Galen berusaha untuk tetap biasa, kini ia akan mencoba memberikan renpons terbaik untuk Elenea.

"Kenapa?"

"Gak cukup diceritakan selama lima menit."

Galen lantas menganggukkan kepalanya.

"Yasudah, nanti di kantin gimana?" usul Galen.

Elenea tampak langsung mengangguk, tanda menyetujui apa yang diucapkan Galen. Sorot matanya itu menangkap jika sang pacar terlihat banyak pikiran, sebagai pasangan yang baik Elenea memberikan senyuman termanisnya yang selama ini ia sembunyikan.

"Gal, kalau gue bilang gue udah cinta sama lo gimana?" ucap Elenea lirih, tetapi bisa terdengar oleh telinga milik Galen.

Sontak mata yang semula satu itu terbelalak, denyut jantungnya juga seolah-olah berdetak dua kali lebih cepat dari biasanya. Ia benar-benar tidak mempercayai akan ini, Elenea mengakui perasaannya? Benarkah?

Satu tepukan mendarat di pipinya. "Gal, sadar. Gue Bimo, kantin yuk!"

Galen segera mengerjap, menepuk-nepuk pipinya sendiri yang terasa sedikit panas itu. "El, lo bicara apa tadi?" tanya Galen cepat. Namun, Elenea menggelengkan kepalanya pelan.

"Gak ada, tadi Bimo nyariin lo. Dan lo nglamun," jawab Elenea seadanya.

Sontak Galen langsung menatap Bimo sinis, ia benar-benar tidak bisa terima akan kehadiran cowok berambut klimis itu. Angannya terhapus sia-sia, dirinya kemudian mendengkus. Meraup wajahnya berkali-kali.

"Lo gak tau mau masuk jam pelajaran pertama? Lo pergi sendiri aja."

"Gue gak sendiri," jawab Bimo. Ia segera menunjuk di ambang pintu.

Yuda, Farah dan ... sosok yang membuat moodnya jelek hari ini. Daniel dengan senyuman smirknya, kini menyambut Galen secara tiba-tiba.

"Daniel? Kenapa harus ada dia?" tanya Galen spontan.

"Ya, kan lo tau siapa kita?" Bimo menaik turunkan alisnya, seolah-olah Galen akan mengerti maksudnya, padahal tidak sama sekali.

"Apa hubungannya?"

Bimo berdecak pelan. "Soal kepengurusan sekolah, lo ingat, kan?"

Galen menganggukkan kepalanya seraya menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.

"Terus?"

Satu toyoran mendarat sempurna di jidat Galen, tentu itu membuat empunya menatap sinis pelaku.

"Apasih lo gak jelas. Kalau mau ke kantin jangan ajak gue. Tujuan gue sekolah, lulus dengan nilai bagus," tegas Galen.

Detik selanjutnya ia menatap Elenea yang sudah menampakkan senyumnya, seolah-olah mengetahui maksud Galen. Ya, memang benar itu adalah kata-kata yang didapatkan dari Elenea waktu dulu.

"El, ikut juga, yuk!" teriak Daniel hingga bagi siapapun itu menatap Elenea dengan raut wajah kaget.

***
To Be Continue

Jangan lupa vote dan comment karena itu sangat membantu

Thanks for Reading

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro