MURID BARU
XI-IPS3, tempat Galen duduk sekarang tepat di belakang cewek yang kemarin berhasil menyita perhatiannya. Galen tidak henti-hentinya memandangi punggung seorang cewek yang duduk tegak di hadapannya.
"Ok, sebelum saya memulai pelajaran kali ini. Saya ingin bertanya sesuatu kepada kalian semua," ucap seorang wanita paruh baya yang tak lain adalah Bu Nani–guru mapel Sejarah.
Sekitar dari tiga puluh siswa itu serentak menjawab dengan antusias pernyataan dari Bu Nani. Bahkan bising di antaranya hampir tidak ada, murid kelas terkenal XI-S3 tentram dan damai. Semua khidmat dalam pelajaran kali ini.
Bukan karena perkara guru killer memang kelas Galen kali ini dipenuhi oleh siswa berprestasi dan unggul otaknya.
"Jelaskan pengertian sejarah dengan bahasa kalian masing-masing. Yang bisa langsung angkat tangan, dan ibu akan memberi poin sebagai tambahan nilai. Anggap ini adalah kuis, siapun boleh menjawab," jelas Bu Nani panjang lebar.
Cowok di pojok kiri depan mengangkat tangannya."Sejarah adalah bagian dari hidup kita yang telah lalu."
"Ya baik, silahkan maju ke depan. Tulis didaftar absen kemudian silahkan kembali lagi ke tempat duduk kalian masing-masing. Dan ini berlaku untuk selanjutnya."
"Sejarah adalah masa yang telah kita lewati."
"Sejarah adalah masa yang tidak pernah bisa diulang."
"Sejarah adalah rentetan masa lalu yang tidak pernah bisa dikembalikan."
Suara itu sahut-sahutan menandakan saking antusiasnya murid yang ada di dalamnya. Hampir dari seluruh siswa itu telah menyampaikan pendapatnya. Namun perhatian kini tertuju pada seorang cewek yang sedang mengangkat tangannya tegak ke atas.
"Iya, El kamu mau menambahkan?" tanya Bu Nani semangat.
Bagaimana tidak? Jawaban dari Elenea yang sedari tadi di tunggu, cewek itu selalu memberikan jawaban yang memuaskan dan juga berbeda dari yang lain.
"Sejarah adalah bayangan hitam yang selalu menghantui saya. Kelam, gelap, suram sampai tidak bisa ditebak."
Galen mendelikkan matanya setelah mendengar ucapan Elenea. Dalam batinnya ia merasakan hal yang sama namun bagaimana ia bisa berkata demikian di depan umum? Berapa besar masalah yang sedang ia hadapi? pikir Galen.
Bu Nani tersenyum getir namun ia tidak mau menanggapi secara serius, maka dari itu mengapa sejarah dikatakan sebagai pengalaman terbaik untuk kita. Bukan merujuk pada kata 'baik' nya namun makna di baliknya. Pengalaman adalah bagian dari pelajaran bagi setiap insan.
"Bagi yang merasa sejarahnya kelam maka percayalah ada cahaya di masa depan kalian."
Elenea kembali menarik atensi seluruh isi kelas, ia mengangkat tangannya kemudian melontarkan pertanyaan yang membuat lidah siapapun pahit.
"Siapa yang akan menjamin itu?"
Entah instruksi darimana, telepati apa yang sedang dilakukan, seluruh murid di kelas memberikan applause untuk Elenea. Memang bukan pertanyaan yang 'wah' namun lima kata yang terlontar dari mulutnya itu sangat menohok.
Wanita paruh baya yang berdiri di depan kelas itu terlihat santai. "Ada yang mau menjawab?"
Lantas cowok dibelakangnya itu mengangkat tangannya.
"Iya, kamu. Gal-en Kal-endra, murid baru?" Bu Nani melihat daftar absen untuk mengeja nama yang asing baginya.
Sorot mata Elenea menelusuri area kelas itu sampai kini ia menemukan sosok pemilik nama Galen itu dibelakangnya. Memangnya sedari tadi Elenea tidak menyadarinya?
Dua pasang mata itu saling bertemu dengan ekspresi datar diwajah keduanya. Namu perlu diketahui bahwa Galen sedang menyembunyikan rasa berdebar di hatinya.
Elenea–pemilik mata indah itu berhasil membuat Galen jatuh hati untuk kedua kalinya. Cewek yang mengalihkan atensinya hanya untuk tertuju padanya, tingkah lakunya yang membuat Galen semakin ingin mengenalnya.
"Lo bisa menjamin itu?"
Galen menggelengkan kepalanya ringan. "Tanyakan pada diri lo sendiri, maka lo akan tau jawabannya."
Applause diberikan Bu Nani untuk Galen. "Terimakasih untuk jawabannya Galen. Semoga bisa membantu Elenea."
Bu Nani kembali fokus pada materi yang akan dijelaskan selanjutnya, wanita menggunakan hijab itu menggambarkan sebuah pohon lalu dituliskan dibawahnya 'Syajarotun' yang artinya pohon dari bahasa Arab.
Kini Elenea masih pada posisinya menatap Galen. Dengan ekspresi datarnya ia menatap Galen lebih dalam lagi sampai pada akhirnya ia memberikan tatapan tajam kepadanya sebagai akhiran.
Waktu berjalan begitu cepat, mata pelajaran kedua telah selesai. Dua menit yang lalu bel istirahat telah berbunyi nyaring.
Siswa-siswi mulai berhamburan keluar kelas, ada yang berjalan ke kiri dan ke kanan dan ada juga yang lurus ke depan entah itu mau ke kantin, ke koperasi atau ke kamar mandi. Yang jelas hanya menyisakan Elenea yang masih betah di posisi duduknya dan Galen yang menantinya.
"Hai, nama gue Galen. Gue harap lo nggak tersinggung sama ucapan gue tadi." Uluran tangan berada tepat dihadapan Elenea itu tidak terbalaskan.
Sang empu hanya melihatnya sekilas kemudian kembali berkutik pada bukunya. Lantas Galen menarik kembali uluran tangannya.
"Lo gak mau ke kantin?"
Cewek di hadapannya itu beranjak berdiri melewati Galen tanpa ba bi bu. Ia berjalan setelah memasang earphone di kedua telinganya dan menjenjeng buku dengan tebal sekitar 20cm. Entah buku apa yang dibaca, namun itu membuat Galen pening melihatnya.
Untuk ukuran buku dengan ketebalan itu jika bukan kutu buku yang baca orang normal pun tak sanggup.
Galen menghembuskan nafasnya gusar sebelum kini membuntuti Elenea dari belakang.
"Hai, anak baru ya? Nama gue Franda."
"Galen kan? Anak dari pak Alby Wijayakusuma?"
"Hai ganteng, boleh kenalan gak?"
Kurang lebih itulah yang terlontar dari kebanyakan siswi yang melihat Galen berjalan ala catwalk model pria, sangat cool dan menawan.
Galen tidak menanggapi itu, ia hanya tersenyum samar untuk menghargai kemudian mempercepat langkahnya untuk menyusul Elenea yang jauh didepannya.
Sampai dimana cowok bernamtage Galen Kalendra itu berhenti di sebuah ruangan yang luas berjejer rak buku didalamnya. Elenea telah memasuki ruangan itu, namun tidak ada niatan Galen untuk mengikutinya hingga ke dalam. Yang ia lakukan sekarang adalah berdiri diambang pintu perpustakaan menanti Elenea keluar.
Dan benar ia tidak perlu menunggu terlalu lama, lima menit kemudian Elenea keluar dengan dua tumpuk buku yang ada ditangannya. Begitukah cara kerja siswi penerima beasiswa?
"Lo ngikutin gue?" bentak Elenea, menatap tajam sosok cowok disampingnya.
"Gue hanya ingin tau rutinitas lo, apakah salah?"
"Salah! Sangat salah, bahkan yang lo lakukan sekarang melanggar privasi seseorang. Paham!!!" Elenea melenggang pergi tanpa berkata lagi. Meninggalkan Galen yang mematung.
Tidak banyak berfikir, jiwanya semakin tergugah untuk menerobos koridor yang panjang menuju kelasnya. Masih melihat jejak Elenea yang berjalan lurus kedepan tanpa menoleh ke kanan dan kiri.
Ini yang menjadi alasan gue suka sama lo. Lo beda dan lo unik, batin Galen. Ia menambah semangatnya untuk melangkah ke depan.
Seperti layaknya kehidupan, halangan akan menghampiri. Galen dihadang oleh sosok cowok urakan yang menyenggolnya waktu lalu.
Daniel Giovanni–cowok dengan seragam awut-awutan itu sedang menatap beringas Galen di hadapannya. Namun berbeda dengan Galen, ia menatap datar dan bahasa tubuhnya yang rileks untuk menghadapi modelan seperti Daniel.
"Jangan ganggu Elenea kalau lo gak mau babak belur!!" Daniel memperingatkan.
"Gue teman sekelasnya, masih tahap pdkt, chill out." Galen tersenyum tipis.
'Buk ... '
Satu pukulan berhasil mendarat di sudut bibir kiri Galen. Satu pukulan yang tidak bisa diartikan lagi, untuk urusan hantam-menghantam tidak perlu diragukan lagi. Daniel lah jagonya, cowok yang terkenal nakal bahkan dijuluki sebagai badboynya SMA Andorra.
"Itu baru permulaan anggap aja sebagai perkenalan kita. Lo tau kan siapa gue? Jadi jangan pernah ganggu Elenea lagi." Daniel pun melenggang pergi setelahnya, meninggalkan Galen yang tersenyum remeh.
"Untung bisa nahan emosi, kalau nggak dia yang sudah babak belur," monolog Galen.
Kemudian dirinya berjalan dengan kedua tangannya dimasukan ke saku celana hingga membuat para siswi berteriak histeris.
"So cool."
"Aaaaa ..., Pemandangan yang gak pernah gue lihat di SMA Andorra."
"Berwibawa bingittszz .... "
***
Nuansa biru itu mengelilingi sejumlah ruangan milik keluarga Alby Wijayakusuma, mulai dari dinding ber- cat biru, gorden, vas bunga, serta aksesoris lainnya yang berwana biru juga.
Galen menginjakkan kaki di teras beralas granit itu selama dua hari berturut-turut, dan kini ia masih tidak mempercayainya. Mengapa Tuhan menitipkan dirinya kepada keluarga baik seperti Alby dan Zelyn.
Tak lupa petuah dari almarhum kakeknya untuk mengucapkan salam ketika diambang pintu masuk.
"Assalamualaikum," ucapnya sembari mendorong pintu.
Disambutnya dengan dua pelayanan yang telah berjejer di kanan dan kiri, yang satu mengambil tas ranselnya dan satunya melepas jas almamater sekolahnya.
Itu membuat Galen semakin sungkan, lantas ia membayar dengan senyuman kepada kedua pelayanannya. Pertama yang perlu dicari adalah sosok ibu pengganti yang tidak pernah ia punya selama ini.
Galen menelusuri beberapa ruangan untuk mencari keberadaan sosok Zelyn.
"Nyonya ada di dapur den, nyonya sudah menunggu den Galen pulang sedari tadi." Kurang lebih itulah yang diucapkan wanita setengah abad yang kini menggunakan celemek berwarna hitam.
Tak lupa untuk berterimakasih kepada Bi Sri, kemudian Galen langsung menuju dapur untuk menemui Zelyn.
"Assalamualaikum, ma." Galen mencium punggung tangan yang halus nan lembut itu.
"Waalaikumsalam, sayang." Entah dari mana datangnya suasana itu, yang jelas kini Zelyn menangis sambil memeluk anak angkatnya itu.
Jantung Galen pun bergetar hebat, tak tau apa yang menghampirinya namun melihat Zelyn menangis ia merasa batinnya ikut teriris. Sosok Galen itu membalas pelukan mamanya, ia mengelus lembut surai milik Zelyn dengan halus hingga kesannya tulus.
"Mama kenapa menangis? Atau mama teringat sesuatu?" tanya Galen hati-hati.
Zelyn mendorong tubuh Galen pelan kemudian membawanya ke suatu ruangan tempat bermain anak dengan nuansa biru didalamnya.
"Ini tempat favorit Alen kecil dulu, dia sangat suka warna biru. Katanya warna biru adalah warna awan, yang selalu menghadirkan kehangatan dan ketenangan. Dia suka menatap awan biru dikala siang."
"Alen?"
"Ya, nama lengkapnya Galen Kalendra. Saya selalu memanggilnya Alen malaikat kecil."
Sontak Galen membelalakkan matanya kaget, ia tidak mengira jika nama yang sekarang ia pakai adalah nama yang berharga bagi mamanya–Zelyn.
"Iya, itu nama yang kamu pakai sekarang. Saya ingin merasakan kehadiran Alen di dalam batinmu sayang." Zelyn menapakkan telapak tangannya tepat di dada Galen.
"Maafkan jika nanti mama menangis terlalu banyak, rasanya Dejavu jika punggung tangan ini kembali dicium oleh seorang anak lagi."
"Hiks ... Hiks .... "
Galen kembali merangkul bahu mamanya, segera ia mengecup pipi kanan milik Zelyn. "Maaf jika kehadiran Galen membuat mama mengingat Alen malaikat kecil lagi."
Zelyn menggelengkan kepalanya kuat seketika ia menggenggam tangan Galen kuat-kuat. "Nggak!! Kamu sekarang sumber kekuatan mama, dan Alen malaikat kecil mama akan selalu dihati."
Galen tersenyum tulus, kemudian ia berusaha mengalihkan pembicaraan ke arah lain. "Ma, kalau Galen ajak Bimo, Yuda dan Farah main kesini boleh? Sejak kejadian malam itu Galen belum menemuinya, takut kalau mereka khawatir. Dan ... "
"Motor Vespa kamu?" tebak Zelyn.
Entah terbesit darimana Zelyn memiliki pemikiran yang sama dengan apa yang sedang difikirkan Galen sekarang, yang pasti Galen akan terus merawat Vespa tua pemberian dari kakeknya.
"Vespanya sekarang ada digudang, kamu gak mau ganti motor baru aja?"
Galen menggeleng kuat. "Vespa itu berharga bagi Galen, itu peninggalan satu-satunya dari kakek."
Zelyn mengangguk paham. "Kamu mau sekalian ziarah ke makam kakek?"
Mata Galen sontak berbinar, belum sempat ia meminta izin kepada Zelyn kini wanita itu telah menawarinya terlebih dahulu. Apakah memang benar ini takdir baik untuk Galen? Lantas apakah kasih sayang Zelyn kepada Galen tulus?
°Bonus Visual Galen dan Elenea°
Galen Kalendra
Elenea Syafira
****
Haiii readers, apa kabar?
Semoga suka ya sama part ini, kalau kalian jadi Elenea gimana sih? Masa iya cowok kayak Galen dianggurin.
Galen termasuk orang beruntung nggak bertemu dengan sosok ibu seperti Zelyn?
Yang pastinya iya dong. Hehehehe
Sebelumnya thank you mau sempetin baca. Jangan lupa untuk vote dan comment karena itu sangat membantu.
To be continue
Thanks for Reading
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro