Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Sambung Cerita

Malam Minggu enaknya ngapain nih?

Galaxians —begitu kami menyebut member Galaxy— malam minggunya pada kencan dong. Ada yang kencan bareng laptop, ada yang kencan sama kipas angin (hayo siapa ini? 🤔🤔), ada yang kencan sama kuis kimia 😱😱. Cuma CEnya yang paling kece nih —please jangan ditimpuk— yang kencan beneran 🤭🤭.

Oleh karena kegabutan tersebut, lagi-lagi kakak cantik kita AnakUmak ngajakin main lagi.

Sambung Cerita dengan tema "Malam Minggu"

Temanya sesuai dengan waktu kita main sambung cerita yang pas banget di malam minggu. Walau memang ceritanya bersambung terus sampai aku nulis saat ini.

Aku makasih banget sama kalian yang sudah ikutan nyumbang paragraf di cerita ini. Dan inilah hasil cerbung kami...

☘️ Malam Minggu ☘️

Aku membisu di sudut ruangan kelas saat hampir semua temanku membahas perihal malam minggu yang hanya terhitung beberapa jam lagi. Berdiam diri tanpa berniat menimbrung dengan mereka yang heboh akan pergi dengan siapa nantinya.

Pikiranku berlarian ke sana ke mari di udara. Bayangan wajah sosok lelaki berkacamata itu kembali datang. Tidak! Ini hanyalah sebuah ilusi. Aku harus kembali ke alam nyataku. Karena aku tahu itu hanya sebuah harapan yang sulit tercapai. Harapan untuk bisa pergi menghabiskan malam minggu bersama. Selayaknya sepasang kekasih. Hanyalah ilusi saja, Veira!

Sebisa mungkin aku enyahkan bayangan wajah lelaki itu. Namun, tetap tak bisa lepas begitu saja. Menghabiskan malam Minggu bersamanya terus berputar. Seolah-olah dia betah berlama-lama terjebak dalam pikiranku. Lalu, samar-sama terdengar seseorang yang menyuarakan namaku. Tapi, aku tetap bergeming.

Mungkin benar kata orang bahwa ketika kita jatuh cinta, lingkungan cenderung menjadi stimulus paling semu dan terabaikan. Buktinya aku lebih menghargai khayalanku. Tetapi itu tidak berlangsung lama, karena telingaku yang berdenging cukup keras sontak membuyarkan lamunanku. 

"Raden! Perlukah kamu berteriak persis di telingaku seperti itu," kataku sedikit kesal.

Aku kira manusia satu ini tidak akan menggangguku hari ini, setidaknya jangan saat aku sibuk dengan pikiran dan khalayanku.  Tetapi bukannya merasa bersalah, dia justru terkekeh.  Ah, menyebalkan sekali.

"Itu karena kamu bengong setiap saat, Veira.  Jadi sekali-kali perlu dikagetkan," katanya.

"Pergi gih kalau cuma gangguin." Aku mengalihkan pandanganku ke luar jendela, kembali larut pada pemikiran dan khayalanku.

Tepukan di bahu menyadarkanku bahwa aku tidak akan bisa menikmati waktu sendiriku dengan berkhayal tentang lelaki berkacamata yang telah mencuri hatiku sepenuhnya. Aku menghela napasku pelan. Menatap tajam siapapun pengganggu itu. Dan lagi-lagi dia.

"Bengong mikirin apa sih, Ra?" Raden sudah duduk di sampingku. Menatapku dengan penuh rasa ingin tahu.

"Kepo!" jawabku ketus. Salahnya sendiri yang mengganggu acara menghayalku. Tapi bukannya pergi Raden malah terus saja usil.

"Galak bener , jangan manyun2 gitulah nanti ku kuncit itu bibir kamu" ujarnya dan mengeluarkan karet penguncir rambut.

"Bodo!"tukasku ketus. Aku menggeser mejaku, lalu berdiri dan berjalan ke luar kelas, meninggalkan Raden yang menatapku dengan wajah bingung.

"Mau ke mana?!" Aku tidak menjawab, terdiam menatap sosok laki-laki yang berdiri beberapa meter di depanku. Posturnya yang tegap, bahunya yang lebar, dan rambut tebalnya yang tertiup angin membuatku terpaku. Sedetik kemudian, ia menoleh ke arahku dan tersenyum padaku!

Tidak salah lagi, dia laki-laki berkacamata yang kutemui kemarin! Lesung pipi di ujung senyumnya itu membuatku semakin yakin.

Pasti dia!

Dia juga pasti mengenaliku!

Aku melambaikan tangan ke arahnya, tetapi sesaat kemudian, seorang gadis cantik berlari menghampirinya. Ia menggenggam tangan gadis itu di depanku, sepenuhnya tidak menyadari keberadaanku.
Hahaha, sial!
Memangnya apa yang kuharapkan dari dia?
Aku bahkan belum mengetahui namanya.
Aku bahkan tak perlu mengetahui namanya untuk menyadari bahwa dia tidak lagi memiliki ruang untukku di hatinya.

"Pfft, bwahahaha." Aduh, mampus.
"Dadah-dadah ke siapa kamu?" Raden yang kini sudah berdiri di belakangku itu memegangi perutnya sambil terus tertawa geli—menertawakanku. Sial. Aku pasti benar-benar tampak bodoh jadinya.

Mendadak hidungku menghangat, membuat kelenjar di dalam sana berair. Bersamaan dengan kelopak mataku yang memanas.

Dadah ke siapa kamu?

Meski aku ingin segera pulang untung menyembunyikan wajah maluku dari Raden sekarang juga, tetapi entah kenapa, ucapan laki-laki menyebalkan itu sukses memberi kesan sendiri dalam batin, membuatku merasa ingin berjengit karena nyeri dalam hati.
Inilah kenapa aku tidak suka pada pemuda itu. Dia usil, kurang kerjaan, tetapi setiap berbicara, entah kenapa ucapannya selalu ngena dalam hatiku.

Seolah-olah, dia bisa memahamiku. Membaca perasaanku. Dan jika sedikit ku perhatikan. Raden ternyata lumayan tampan —tapi masih tetap tampan si laki-laki berkacamata— mungkin jika lebih di teliti lagi Raden itu cenderung terlihat manis, andai sifatnya yang tengil itu lenyap saja barang sejenak.

"Kenapa? Aku tau aku emang ganteng." Raden mengusap rambut dengan gaya sok cool. Aku tercekat, apa Raden bisa baca pikiran?

"Dan paling ganteng di seluruh dunia."
Aku mengembuskan napas lega, memang sudah sifatnya yang over-PD.

"Eh, Ra. Malming nanti jalan yuk?" Malang nian nasibku ini, sudah tak punya gandengan buat malam mingguan, sekali ada yang ngajak, wujudnya seperti Raden.

"Mending kencan sama kasur daripada sama kamu!" Aku pun pergi dengan kesal tanpa mempedulikan celotehan Raden.

Raden tidak serta merta membiarkanku meninggalkannya. Aku masih bisa mendengar derap sepatunya di belakang. Hingga kami berdua berjalan bersisian, Raden masih kekeuh mengajakku malam mingguan.

"Ra, sekali ini aja please, malam mingguan sama aku" ujarnya. Aku tidak lagi menanggapinya. Kubiarkan saja dia mengikutiku sampai kantin.

Dikantin, lagi-lagi aku bertemu laki-laki berkacamata itu. Gadis tadi masih bersamanya. Seketika nafsu makanku hilang, sementara Raden tergelak. Dia menyadari sorot mataku yang menangkap sosok dua makhluk itu.

"Jadi, karena laki-laki itu, kamu enggak mau diajak malam mingguan?" tanya Raden. Aku mendelik malas kearahnya.

"Ra, kalau kamu kayak gini terus, enggak bakal ada cowok yang mau sama kamu, lagi pula, tawaranku cuma berlaku sampai hari ini besok udah enggak lagi"

Aku mendengus sebal. Raden mengatakan itu seolah diriku yang berharap diajak malam mingguan. 

"Sial"

"Ya udah, kalau kamu enggak mau aku balik ke kelas dulu"

"Itu lebih baik" bisikku dalam hati. Sebenarnya kasihan juga dengan anak usil itu. Banyak perempuan lain yang pasti akan menerima ajakannya tersebut. Namun, mengapa ia malah mengajakku? Baru kali ini tingkah Raden di luar kata selain usil dan selalu mengganggu.

Daripada memusingkan Raden yang saat ini mungkin marah karena kutolak ajakannya barusan, rasa panas seolah membakar diriku terutama di bagian organ dalam dada yang selalu berdetak ini.

Di kejauhan tepatnya setelah dua meja dari tempat dudukku saat ini, terlihat lelaki berkacamata itu sedang tertawa bersama Gadis cantik dengan rambut sebahu miliknya. Mereka tengah membicarakan sesuatu dan samar terdengar olehku karena bisingnya penghuni kantin yang padat pada jam istirahat. Tanpa peduli dengan sekitar, tangan mereka saling menggenggam, sampai salah satu anak perempuan yang mungkin teman sang Gadis meledek —melepas kemesraan mereka beberapa menit tadi.

Sedari tadi tanpa sadar aku meremas dan menyobek beberapa helai tisu menjadi potongan tak beraturan yang mengotori alas meja. Jika ada suatu peperangan di antara aku dengan Gadis itu, aku akan mengangkat bendera putih terlebih dahulu bahkan sebelum itu aku memang sudah kalah kan? Gadis cantik berambut sebahu itu sudah jadi miliknya —Lelaki tampan berkacamata dengan lesung pipit yang hanya bersanding denganku dalam daya khayalku semata.

Sambil menahan sesuatu yang mengganjal dalam mataku karena Mitha tiba-tiba menyapa dan duduk di sebelahku. Untuk kali ini aku yang sedang malas untuk menanggapi ucapannya tentang gosip di kelas lebih baik pergi ke salah satu penjual siomay. Lagipula aku juga lapar.

Mitha hendak mencegahku, tetapi aku menolak, "Duluan ya, Mit. Jadi orang ketiga mah butuh asupan extra." Sengaja ku keraskan suaraku bermaksud mencari perhatian —terutama dari sepasang pasangan itu, sang Gadis dan si Lelaki berkacamata. Mataku sempat melirik mereka dan tertangkap oleh tatapan sang Lelaki berkacamata yang memperhatikanku seperti ingin tahu.

Aku segera pergi meninggalkan Mitha menuju kedai penjual siomay sesuai tujuanku tadi. Menahan rasa yang kacau dalam hatiku ditambah rasa lapar yang datang tiba-tiba.

Seharusnya aku tadi juga ke kelas saja daripada harus terbawa perasaan cemburu seperti ini. Seharusnya aku tak larut dalam khayalan dan mengabaikan kenyataan. Seharusnya aku menerima tawaran Raden tadi, seharusnya....
Sudahlah. Penyesalan tinggal penyesalan. Mari menerima nasib bahwa nanti aku akan kembali menghabiskan malam minggu sendiri.

☘️☘️☘️

Terima kasih alvirzhie01 AnakUmak AzizahAzzah11 akuausi Afzalangit anakmut DHoseki Defaira Aayuu98 blueepinkballoon atas sumbangsihnya terhadap cerbung ini.

Ayo yang lain, mari kita main lagi! 😄😄

Salam,
Galaxy 🌟

☘☘☘

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro