Langkah kakiku berbunyi terseret, tak ada bayangan karena aku berjalan dibawah malam.

Kian ragu aku membicarakanmu, mungkin kini kupingmu telah panas akibat ulahku.

Aku selalu tiba-tiba melihat tatap inginmu saat kita beradu.

Aku selalu melihat senyum diammu saat aku berlawak.

Tapi tak ada tafsiran pasti segala laku rahasiamu.

Aku ingin jujur kepadamu, bahkan mungkin terlalu jujur. Sebab aku tahu bahwa kamu tidak bodoh untuk menyadari aku ada.

Ya, aku memang pecandu.

Dan candu yang membuatku tetap hidup adalah nama yang masih melekat pada jasadmu.

Kamu akan bergembira; barangkali 3 atau 6 bulan lagi aku akan mengirim sejuta surat, puisi, dan naskah yang kerap ku simpan dalam seluruh laci yang membuyar kekenyangan.

Kamu akan menyadari, betapa seharusnya bahagia itu mesti ditujukan kedapaku.