Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

/5/

Sore ini, Gina dan Fanya sedang nongkrong di kafe dekat rumah mereka dengan Gina yang membawa laptop dan buku Biologinya. Katanya sih Gina mau belajar, tapi nyatanya gadis itu malah lebih banyak melamunnya. Fanya yang duduk di samping Gina lantas menjentikkan jarinya di depan wajah kakaknya itu.

"Woi, bengong mulu. itu diminum matcha-nya, tar keburu dingin," tegur Fanya.

Gina lantas tersadar dari lamunannya dan langsung menoleh ke arah Fanya. "Eh, iya iya."

Mereka berdua kini sedang duduk di kursi tinggi dengan meja panjang yang menempel langsung dengan jendela, sehingga mereka dapat melihat pemandangan di luar secara jelas. Setelah meneguk minumannya sekali, Gina kembali membuka buku catatan Biologinya.

"Mikirin apa sih lo? Berat banget hidup lo kayaknya," tanya Fanya.

Gina menghela napasnya berat. "Ya gimana gitu, kalo misalnya Ghana udah bosen sama gue dan dia diem-diem tinggalin gue? Atau bisa aja dia udah nemuin yang baru gitu, yang lebih dari gue."

"Ya enggak lah," Fanya memutar kursi beserta tubuhnya ke arah Gina. "Kan kemaren Kak Refo juga udah bilang kalo Kak Ghana nggak masuk sekolah dan dia juga nggak tau kabarnya gimana. Ya berarti dia bukan ngilang dari lo doang, tapi dari semua orang."

"Ya tapi kenapa gitu?" Gina memangku wajahnya dengan tangannya yang ia tumpukan ke atas meja. "Si Refo udah jawab?" tanyanya sambil menoleh ke arah Fanya.

Fanya menggeleng. "Belom."

"Lo lagi deket sama dia, ya?" tanya Gina sambil tersenyum jahil.

Mata Fanya melebar. "Enggak, ya. Sembarangan."

"Masaa? Buktinya cepet banget move on dari si Ghana. Ternyata gara-gara udah ada yang baru, toh," ledek Gina.

"Ya emang lo mau gue lama-lama move on-nya?" balas Fanya. "Lagian juga kan gue nggak ampe kayak lo yang cinta mati sama Kak Ghana."

Gina mendorong bahu Fanya pelan. "Apaan lo. Lebay banget," kekehnya.

"Tapi kok lo bisa terima Kak Ghana? Bukannya setau gue lo sukanya sama Kak Naufal ya?" tanya Fanya penasaran.

Gina terdiam sebentar, lalu menunduk. "Yah ...," Gina tersenyum samar sambil menaikkan kepalanya lagi. "Perasaan seseorang bisa berubah, kan?"

Fanya hanya diam mendengarkan.

"Lagian juga Naufal pasti menganggap gue sebagai sahabat, kan? Well, we are. Jadi untuk apa gue menganggapnya lebih?" lanjut Gina sembari kembali menunduk

Fanya mengembuskan napasnya pelan. "Emang ribet ya hidup lo."

Gina mengangguk. "Ditambah besok gue ulangan Bio dongggg, mana gue nggak bisa afalan gini lagi." Gina meletakkan kedua telapak tangannya pada pipinya, kemudian menoleh lagi ke arah Fanya setelah teringat sesuatu. "Eh ulangan Kimia lo gimana tadi? Bisa?"

Fanya mengangguk setelah menyesap ice lemon tea-nya. "Bisa dong, kan udah diajarin sama Kakak Gina."

Gina terkekeh sambil menggeleng-gelengkan kepalanya, kemudian kembali menghadap ke depan. "Yaudah gue mau belajar lagi dah."

***

"Naufal Naufal Naufallllll!" panggil Gina sambil berlari ke arah Naufal yang sedang dikerumuni oleh teman-temannya. "Stroma itu apa sih? Gue lupa sumpah, padahal pas itu si Ibu pernah kasih tau."

"Nomor 6 ya?" tanya Naufal balik. "Kalo nggak salah gue jawab C."

"C itu yang mana?" tanya Gina lagi.

"Tempat terjadinya reaksi gelap pokoknya," jawab Naufal.

"Ya elah gue jawabnya buat memberi warna pada daun lagi," ujar Gina sambil menyugar rambutnya ke belakang dan menekuk bibirnya ke bawah. "Greget banget salah satu."

Adit yang berdiri di samping Naufal lantas menaikkan satu alisnya dan mendekatkan wajahnya pada Gina. "Salah satu?" ucapnya sambil mengangkat jari telunjuknya. "Gue cuma bisa isi satu, Gin!"

Gina dan Naufal lantas tertawa.

"Lo nggak bisa satu, gue nggak bisa satu pun! Sedih banget gue," ujar Adit penuh drama.

Masih dengan sisa-sisa tawanya, Naufal bertanya pada Gina, "Nanti jadi?"

Gina menghela napasnya berat. "Si Refo nggak mau kasih alamatnya, katanya takut nggak dibolehin Ghana. Katanya sih dia hari ini mau ke rumah Ghana bareng yang lain. Gitu."

Naufal mengangguk-angguk. Diam-diam, ia merasa sedikit lega. "Yaudah ayo ke kantin. Laper kan lo abis ulangan?"

***

Sudah 2 hari Ghana tidak masuk sekolah.

Awalnya Refo tidak begitu mencemaskannya, karena waktu itu Ghana pernah bolos sekolah satu minggu buat main PS dan masuk sekolah lagi karena ujian akhir semester. Ya, waktu itu. Tapi kali ini berbeda. Tidak biasanya Ghana tidak aktif di grup. Biasanya, cowok itu akan nimbrung meskipun hanya mengirimkan ucapan berupa 'wkwkwk' ataupun sekadar mengirim stiker. Namun sekarang, cowok itu menghilang bagaikan ditelan bumi. Refo sudah berusaha menghubungi cowok itu berkali-kali, tapi semua panggilannya itu tidak dijawab. Ia juga sudah mengirim pesan lewat berbagai sosial media, tapi semua pesannya itu dihiraukan. Refo mulai cemas. Ghana adalah teman terdekatnya, tidak peduli orang lain akan bilang apa. Maka hari ini, ia memutuskan untuk pergi ke rumah Ghana bersama dengan Edo setelah pulang sekolah.

"Bentar-bentar. Lo kenapa tiba-tiba jadi perhatian amat dah sama Ghana?" tanya Edo sesudah mereka sampai di depan rumah Ghana dan Refo hendak turun dari motornya.

"Ya sebenernya kalo bukan karena ceweknya Ghana, gue nggak bakal kepikiran buat hubungin dia sih kemaren. Tapi karena tuh cewek—"

"Tunggu. Lo chatting-an sama ceweknya Ghana?" potong Edo.

"Ya bukan sama ceweknya langsung sih, sama adeknya lebih tepatnya."

"Jadi lo chatting-an sama adeknya ceweknya Ghana," ulang Edo, berusaha meyakinkan. "Kok bisa?"

"Ceweknya Ghana itu kakaknya si Fanya," jelas Refo.

"Ceweknya Ghana itu kakaknya si Fanya—HAH? Serius? Fanya yang lagi lo deketin itu kan?" tanya Edo histeris. Cowok itu menatap Refo tidak percaya.

"Berisik lo. Diusir Ghana baru tau rasa. Gece turun. Kelamaan jomblo sih lo, jadi nempelnya sama motor mulu," ledek Refo sembari memarkirkan motornya dan masuk terlebih dahulu ke dalam halaman rumah Ghana yang tidak dipagari itu.

"Eh, serius gue. Lo sama Ghana ntar jadi iparan dong?" tanya Edo yang kini juga sudah turun dari motornya dan mengikuti Refo sampai ke pelataran rumah Ghana.

"Iye-iye, suka-suka lo dah asal diem," ujar Refo sembari mengetuk pintu utama rumah Ghana, kemudian memanggil nama cowok itu dua kali. Satu menit sudah berlalu, namun masih tidak ada jawaban. Refo yang penasaran akhirnya turun ke garasi untuk mengecek kendaraan cowok itu masih ada atau tidak. "Motor sama mobil masih ada tapi kok orangnya nggak ada."

"Woi, Ref," panggil Edo yang sedari tadi masih berdiri di depan pintu utama. Refo menaiki tangga lagi untuk menghampiri Edo. "Pintunya nggak dikunci," ujar Edo sembari mendorong pintu utama yang sudah ia buka tadi.

Refo mengernyitkan dahinya, kemudian masuk ke dalam. Perabotan rumah Ghana masih lengkap, sama seperti terakhir kali ia datang ke sini. Susunannya juga tidak berubah, jadi tidak mungkin cowok itu pindah rumah atau kemalingan. Semua lampu di rumah ini dimatikan, sehingga hanya cahaya matahari yang masuk lewat jendela yang menerangi seisi rumah. Refo dan Edo berjalan pelan-pelan, sampai akhirnya mereka mendengar suara benda jatuh yang amat keras dan langsung berlari menuju ke lantai dua.

Begitu sampai di lantai dua, fokus utama mereka adalah kamar Ghana. Dan dengan secepat kilat, Refo buru-buru membuka pintu kamar cowok itu, dan melihat—

"GHANA!"

***

GHANA KENAPA ITU WOIII?!?!!😭
btw di part ini akhirnya muncul Edo lagi dan dia ngomong lebih banyak dibanding di buku sebelumnya😂 Oke deh jangan lupa vote dan komen yaa biar aku semakin semangat buat nulis part selanjutnya! Thankyouu

Love, lis.

13 Desember 2018

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro