Fuyu no Kisetsu ni - Yukine Version
※※※
Aku menengadah, menatap langit yang berwarna kelabu itu. Salju pertama telah turun yang berarti suhu udara pun semakin turun. Aku mendesah pelan. Seharusnya aku memang membawa sarung tangan tadi.
Dan disinilah aku, bersama dengan Kumi, temanku. Kebetulan arah menuju rumahku---ralat, rumah sepupuku, Iki Hiyori---dengan Kumi itu sama. Kira-kira sudah sebulan, aku numpang tinggal di sana. Mau bagaimana lagi, aku tidak mau ikut dengan orangtuaku yang pergi keluar kota dan mereka juga tidak mau aku tinggal sendiri.
Cring!
Lamunanku berhenti tatkala mendengar suara yang menurutku itu adalah sebuah lonceng. Tunggu, suara itu berasal darimana? Aku menoleh, berusaha untuk mencari sumber suara itu. Namun, Irisku justru berhenti pada seorang pemuda bersurai pirang yang kira-kira seumuran denganku. Ia sedang menengadah ke atas pohon sakura besar yang belum saatnya untuk mekar.
Aku menyenggol pundak Kumi--karna sedari tadi ia memakai headset--sambil menunjuk ke arah pemuda itu. Entah kenapa, aku merasa penasaran dengannya.
"Kum, lihat orang disana tidak?"
Kumi membuka headset-nya lalu melirikku sebentar, kemudian irisnya menatap arah yang kutunjuk. Ia mengernyitkan dahinya lalu melirikku lagi sembari mengerucutkan bibirnya.
"Tidak ada orang, [Name]-chan."
"Eeeh? Jelas-jelas orang itu ada di bawah pohon sakura disana Kumi," Ujarku bersikeras. Memang pemuda itu masih berada disana. Tapi, kenapa Kumi tidak melihat orang itu? Biasanya penglihatannya tajam.
"Aku tidak lihat apa-apa [Name]-chan, atau jangan-jangan ... Kau bisa melihat hantu?!"
Ia langsung berjalan beberapa langkah menjauhiku. Anak ini, aku tau kalau dia sangat takut dengan hal mistik. Tapi sungguh, aku tidak pernah melihat hantu sebelumnya. Aku langsung menjitak kepalanya dan mendengus pelan.
"Hhh, sudahlah. Ayo pulang." Ajakku setengah kesal. Kami berdua pun melanjutkan perjalanan kami menuju rumah. Tanpa menyadari kalau pemuda itu, mendengar percakapan kami.
Yaa, aku tidak tau kalau saat itu adalah awal pertemuan kami.
※※※
Malam ini adalah malam tahun baru, Hiyori-nee pergi bersama teman-temannya. Sedangkan aku, siapa lagi kalau bukan bersama Kumi? Tapi, sejujurnya aku merasa malas dengan acara seperti ini. Menurutku itu menghabiskan tenaga saja.
Tetapi, aku sudah janji pada Kumi untuk datang. Jadi, berakhirlah aku di tempat yang penuh dengan banyak orang ini.
Bruk!
"Ah, gomen ..." Ujarku pelan, tak sengaja menabrak seseorang. Merasa tidak sopan jika tidak menatap orang yang kutabrak, aku pun menatapnya. Irisku membelalak kaget, dia kan ...
"Eeeh?? Kau kan yang kemarin?!"
Dia mengerjapkan matanya lalu menatapku dengan semangat sekaligus dengan tatapan yang bisa dibilang berkaca-kaca, "Kau! Kau benar-benar bisa melihatku!"
Aku mengangkat alisku pelan, menatapnya dengan tatapan bingung, masih berusaha memproses perkataannya.
"Apa maksudmu? Tentu saja, aku bisa melihatmu."
Yah, saat itu aku tidak tau kalau ia adalah Shinki atau yang biasa para dewa sebut dengan Regalia. Dari pertemuan kedua kami, aku berkenalan dengannya. Bertemu dengan Yato---seseorang yang menyebut dirinya dewa walaupun itu memang benar kenyataannya. Di malam itu juga aku baru tau, kalau Hiyori-nee mengenal mereka. Entah memang kebetulan atau memang takdir, aku dapat bertemu dengan Shinki.
Yukine namanya, sebuah shinki milik Yato. Sebuah shinki yang memiliki arti nama "suara salju". Shinki ... atau yang biasa para dewa sebut dengan Regalia, merupakan arwah manusia yang diberi nama dan digunakan dewa untuk berbagai tugas dan tujuan.
Dan semenjak saat itu, aku mulai dekat dengannya ...
※※※
Tak terasa, usia pertemananku dengan Yukine telah melebihi satu bulan. Dan siapa sangka kalau hari ini adalah valentine's day? Well, aku juga tidak punya orang yang kusukai. Jadi, memberikan coklat pertemanan tidak apa-apa kan?
"Yukine-kun." Panggilku yang melihatnya sedang menjaga kedai Koufuku-sama bersama dengan Daikoku, regalia milik Koufuku-sama.
"Ah! [Name], ada apa?"
Ia menunda pekerjaannya lalu berjalan ke arahku dengan semangat. Aku hanya terkekeh pelan lalu berpikir, apa memang dia selalu ceria seperti ini? Yah, walaupun ada kalanya dia menjadi tsundere dan biasanya itu di depan Yato-san.
"Aaah! [Name]-chan! Apa kau datang kesini untuk membawakanku cemilan~?" Sahut Yato, berjalan pelan ke arahku dan merentangkan tangannya yang terlihat seperti ingin memelukku. Yukine mendelik ke arah tuannya.
"Ck, Yato! Jangan memeluk orang sembarangan!" Protesnya lalu mulai menjauhkan Yato dariku. Sekali lagi aku hanya bisa tertawa pelan.
"Ah iya, [Name]. Apa kau perlu sesuatu?"
"Sou sou, apa kau punya masalah? Delivery God siap membantu apapun masalahmu!"
Aku hanya mengulum senyum, bagaimana caranya aku memberikan coklat buatanku? Yah, aku membuat coklat untuk semuanya sih. Tapi, entah kenapa aku merasa ada yang aneh ketika ingin memberikan coklat pada Yukine. "Uhm, hari ini adalah hari Valentine ingat?"
"Uhm? Valentine? Apa itu?" Tanya Yukine dengan polos.
Aku sweatdrop. Memang ketika menjadi regalia ingatanmu tentang dunia akan menghilang tak terkecuali tentang Valentine. Yukine punya banyak hal yang belum dan ingin ia lakukan yah.
"Yukine, valentine itu adalah hari kasih sayang. Hari dimana kau memberikan coklat bagi orang yang kau sayangi, pacarkah, temankah, keluargakah, gurukah, atau ...," Yato menggantungkan ucapannya sambil menyeringai jahil lalu melirik ke arahku, membuatku menegak ludah karna gugup.
"Orang yang disukai~ kan [Name]-chan?" Sambungnya masih dengan seringaian yang menyebalkan itu.
"Kenapa tanya aku sih Yato-san?"
"Haha, karna---"
"Yato! Tidak usah mengganggu [Name]-chan!" Tegur Hiyori yang sedari tadi diam memperhatikan, mulai membuka mulutnya karna merasa terganggu. Sekali lagi, aku hanya bisa tersenyum. Dan pada akhirnya ...
Aku tidak jadi memberikan coklat ini pada mereka semua dan hanya menyimpannya di saku tasku.
※※※
30 menit berlalu semenjak bel pulang berbunyi, aku menghela nafas. Memikirkan persoalan minggu lalu, dimana aku tidak bisa memberikan coklat pada mereka terutama Yukine. Tunggu, kenapa aku jadi kepikiran soal Yukine?
Aku menggelengkan kepalaku, berusaha untuk mengenyahkan pikiran-pikiran yang aneh ini.
"Hei,"
Terdengar suara gadis, dan pastinya ini bukan suara Kumi---karna ia sudah duluan pergi ke ruang klub. Aku menoleh dan mendapati seorang gadis berambut hitam pendek dan memakai yukata sambil mengulum senyum manis, yang entah kenapa menurutku agak menyeramkan. Dia keliatannya bukan Ayakashi. Jadi ...
"Uhm, apa kau shinki sama seperti Yukine-kun juga?"
Masih tersenyum, ia mendekatkan wajahnya pada wajahku yang membuatku menahan nafas. Apa-apaan gadis ini?
"Jangan sok ramah denganku. Aku hanya ingin memberitahu kalau ...," Ia menggantungkan kalimatnya lalu,
"Kau sebaiknya berhati-hati karna papa sudah menargetkanmu."
Bersamaan dengan kalimat itu, ia menghilang. Aku mengerjapkan mataku, masih memproses apa yang dikatakannya. Papa? Target? Aku salah apa hingga papanya menargetkanku? Aku bahkan tidak kenal Shinki itu siapa. Tapi, walaupun begitu, apa yang dia katakan benar karna ...
Hampir setahun, aku terperangkap dalam keputusasaan dan puncaknya hampir berubah menjadi ayakashi karna ulah ayah Yato.
※※※
"Yato! Bagaimana ini?! Kalau dibiarkan terus [Name] bisa berubah sepenuhnya jadi ayakashi!" Teriak Yukine panik. Aku mendengar suara mereka, suara yang menenangkan. Namun entah kenapa, aku lebih suka dengan suara dari anak berambut pirang itu. Baunya juga lebih menenangkan.
"Ck! Dia menggigit." Keluh Yato ketika melihat Yukine yang hampir saja terkena gigitanku.
"[Name]! Sadarlah! Ini aku! Yukine!"
Masih dalam bentuk Shinki, Yukine berteriak. Berusaha untuk menyelamatkanku. Tapi, bukannya malah tenang, aku justru tetap menyerang mereka. Berusaha untuk mencakar dan memeluk sosok yang menenangkan itu.
Sebuah ayakashi membisikkan sesuatu di dekat Yato, "Hanya ada dua cara untuk menyelamatkan anak itu, memutuskan hubungan dengannya atau membunuh--"
"APANYA YANG MENYELAMATKAN?!" Teriak Yato lalu menebas ayakashi itu.
"Yato ..."
"Ada apa Yukine?" Tanya Yato masih waspada kalau saja aku melancarkan serangan lagi. Yukine terlihat menahan air matanya.
"Kalau saja, aku memutuskan hubunganku dengan [Name] apa dia bisa selamat?"
"Dia bisa selamat, tapi Yukine. Aku tidak mau kau melakukannya."
Yukine menunduk, irisnya menggelap. Air matanya masih saja menumpuk hingga ia tak mampu menahannya lagi. "Kalau ... Kalau [Name] bisa selamat, maka aku akan memutuskan hubunganku dengannya."
Aku tidak terlalu mengerti dengan apa yang mereka bicarakan saat itu. Setelah perdebatan yang lama, Yato dengan berat hati untuk memutuskan hubungan kami.
Yah, semua hubungan, kenangan, serta perasaanku dengan mereka. Khususnya Yukine.
※※※
Aku menengadah, menatap langit yang kelabu itu. Tak terasa musim dingin telah tiba lagi. Entah apa yang terjadi sebelumnya, aku tidak mengingatnya. Dan disinilah aku, sedang pulang bersama Kumi.
"[Name]-chan! Coba lihat, Salju pertama telah turun lagi! Huwaa ini kedua kalinya kau melihat salju ini disinikan?" Ujarnya semangat, sedangkan aku hanya meresponnya dengan gumaman dan senyum tipis.
Cring!
Aku menoleh. Hm?
Apa ... aku baru saja mendengar suara lonceng?
※E N D※
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro