The Eyes
Siang hari di sebuah taman yang indah dan damai penuh dengan canda tawa, obrolan hangat, dan kicauan burung yang sangat merdu. Namun tidak semua orang di sana membawa kedamaian, contohnya seorang pemuda yang berjalan dengan penuh emosi.
"Siiiiiaaaaaal," ucap pemuda itu yang berjalan dengan membawa kanvas yang tertutup kain, "Botak bodooooh," teriaknya yang serontak menarik perhatian semua orang yang ada di taman itu.
Dia bahkan tidak mempedulikan orang yang memperhatikannya, dia tetap berjalan dengan raut wajah yang tidak enak untuk dipandang.
"Hey kau, apa yang kau lihat," ucapnya dengan menunjuk seorang pemuda yang duduk di bangku taman, "Kau kira aku tontonan," teriaknya sambil berjalan menghampiri pemuda itu. Pemuda itu hanya terdiam dengan ekpresi takut dan gemetaran.
Pemuda yang emosi itu menghentikan langkahnya setelah mendengar suara perempuan yang memanggil namanya, "Gawat," ucapnya dengan pelan, "Kita pulang yaa," ucap perempuan yang tadi memanggil namanya sembari merangkul pemuda yang emosi itu, "Maaf atas gangguannya," sambungnya yang memohon maaf kepada semua orang yang ada di taman.
Mereka berjalan dengan pelan menjauh dari taman dengan posisi sang wanita yang masih merangkul pemuda itu.
Pemuda yang bernama Risky dan sering dipanggil Iky. Memang memiliki sifat yang sedikit emosian dan cenderung suka marah marah sendiri saat sedang ada masalah.
Dan saat dia marah marah selalu ada Yuki yang nenanganin dia dan bisa ngadepin sifat emosiannya. Yuki adalah sahabatnya dari kecil, mereka selalu bersama bahkan sampai sekarang.
Ini adalah kisah Iky yang mengejar mimpinya menjadi seorang seniman, lebih tepat pelukis yang diakui dunia. Namun tidak mudah menggapai mimpinya, karena banyak rintangan yang akan dia alami.
"Mandi sana," ucap Yuki sambil melempar handuk kepada Iky.
"Iyaa bawel," saut Iky yang berjalan sambil melepas bajunya, "Aku mau makan nasi goreng," sambungnya yang kemudian memasuki kamar mandi.
Mereka tinggal bersama disebuah apartment sederhana dan cukup luas untuk mereka tinggali bersama. Apartmen yang memiliki 4 ruangan.
Kamar yang hanya ada satu karena memang mereka tidur berdua disatu ranjang, dengan beberapa lukisan yang terpajang di dinding kamar.
Kamar mandi yang cukup luas dan wangi, dengan wallpaper dinding bergambar bambu dan 2 anak panda yang imut.
Dapur yang memiliki dekorasi sederhana dengan meja makan terbuat dari kayu jati yang dicat warna coklat tentu rak piringpun begitu, dan lantai dengan keramik 3D yang bergambar rerumputan dan batuan kecil.
Ruang tengah yang cukup berantakan mungkin, karena banyak kuas dan cat yang tergeletak di lantai dan meja. begitupun dengan dinding dan sudut ruangan yang diisi dengan kanvas kosong dan kanvas yang berisi lukisan buatan Iky.
"Kenapa dia selalu seperti ini," ucap Yuki yang memperhatikan ruang tengah.
"Aku sudah mandi, mana nasi gorengnya," ucap Iky yang berjalan dengan menggunakan celana boxer.
"Ngga akan ada nasi goreng jika ruang tengah belum bersih," saut Yuki yang berada di dapur.
Seketika ucapan Yuki menghentikan langkah Iky dan membuat Iky melihat setiap sisi dan juga sudut ruang tamu, "Perbuatan siapa ini," ucapnya sambil menggaruk kepalanya.
Tuk ... "Aduuuuh. Sakit tau," ucap Iky sambil mengelus kepalanya yang diketok dengan centong oleh Yuki, "Mau aku buat amesia beneran," saut Yuki dengan wajah marah dan alis yang tajam kebawah seperti genteng rumah, "Maaf maaf," ucap Iky yang kemudian mulai membersihkan kekacauan yang dia buat.
Iky mulai membersihkan setiap peralatan melukisnya dan Yuki mulai memasak apa yang diinginkan Iky. Yuki memang sedikit kasar kepada Iky atau mungkin bisa dibilang kasar bangat. Tapi itu semua karena Yuki peduli dengan Iky, sebenarnya Yuki sangat sayang dan berusaha untuk menjaga Iky.
Karena Yuki tau apa saja yang sudah dialami Iky. Sedih dan senangnya Iky sudah jadi bagian dari hidup Yuki, karena memang mereka selalu bersama dan Yuki yang selalu ada untuk Iky dalam keadaan apapun.
"Aku sudah membersihkan semuanya," ucap Iky sambil berjalan menuju dapur.
"Yaudah duduk situ. Sebentar lagi aku selesai masak," ucap Yuki yang masih mengaduk aduk nasi goreng yang ia masak.
"Masak nasi goreng aja lama bangat," ucap Iky sambil memutar mutar sendok diatas meja makan.
"Bawel yaa kamu," kata Yuki yang kemudian mematikan kompor, "Ambil piring itu," sambungnya sambil menunjuk piring yang ada diatas meja makan.
"Asiiiiik. Udah selesai," ucap Iky sambil memberikan piring kepada Yuki, "Aku makan yaa," sambungnya yang kemudian duduk dan mulai menyantap nasi goreng buatan Yuki.
Waktu mereka habiskan bersama dengan bercanda di dapur dan setelah makan, mereka bermain monopoli dan menonton TV bersama. Bulanpun mulai menunjukan dirinya, menggantikan posisi matahari.
Seperti biasa Iky selalu menceritakan dongeng untuk Yuki, "Hari ini cerita bajak laut yaa," ucap Iky yang berdiri didepan rak buku dan mengambil buku cerita bajak laut.
"Ayoo cepat," ucap Yuki yang sudah berbaring di kasur, "Iyaa bawel," saut Iky sambil berjalan dan ikut berbaring di kasur.
Seperti biasa mereka selalu tidur bersama, dan Iky selalu menceritakan sebuah dongeng sampai Yuki tertidur pulas dipelukannya. Walau memiliki sifat tegas, tapi terkadang Yuki juga ingin dimanja layaknya gadis pada umumnya.
Iky sudah memasuki dunia seni Lukis sejak 2 tahun lalu. Namun tidak ada satupun lukisan yang diakui oleh kritikus ataupun para juri di sebuah event.
Itulah yang membuat Iky hampir putus asa, namun disaat seperti itu selalu ada Yuki yang mensupport dan mendukung Iky.
"Hey bangun," ucap Yuki sambil menarik kaki Iky.
DUAK ..., "jangan mengganggu," ucap Iky yang masih merem setelah menendang Yuki.
"Okeh," ucap Iky sambil berdiri.
DAK ... DUK ... DAK ... DUK
"Mau nyarap apa," tanya Yuki yang sedang menyiapkan piring di meja makan.
Iky hanya menunjuk foto bubur yang ada di buku resep makanan, dan duduk anteng dengan wajah bonyok setelah dihajar Yuki, "Oh bubur," ucap Yuki setelah melihat foto yang ditunjuk Iky. Dan Iky hanya mengangguk.
Setelah mereka sarapan bersama. Iky mulai melanjutkan lukisannya, untuk dibawa ke event bulan ini. Seperti biasa Yuki selalu berada disamping Iky saat sedang melukis.
"Yuki tolong ambilkan Cat Akrilik yang warna merah," ucap Iky sambil melukis.
"Nih tuan," ucap Yuki dengan keras sambil memberi cat yang dia ambil.
Sontak suara Yuki membuat Iky kaget dan terdiam sejenak, "Ini Cat Air cantik," ucap Iky setelah menerima cat yang diambil Yuki.
"Yaa aku mana tau lagian bungkusannya sama," ucap Yuki sembari mempalingkan wajahnya ke kanan.
"Udah bertahun tahun masih aja salah," ucap Iky yang mencari Cat, "Tuh yang itu tuh," sambungnya sambil menunjuk Cat Akrilik warna merah.
Selesai melukis Iky berangkat menuju lokasi dimana event itu diadakan, "Hati hati, semangat dan semoga sukses," ucap Yuki sembari melambaikan tangan dan berdiri di depan pintu. Dan Iky hanya melambaikan tangan sambil berjalan.
"Bissmillah. Semoga kali ini mereka ngga buta," ucap Iky yang berdiri diantara peserta lain.
"Baiklah saya akan memberikan hasil penilaian dari para juri. Dan pemilik nilai terbanyak adalah, peserta dengan nomer 14," Iky terkejut dengan hasil penilaiannya, "Appaan ini. Lukisan seperti itu yang menjadi juaranya," ucap Iky dengan pelan dan ekspresi wajah terkejut.
Setelah acara selesai Iky tidak pergi dari lokasi, dia menunggu salah satu juri untuk menanyakan maksud dari penilaiannya, "Apa anda benar seorang juri," ucap Iky yang menghentikan langkah seorang juri, "Maksud anda," jawab juri tersebut, "Apa yang anda lihat dari lukisan dia," ucap Iky sambil menunjuk juara satu, "Aku melihat Mahakarya," ucap sang juri dengan membentakan tangannya.
Iky hanya terdiam sejenak sampai akhirnya dia mengepal tangannya dan menarik Kera baju sang juri, "Kau tidak pantas menjadi juri," ucapnya dengan nada keras, "Setidaknya dia bisa memberikanku keuntungan," ucap sang juri yang langsung membuat Iky terdiam.
Seperti itulah dunia seni jaman sekarang. Banyak juri hanya memihak pada anak penjabat dan anak dari seniman terkenal. Mereka hanya menilai pembuat seninya bukan apa yang dibuatnya. Itulah kenapa Iky sempat putus asa dan ingin berhenti dari dunia yang konyol itu.
"Aku turut berduka cita dengan dunia seni," ucap Iky yang tiduran di taman dan memandang langit, "Mereka bisa melihat namun mereka buta," sambungnya sembari memejamkan matanya.
Cukup lama Iky berpaling sampai rintikan hujan membuka matanya, "Waktunya pulang," ucapnya sembari berdiri dan berjalan perlahan. Iky berjalan pelan dibawah rintikan hujan, dia hanya menundukan kepala dan terus berjalan sampai rumah, "Bagai-," Yuki langsung menghentikan ucapannya setelah melihat kondisi Iky.
Yuki sudah tau apa hasilnya hanya dengan melihat kondisi Iky. Yuki langsung menuju dapur untuk membuat susu hangat, "Sini, aku sudah buatkan kau susu hangat," ucap Yuki memanggil Iky yang baru selesai mandi.
Ini bukan yang pertama atau kedua kalinya Iky mengalamin hal ini. Nyatanya sudah yang kesekian kalinya lukisan Iky tidak dianggap atau bahkan hanya dipandang sampah oleh mereka.
Iky hanya duduk diam sambil memegang gelas yang berisi susu hangat buatan Yuki, "Jika ingin menangis, maka menangislah aku akan menjadi tisumu," ucap Yuki sambil memeluk Iky dari belakang. Seketika Iky langsung menangis dengan sedihnya.
Lima hari berlalu dan Iky tidak sedikitpun menyentuh kuasnya. Dia hanya berdiam diri memandang langit setiap harinya, "Iky waktunya makan," ucap Yuki yang berada di dapur. Iky hanya berjalan tanpa mengatakan apapun.
"Hey hey ayoolah sentuh aku kawan," ucap Yuki yang menggoda Iky dengan memoles moles pipi Iky dengan kuas, "Ayolah kawan sudah lama kau tidak membasahi aku dengan cat," sambungnya yang terus memoles pipi Iky.
"Diaaaaaaam," gentak Iky kepada Yuki, "Jangan menggangguku. NGERTI," sambungnya dengan berteriak.
Seketika teriakan Iky membuat Yuki terdiam dan menjatuhkan kuasnya, "maaf," ucap Yuki sambil menundukan kepalanya dan pergi meninggalkan Iky.
Dua hari setelah hari dimana Iky membentak Yuki. Tak sedikitpun mereka saling bicara lagi, Yuki hanya memasak makanan dan meninggalkannya di meja makan.
"Sudah waktunya," ucap Iky yang membawa semua lukisannya. Ia pergi menuju alun alun kota dan menyusun setiap lukisannya dengan rapih dan menaruh harga disetiap lukisannya.
Banyak orang yang memperhatikan lukisan milik Iky namun tidak satupun yang tertarik pada lukisan Iky, "Mereka semua buta," ucap Iky dengan pelan sambil menundukan kepalanya. Ia hanya duduk di bangku kecil dan selalu menundukan kepalanya.
"Harga ini ngga sesuai dengan hasil senimu," ucap seorang pria yang berdiri memandangi setiap lukisan Iky, "Maksudmu harga ini terlalu mahal untuk sampah yang aku miliki," ucap Iky yang masih menundukan kepalanya.
Pria itu terus berdiri memandangi dan menyentuh setiap lukisan Iky, "Bagaimana bisa ini disebut sampah, semua emosi ada di dalam lukisan ini. Lukisan ini hidup, aku bisa merasakannya," ucap pria itu yang membuat Iky langsung menaikan kepalanya dan melihat pria itu, "Kau," ucap singkat Iky dan langsung berdiri tegak, "Firmansyah," sambung Iky sembari lompat kegirangan.
Firmansyah adalah seniman idola Iky, dia adalah pelukis terkenal dan diakuin dunia. Bahkan dia sudah mempunyai sekolah seni dan museumnya sendiri.
"Sayang sekali bakat seperti ini jika dianggap sampah," ucap Firmansyah dengan senyum lebarnya, "Bagaimana jika lukisan ini aku bawa dan aku pamerkan di museum milikku," sambungnya sambil mengulurkan tangannya untuk berjabat tangan dengan Iky.
Iky langsung menjabat tangan Firmansyah dan memeluknya. Terlihat dari senyum Iky yang kembali kalau dia sudah tidak depresi lagi.
"Yuki dimana kamu. Yuki," teriak Iky yang memanggil Yuki sambil mencari disetiap ruangan apartment, "Kemana dia," ucap Iky dengan pelan sambil menggaruk kepalanya.
"Iky," ucap Yuki yang berdiri dibelakang Iky, "Yukiiiiiiiiiiiii," teriak Iky sambil memeluk Yuki sembari berputar putar, "Aku berhasiiiiiiiiil," ucapnya dengan senyum dan menggenggam tangan Yuki.
Beberapa hari berlalu setelah pameran pertama Iky di museum milik idolanya, dan kini banyak yang mulai memandang dan mengenal Iky sebagai seniman terkenal.
Hari ini adalah Jumpa Pers pertama yang dilakukan Iky setelah namanya mendunia, "selamat siang. Sebelumnya terima kasih untuk kalian yang hadir hari ini, terutama untuk sponsor yang sudah mendukung Jumpa Pers ini dan untuk tuan Firmansyah, terima kasih. Berkat anda sekarang dunia mengenal saya dan lukisan saya. Awalnya saya hanya manusia biasa yang dianggap tidak berguna oleh mereka dan lukisanku dianggap sampah oleh mereka. Aku tidak akan mengatakan siapa tapi mungkin mereka akan sadar diri. Untuk kalian yang pernah menendang saya, terima kasih. Berkat kalian saya berada disini," ucap Iky seraya membuka acara tersebut.
"Tuan Iky apakah ada orang lain yang selalu mendukung anda," ucap salah satu reporter yang bertanya.
"Ada. Dia wanita hebat, dia adalah sahabat terbaik saya. Tanpa dia saya tidak akan berkarya, tanpa dia saya tidak akan bertahan di dunia seni yang kejam. Dia yang selalu ada untuk saya. Dia yang terbaik," ucap Iky yang menjawab pertanyaan tersebut. Satu persatu pertanyaan diterima Iky dan di jawabnya dengan senyum penuh semangat.
Perjuangan Iky untuk menggapai cita cita tidaklah sia-sia. Banyaknya rintangan dan cobaan tidak menghianati hasil yang dia inginkan.
Seperti pepatah mengatakan
"USAHA TIDAK AKAN MENGHIANATI HASIL"
Terima kasih
****
Tamat
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro