Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

BAB 3 : Upacara Penyambutan

Rick memacu motor Yamaha R25 nya memasuki gerbang sekolah. Suara deru motornya terdengar nyaring di sekolah yang masih sepi itu. Setelah memarkir motornya, ia bergegas menuju atap gedung utama sekolah yang berbentuk U itu, satu lantai di atas kelasnya. Ketika sampai di sana, ia melihat Ivandito, Bryan, dan Justin.

Ivandito membuang rokok yang sedetik tadi ia hisap ke bawah kemudian menginjaknya, "Hei Bro, ternyata kamu datang juga, ya. Berarti aku anggap kamu setuju bergabung dengan kita," kata Ivandito, cowok berambut jabrik itu.

Bryan bertepuk tangan sarkastis, "Wah, wah. Anak baru ternyata berubah pikiran, ya. Kukira melihat sikapmu kemarin, kau tak akan datang," kata Bryan.

"Ternyata kau tertarik juga bergabung dengan SSDC," ujar Justin.

"Aku tak ingin basa-basi, kenapa kalian harus membuatku datang ke sini?" tanya Rick.

Ivandito tertawa, ia mendekati Rick dan menepuk pundaknya. "Kami anggota SSDC menyebutnya," Ivandito sengaja diam untuk memperlihatkan ekspresi berpikir hiperbolis, "upacara penyambutan."

Rick tersenyum sinis, ia memandang Ivandito dengan tatapan tajam, "Sambutan? Jadi, kalian ingin menjadikanku sasaran empuk untuk melakukan hal yang bersifat senioritas di sini?"

Ivandito, Justin, dan Bryan tertawa terbahak-bahak mendengar pertanyaan Rick. "Sudah kuduga, Van. Selera humornya rendah sekali," kata Bryan. Rick memandang mereka dengan tatapan bertanya-tanya.

"Sudahlah, Rick. Sebentar lagi, kita akan bersenang-senang. Lebih baik kita bergerak cepat karena waktu kita nggak banyak," ujar Ivandito sambil tersenyum miring, ia mengangkat sebuah buku tulis di tangannya.

***

Jam tujuh tepat. Bel masuk berbunyi, siswa-siswi yang berada di lorong bergegas memasuki kelas masing-masing.

Begitu masuk ke kelas, May melihat bangku Rick yang masih kosong, "Eh, Riss. Rick kayaknya belum datang, deh." May berbisik kepada Rissa sesaat setelah duduk di bangkunya. Rissa menoleh ke arah bangku Rick.

"Iya juga, ya. Daritadi kita ngobrol di lorong juga nggak kelihatan dia masuk kelas. Mungkin telat," jawab Rissa.

May nampak kecewa, "Mungkin juga dia nggak masuk. Nggak bakal ada cowok ganteng, deh hari ini. Padahal kemarin udah dibela-belain nyalon berjam-jam."

"Duh, May. Jangan mulai lagi, deh. Cowok terus yang diomongin."

"Riss. Prestasi itu penting, tapi kita juga harus cari hiburan, dong. Masa SMA itu nggak bisa diulang lagi. Kalau nanti kita udah lulus, kita pasti rindu momen-momen kayak gini. Apalagi momen ngejar cowok."

"Kalaupun nanti kuliah, bakal ada banyak stok cowok ganteng juga kali, May. Ngejar cowok nggak cuma di SMA."

"Tapi suasananya nggak bakal seseru di SMA. Yakin deh, nanti kalau kita kuliah, waktu buat cuci mata bakalan berkurang atau malah hilang. Kuliah di dunia nyata nggak seindah kuliah di dunia sinetron. Waktu tidur kita juga bakal berkurang karena harus ngerjain tugas yang seabrek."

"Iya deh iya." Rissa hanya bisa geleng-geleng kepala melihat tingkah sahabatnya yang satu ini. Tiba-tiba, Karis dari bangku belakang menepuk punggung May. "Kayaknya cowok incaranmu nggak masuk deh, May."

"Plis deh, Karis. Daritadi aku sama Rissa juga udah ngomongin."

"Eh, udah tau toh?"

"Nggak usah kamu kasih tahu juga radar antena May lebih peka kalau menyangkut cowok cakep," ujar Veve. Rissa dan Karis tertawa, May hanya bisa manyun. Belum sempat May membela diri, obrolan mereka harus berhenti ketika seorang guru wanita masuk tanda pelajaran jam pertama dimulai. Kelas XII-4 mengikuti pelajaran dengan baik sampai bel istirahat pertama berbunyi.

"Laper banget, kalian mau beli apa? Biar aku yang pesan," ujar Veve ketika ia dan sahabat-sahabatnya sudah duduk di kantin.

"Aku baksonya Bu Lastri aja, deh. Nitip ya, Ve," ujar May kepada Veve.

"Aku burger ibumu aja, deh, Ve," kata Rissa.

"Wah, sip deh. Nanti aku bilang ibuku buat nambahin ekstra sayur dan mayo kesukaanmu," ucap Veve.

May celingukan, "Karis kemana?" tanyanya.

"Kalau dia jangan ditanya, May, udah nyantol di kedai soto, tuh. Kalau gitu, aku pesenin dulu, ya," Veve segera berlalu. Sambil menunggu pesanan datang, May dan Rissa sibuk dengan ponsel masing-masing. Namun, tak lama kemudian, perhatian mereka teralihkan begitu melihat beberapa siswa-siswi di kantin gaduh dan berlarian keluar.

"Ada apaan sih, Riss?" tanya May.

"Aku juga nggak tahu." Rissa menggelengkan kepalanya.

May berdiri dan menghadang salah seorang siswa yang akan melewatinya. "Heh, ada apaan sih?"

"Ada pesawat di halaman utama," jawab siswa itu sambil berlalu.

May dan Rissa saling berpandangan. "Pesawat? Pesawat apaan, sih? Daritadi juga nggak ada suara pesawat. Lagipula, emang halaman sekolah kita muat buat parkir pesawat?" tanya May.

Rissa tekikik mendengar perkataan May. "Nggak mungkin lah, May. Kayaknya emang ada sesuatu di halaman utama deh. Coba kesana aja, yuk."

Ketika sampai di halaman utama, May dan Rissa akhirnya tahu apa yang menjadi sumber keributan yang tak hanya mempengaruhi siswa-siswi di kantin, namun siswa-siswi satu sekolah. Mereka melihat ratusan pesawat kertas berserakan di halaman utama dan masih ada yang beterbangan dari atas. Ada yang menerbangkan pesawat-pesawat kertas itu dari atap gedung utama, atap gedung kelas mereka. Sekarang, perhatian mereka tertuju kepada siapa yang sedang menerbangkan pesawat kertas itu dari atap. Di tepi atap, terlihat jelas siapa pelaku-pelakunya.

"Gila! Anak-anak SSDC berulah, Riss," bisik May kepada Rissa. Namun, keterkejutan mereka bertambah ketika pandangan mereka menangkap seseorang di atap sekolah yang menjadi salah satu pelaku penerbang pesawat kertas.

Rick?

"Ya ampun, Riss. Lihat tuh! Rick ada disana." May menunjuk ke arah atap, "dia bukannya nggak masuk kelas, tapi lagi bikin onar sama SSDC. Jangan-jangan emang dia udah jadi anggota SSDC bareng sama si Ivandito?"

Rissa tak menjawab, ia masih tak percaya dengan apa yang dilihatnya. Ia hanya bisa terpaku di antara pesawat-pesawat kertas yang beterbangan dan berserakan di tanah. Samar-samar ia mendengar siswi-siswi kelas sepuluh yang mungkin belum begitu tahu tentang reputasi SSDC berteriak-teriak kagum. "

Kerennya!!"

"Kyaaaa... cakep juga, ya!"

"Itu pasti kakak kelas, deh. Keren!".

Entah mengapa Rissa geli mendengar decak kagum siswi-siswi itu. Selama ini, bagi Rissa apapun yang dilakukan SSDC hanya sebuah kekacauan dan kekanakan. Terlihat di atap beberapa guru menarik mundur pelaku-pelaku sampai menghilang dari pandangan. Wahyu, lelaki berkumis yang menjabat sebagai wakil kepala sekolah dan sekuriti datang membubarkan massa yang berkumpul di halaman utama.

***

Dari jendela kelas, Rissa melihat Rick dan teman-temannya yang terlibat dalam insiden pesawat kertas sedang dihukum membersihkan sampah-sampah pesawat kertas di halaman utama. Ia melihat bahkan saat dihukum pun Ivandito, Bryan dan Justin masih bisa bercanda dan tertawa lepas. Kecuali satu orang. Dasar aneh, apa jangan-jangan dia punya kepribadian ganda? Menyebalkan, batin Rissa.

"Awwww!!!" Suara teriakan seseorang dari belakang mengagetkan Rissa. Rissa melihat May jatuh terduduk di depan kelas.

"Cha, kamu sengaja kan, menjegal May?" bentak Veve kepada Icha.

"Apa? Eh, cewek miskin, nggak usah asal nuduh, ya. May aja yang jalannya nggak hati-hati. Udah tahu ada kaki di sini dari tadi main tabrak aja." Nada Icha tak kalah tinggi, membuat Veve semakin emosi.

"Apa kamu bilang?" Veve mendekati Icha dan siap menamparnya, namun ditahan oleh May yang lagsung menariknya mundur. "Udah udah udah, Ve. Jangan! Jangan diladenin."

"Ni cewek harus dirobek mulutnya, May."

Rissa datang dan membantu May menahan Veve. "Udah, Ve." May dan Rissa menarik Veve keluar kelas.

"Cuma cewek miskin penerima beasiswa aja belagu. Sok jadi jagoan," gumam Shilla. Icha dan Lena saling berpandangan dan tersenyum. Mengganggu Rissa dan sahabat-sahabatnya menjadi kepuasan tersendiri untuk mereka.

Di luar kelas, Veve mengumpat. "Gila ya tuh cewek. Mulutnya bener-bener nggak disekolahin apa? Dan aku yakin dia pasti sengaja jegal kamu, May."

"Udah, Ve. Tenangin diri kamu. Semakin diladenin, mereka malah semakin menjadi-jadi nantinya," ucap Rissa.

"Masa mereka nggak tobat-tobat sih, Riss? Udah kelas duabelas tapi tetap aja kelakuan kayak anak-anak. Sebenarnya salah kita ke mereka apa, sih? Bikin kesel,"

"Udah, udah, Ve. Jangan marah-marah, mereka cuma sirik," ujar May menenangkan Veve.

"Eh, ada apa, nih? Kok kalian di luar dan keliatan kesel banget?" Karis bingung melihat sahabat-sahabatnya ada di luar kelas. Ia baru kembali dari kantin dan membawa beberapa bungkus keripik kentang. Veve mengayunkan tangannya dengan kesal, "Tauk, deh. Pikir aja sendiri."

Karis hanya bengong melihat tingkah Veve.

***

Magic Forest

30 September 2017 (Republish)

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro