BAB 13 : Naluri Nada yang Sempurna
Rissa meletakkan kotak musiknya di atas piano ruang musik. Hari ini, ia membawa benda kesayangannya itu ke sekolah. Ia memang sering membawa benda itu ke sekolah ketika berlatih piano untuk mempersiapkan kompetisi. Apalagi sekarang ia merasa sangat senang karena beberapa hari lagi, ia akan menunjukkan kotak musiknya kepada Diego. Dengan menunjukkan kotak musik itu, muncul harapan yang besar bahwa Diego adalah orang yang selama ini dia cari.
"Semoga saja dia adalah kamu." Rissa tersenyum memandang kotak musiknya. Tak lama kemudian ia mengelus dagu dan berpikir sejenak, Hari ini enaknya memainkan lagu apa, ya? batinnya. Rissa terhenyak dan mulai memainkan piano di hadapannya. Alunan 'Moonlight Sonata' menggema di ruang musik.
"Ada beberapa nada yang kurang pas." Sebuah suara membuat jemarinya berhenti menari di atas tuts. Saat ia menoleh ke arah sumber suara di dekat pintu ruang musik, ia melihat Rick sedang berjalan mendekat ke arahnya. "Beethoven pasti bisa menangis mendengarkan permainan pianomu barusan," kata Rick.
"Rick? Kenapa kamu ada di sini?" tanya Rissa.
Kedua alis Rick naik, "Ruang musik ini tempat umum, kan?" ia menghentikan langkah di samping Rissa.
"Maksudku bukan itu. Aku pikir, kamu nggak ada alasan buat kesini. Ini ruang musik, bukan lapangan panahan."
Rick memutar bola matanya dan tersenyum singkat, kemudian tiba-tiba duduk di samping Rissa, dengan spontan Rissa menggeser tubuhnya agar Rick bisa duduk. Bangku piano cukup pendek untuk diisi dua orang, sehingga mereka duduk sangat dekat. Kok dia malah duduk di sini? batin Rissa.
"Mau coba bermain empat tangan?" tanya Rick tiba-tiba.
Rissa terhenyak, sesaat, ia tidak tahu apakah Rick baru saja bercanda. Namun, wajah Rick menunjukkan bahwa Rick sedang serius. "Apa? Kamu bisa main piano?"
Rick tak menjawab dan menata jari-jarinya di atas tuts. Tak butuh waktu lama, jari-jarinya menari dengan indah memainkan piano. Lagu yang Rick mainkan sangat dikenal Rissa. Jantung Rissa tiba-tiba berdebar cepat, "Diego," ucapnya.
Rick menghentikan permainannya dan menoleh ke arah Rissa, "Apa katamu?"
Rissa terhenyak, "Ya?"
Apa yang dikatakannya tadi? tanya Rick dalam hati.
"Kamu benar-benar bisa main piano? Wow, kamu emang penuh kejutan, ya. Aku udah lama nggak dengar Fur Elise yang dimainkan oleh orang lain. Ternyata, memang lagu itu sangat indah kalau dimainkan langsung," kata Rissa sambil tersenyum.
Rick kemudian melanjutkan permainannya. Rissa merasa tenang mendengarkan alunan yang sama dengan kotak musiknya itu, mengingatkannya pada Diego. Beberapa waktu kemudian, Rick menyelesaikan permainannya dan Rissa spontan bertepuk tangan, "Wow. Benar-benar sulit kupercaya, kamu benar-benar bisa main piano. Sejak kapan kamu belajar piano?" Rissa tak bisa menutupi kekagumannya.
"Sejak aku berumur lima tahun."
Rissa terkejut, "Lima tahun? Beneran? Terus, di mana tempat kursusmu?"
Rick tertawa kemudian menggeleng keras, "Aku nggak pernah kursus piano. Pamanku yang mengajariku."
Rissa manggut-manggut, "Jadi, pamanmu itu guru piano?"
Rick menggeleng, "Pamanku sejak remaja memang mengikuti kursus piano. Ia lalu mengajariku."
"Kamu berbakat, Rick. Melihat orang sepertimu, aku nggak nyangka kamu juga bisa main piano,"
"Ha? 'Melihat orang sepertimu' katamu? Memangnya kau melihatku seperti apa? Alien?"
Rissa tertawa. "Nggak kayak gitu. Maksudku aku cuma mikir, kalau melihat kamu, aku mengira kalau tipe-tipe cowok kayak kamu itu nggak suka musik. Yah... kebanyakan lebih suka kegiatan fisik, kayak panahan, basket, bela diri. Ya, kan?"
Rick tersenyum singkat, "Ya, mungkin. Panahan bagiku adalah untuk melatih konsentrasi. Menarik busur, membidik dengan tepat, lalu melepaskan anak panah, membutuhkan konsentrasi yang tinggi untuk mencapai titik terdalam papan target. Sama seperti piano, kamu harus selalu konsentrasi memainkan tuts-tuts piano dan melihat partitur, kan? Kalaupun kamu udah hapal not-notnya, kamu juga harus konsentrasi memainkan tanganmu di atas tuts supaya bunyinya tidak sumbang atau ada salah nada," terang Rick.
Rissa mengangguk lamat-lamat, Berarti, dia mempunyai kemampuan konsentrasi yang baik. Wow. Rissa melihat Rick yang mulai memainkan piano lagi. Rissa memperhatikan kemampuan Rick menarikan jemarinya di atas tuts piano. Wow, sumpah dia keren banget, aku juga nggak dengar nada yang miss. Sedangkan di lapangan panahan dia juga jago. Bakatnya unik, batin Rissa.
"Apa kamu mengikuti kompetisi piano akhir tahun ini?" suara Rick menyadarkan lamunan Rissa. Rick menghentikan permainannya.
"Kamu tahu tentang kompetisi itu? Kamu pernah ikut?" tanya Rissa.
"Ya, aku tahu kompetisi nasional itu. Tapi aku nggak pernah tertarik mengikutinya."
"Tapi kenapa? Bukannya kompetisi itu kompetisi impian setiap pianis?"
"Benarkah? Aku tetap saja tak tertarik."
Bibir Rissa mencebik ke bawah mendengar jawaban Rick. Sombong banget. Tapi, dengan kemampuan yang seperti itu, dia bisa aja memenangkan kompetisi itu. Apa dia cuma bisa lagu-lagu tertentu?
"Ehem, rasanya aku masih belum percaya sama apa yang aku lihat. Jangan-jangan, kamu cuma bisa lagu-lagu tertentu, makanya kamu nggak mau mengikuti kompetisi itu."
Rick menghembuskan napas panjang dan memutar bola mata. "Coba kamu mendendangkan sebuah lagu."
"Apa? Kenapa?"
"Lakukan saja."
Rissa bertanya-tanya, "Ha? Lagu yang kayak gimana?"
"Lagu yang nggak dikenal banyak orang. Coba dendangkan sedikit aja," ujar Rick.
Ha? Lagu yang tidak dikenal banyak orang? Kenapa dia menyuruhku melakukannya? Rissa berpikir sejenak, lalu mulai mendendangkan lagu. Rick mendengarkannya dengan serius.
"Begitu?" tanya Rissa begitu selesai mendendangkan beberapa nada. Rick tidak menjawabnya, ia langsung memainkan piano di hadapannya. Rissa terpaku ketika mendengar permainan piano Rick. Permainan Rick sama persis seperti lagu yang didendangkan oleh Rissa. Nggak mungkin. Lagu itu adalah lagu yang pernah aku ciptakan dulu. Bahkan dengan waktu sesingkat itu, dia bisa mengingat, memainkan dan menembak nada dengan tepat? Bagaimana bisa?
"Tunggu, tunggu. Bagaimana kamu melakukannya?" pertanyaan yang dilontarkan Rissa menghentikan permainan piano Rick.
Rick memandang ke arah Rissa, "Dengan dengerin kamu nyanyi tadi, lah," jawab Rick jutek.
"Itu adalah lagu yang aku ciptakan waktu ada tugas dari klub musik. Nggak mungkin dengan hanya mendengarnya sekali kamu bisa menirukannya dengan sempurna."
Rick hanya mengangkat bahunya, "Lalu, gimana? Apa ada cara yang lain selain mendengarkannya? Atau kamu bisa jelasin dengan cara apalagi yang lebih masuk akal?"
Rissa bergeming sejenak, Iya juga, ya. Nggak mungkin kalau dia pernah lihat partiturku, kan?
"Kalau masih nggak percaya, coba aja dendangkan lagu lain," ucap Rick dengan nada menantang.
Rissa berpikir sejenak, lalu ia mengingat lagu ciptaan Veve yang sering dimainkan oleh sahabatnya itu. Rissa menghela napas panjang, lalu menghembuskannya. Ia kemudian mendendangkan lagu itu selama kurang lebih satu menit. Seperti di lagu pertama tadi, Rick mendengarkan ia bernyanyi dengan seksama. Setelah Rissa menyelesaikan nada terakhir, Rick memainkannya lagi dengan piano. Kali ini, ia menambahkan aransemen pada lagu itu. Rissa takjub mendengarnya. Biasanya, ia hanya mendengar lagu itu dengan iringan gitar Veve. Sekarang, lagu itu dimainkan dengan piano dan terdengar lebih bagus.
Rissa menutup mulutnya yang menganga dengan kedua telapak tangan, "Bagaimana bisa? Kamu nggak mungkin pernah mendengar lagu ini."
"Hanya dengan ini," Rick menunjuk telinganya, "dan kamu harus catat, aku memang nggak pernah mendengar lagu itu sebelumnya."
Rissa terhenyak, gesturnya terlihat seperti seseorang yang baru saja mengingat sesuatu yang penting, matanya terbuka lebar, "Kamu memiliki kemampuan naluri nada yang sempurna?" tanya Rissa, ia tak percaya dengan apa yang ditanyakannya barusan. Kemampuan ini memungkinkan seseorang untuk mengenal segala jenis nada hanya dengan sekali saja mendengarnya. Kemampuan yang hanya dimiliki oleh sedikit orang di dunia. Yang ia tahu, kemampuan ini dimiliki oleh Beethoven dan Mozart di zamannya.
Rick menggeleng, "Nggak tahu."
Rissa mengambil tasnya yang ia letakkan di bawah, samping tempatnya duduk. Kemudian ia mengacak tasnya dan mengambil selembar partitur. Ia mengulurkan partitur itu kepada Rick. "Lagu ini kutulis waktu ada tugas dari klub musik, nggak mungkin ada orang yang mengetahuinya. Aku ingin kamu coba memainkannya."
Rick membaca dan mencoba memahami partitur itu selama beberapa menit, kemudian ia meletakkan partitur itu dan memainkan pianonya. Rissa mendengarkan dengan seksama dan ia tidak menyangka bahwa lagu ciptaannya bisa dimainkan dengan begitu mudah oleh orang yang baru pertama kali membaca partiturnya.
Sempurna, batin Rissa. Jantung Rissa berpacu dengan cepat.
"Apa kamu masih nggak percaya?" tanya Rick.
"Kamu benar-benar hebat, Rick. Aku nggak nyangka kamu punya kemampuan ini. Kamu benar-benar mempunyai naluri nada yang sempurna."
Tiba-tiba, Rissa teringat sesuatu, beberapa hari yang lalu ia mendengar seseorang memainkan Nocturne di ruang musik. Ia bertanya-tanya dalam hati, Apakah Rick yang memainkan piano hari itu? Semua masuk akal sih melihat kemampuan Rick dan waktu itu dia juga telat masuk kelas.
Rissa memandang Rick yang sedang bermain piano itu dengan kagum, jantung Rissa berdetak dengan cepat lagi, ia langsung mengalihkan pandangannya. Rissa terhenyak, ponsel di saku jasnya berbunyi, kemudian ia mengangkat telepon yang masuk, "Halo? Oh, iya. Oke aku pulang sekarang," katanya.
"Aku harus pulang. Aku lupa ada janji sama teman-temanku," kata Rissa kepada Rick tak lama setelah menutup teleponnya. Rick mengangguk dan mengembalikan partitur Rissa. Rissa bangkit dan bergegas pergi, namun ketika mencapai pintu ruang musik, Rissa berbalik.
"Kamu punya kemampuan yang luar biasa, Rick. Aku iri, kamu benar-benar beruntung," kata Rissa sambil tersenyum, kemudian ia berlalu. Rick mendengar kata-kata Rissa, namun ia tak melepaskan pandangan dari tuts piano di hadapannya, ia hanya tersenyum simpul. Kemudian Rick menyambar tasnya dan beranjak. Tapi, pandangannya menangkap sebuah benda di atas body piano.
Kotak Musik? Punya siapa? Rick mengambil kotak musik itu, lalu memutar tuas dan alunan lagu yang terdengar sudah tidak asing lagi di telinganya. Fur Elise, Rick menyunggingkan senyum, sudah lama ia tak mendengar lagu itu dari sebuah kotak musik. Tunggu... Rick terhenyak, samar-samar ia teringat sesuatu, diamatinya baik-baik kotak musik kayu yang penuh ukiran itu. Ukiran ini? perasaannya tiba-tiba tidak tenang, Sepertinya aku pernah melihatnya. Tapi di mana? Rick meraba benda itu, Ini. . . Kotak musik klasik buatan Swiss. Ia membalikkan benda itu dan sesuatu di sisi bawah kotak musik itu membuat raut wajahnya berubah pucat. Nggak mungkin!
***
Mulmed : Moonlight Sonata karya Beethoven
Magic Forest
13 Oktober 2017 (Republish)
11:51
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro