Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

BAB 11 : Sebuah Rencana

Setelah mengantar Rissa pulang ke asrama, Diego mempercepat laju mobilnya ke jalanan. Ia melewati jalan raya di kota yang sudah cukup dikenalnya sejak SMA. Senandung lirih dari radio di mobil mengiringi perjalanannya. Tiba-tiba saja, ia mengingat masa kecilnya yang juga dilewatinya di kota ini sebelum ia pindah ke Semarang. Masa kecil yang indah, dimana tidak ada masalah yang harus dihadapinya.

Ia ingat ketika ia harus pindah sekolah waktu Sekolah Dasar karena keluarganya pindah ke Semarang, kemudian ia kembali lagi ke kota ini pada waktu SMA. Ia merindukan sekolah SMAnya, Dymitri Senior High School dan teman-temannya. Baru aja lulus, udah rindu sama mereka, ujarnya dalam hati. Sambil konsentrasi menyetir, ia sesekali memperhatikan tempat-tempat yang pernah ia kunjungi ketika melewatinya. Diego tersenyum kecil.

Ia ingin bernostalgia cukup lama dengan mengunjungi tempat-tempat yang sering ia jamah sewaktu kecil, tapi, menemui seseorang yang sedang menunggunya saat ini jauh lebih penting. Ia tak ingin membuat seseorang itu menunggu lama. Setelah melewati perempatan jalan, ia berbelok dan memarkir mobilnya di tepi jalan. 

Sekilas, ia melihat motor yang dikenalnya terparkir tak jauh darinya. Diego berjalan memasuki cafe kecil bergaya klasik tak jauh dari situ. Bel pintu masuk berbunyi ketika ia membuka pintunya. Lalu, matanya tertuju ke salah satu meja di sudut ruangan, seorang cowok berseragam identitas Saint Sirius yang sedang duduk membelakanginya. Diego sekilas tersenyum dan bergegas menghampirinya.

"Hei, Kak!" Ia menepuk pundak cowok itu. "Sudah berapa lama kakak sepupuku ini menungguku?"

Rick menoleh, "Nggak lama. Dan jangan memanggilku 'Kak'," Ia memberi sedikit penekanan pada kata terakhir.

Diego menarik kursi di hadapan Rick dan menghempaskan diri di kursi, "Kau memang kakak sepupuku walaupun aku lebih tua setahun darimu," katanya sambil tersenyum miring, kemudian mulai melepas kancing jasnya dan melonggarkan dasi.

Rick memutar bola matanya sebelum menyeruput kopinya, "Apapun itu, tolong hentikan."

Diego terkekeh, ia senang menggoda Rick dengan cara seperti itu. Sejak dulu, Rick memang tak suka dipanggil kakak olehnya. "Paman. Minuman biasa." Diego melambai ke arah pemilik cafe yang sudah dikenalnya sejak masa SMA. Rick melihat ke sekeliling cafe, ada beberapa pengunjung lain yang sedang mengobrol di seberang meja mereka. Rick menatap Diego dengan tajam. Diego mendengus, "Kau tidak harus waspada berlebihan seperti itu. Mereka hanya orang asing."

"Karena mereka orang asing makanya kita harus waspada. Kita nggak pernah tahu orang yang kita anggap asing dan dianggap nggak berpengaruh apa-apa bisa jadi orang yang dapat membahayakan kita."

Diego tertawa. "Kalau gitu, kenapa nggak bicara di rumah aja?"

"Malam ini aku nggak akan pulang, aku akan menginap di kamar asrama teman. Jadi, tolong beritahu paman jangan menungguku."

"Apa ada masalah di rumah? Pulang sekolah kau juga tak langsung pulang. Aku baru bertemu denganmu sekarang setelah seharian ini."

"Tidak ada. Aku bersenang-senang dengan teman-temanku. Tadi, aku pulang sebentar dan paman memberitahuku kau sudah sampai sejak pagi. Tapi, saat itu kau tak ada di rumah. Kata paman, kau menemui gadis itu?"

Diego menghela napas panjang, "Ya. Aku sudah bertemu dengannya dan baru saja aku mengantarnya pulang. Beberapa hari ini ponselmu tidak pernah bisa dihubungi. Jadi, aku tidak bisa memberitahumu langsung tentang rencana pertemuan itu. Ayahnya sendiri yang mengatur pertemuanku dengannya."

Rick mengangguk-angguk pelan, kemudian menyeruput kopinya lagi, "Aku memang mematikan ponselku. Gadis itu selalu saja menghubungiku tanpa henti," katanya.

Kedua alis Diego tertarik ke atas, "Gadis itu? Apakah kamu sudah menemukan Icha? Jangan-jangan, kau sudah memacarinya?" tanya Diego.

Rick menyeringai, "Ya. Ternyata menemukan dan mendekatinya lebih mudah dari dugaanku. Begitu ada kesempatan, aku langsung mengajaknya pacaran. Aku tak ingin membuang-buang waktu. Lebih cepat lebih baik."

Diego tak bisa menyembunyikan rasa terkejutnya, "Tunggu, jadi dia menerimamu sebagai pacarnya, tapi menghadiri pertemuan itu denganku?" tanyanya. Rick hanya menanggapinya dengan kedikan bahu.

Diego menggeleng pelan dan tertawa singkat, "Gadis macam apa dia sebenarnya?"

Rick menggelengkan kepala, "Entahlah, mungkin dia terpaksa karena sudah terlanjur dijodohkan oleh ayahnya."

"Tapi, apa dia tidak memberitahumu sama sekali? Atau sedikit menyinggung tentang perjodohan ini?"

Rick menggeleng, "Tidak. Kami bersenang-senang dengan yang lain seperti tidak ada masalah. Aku juga hampir tidak pernah menanyakan masalah pribadinya. Bagaimana pertemuanmu dengannya tadi?"

Diego tersenyum, "Cukup menyenangkan dan... romantis. Aku kira, dia benar-benar gadis yang baik. Tapi, tadi dia lebih banyak diam. Entah apa yang dipikirkannya."

"Baik? Beberapa hari yang lalu ia menganiaya adik kelas. Jangan mudah terkecoh dengan aktingnya."

Mulut Diego terbuka lebar, "Menganiaya adik kelas?! Kamu yakin dia yang melakukannya?!"

"Aku sendiri tak yakin karena tidak melihatnya langsung, tapi seorang teman sekelas yang memberitahuku."

"Wow, you kidding? Aku pikir, dia cukup anggun. Tutur katanya sopan dan dia adalah gadis yang menyenangkan," ujar Diego.

Rick tertawa singkat, "Jangan terlalu cepat menilainya. Kita tidak tahu apakah dia mencoba bersandiwara. Mungkin dia mencoba anggun karena kau baru pertama kali ditemuinya. Di depanku ia mulai sedikit centil dan manja."

Pembicaraan mereka sejenak tertunda karena pelayan cafe membawa minuman pesanan Diego. Rasa ragu meliputi Diego, "Benarkah dia gadis seperti itu? Sayang sekali, dia cukup cantik menurutku."

"Sudahlah, lanjutkan saja acara perjodohan seperti kata ayahku, buat dia nyaman dan setuju dengan perjodohan ini. Kalau ayah sudah sampai di Indonesia nanti, jangan sampai ayah tahu rencana kita ini," kata Rick.

"Tapi, cepat atau lambat paman akan tahu. Kau tahu sendiri cukup sulit ayahku menjelaskan pada paman mengenai alasanmu pindah sekolah dan memutuskan tinggal di sini."

"Kalau begitu, biarkan saja ketahuan, tapi setidaknya itu terjadi setelah aku membuat gadis itu banjir air mata," jawab Rick.

Suasana hening sejenak, hanya terdengar lagu melow yang berkumandang di cafe dan sesekali cekikikan pengunjung di meja seberang. Rick memutar-mutar cangkirnya, sedangkan Diego tampak sibuk memainkan sedotan minuman esnya.

"Apa kau juga harus membencinya?" Diego memecah keheningan.

Selama beberapa menit, Rick diam. Sejenak, Diego bisa melihat genggaman Rick di pegangan cangkir semakin erat. Tak lama kemudian Rick membuka suara, "Ya. Siapa pun yang berhubungan dengan orang yang telah membuat ibu meninggal, tentu saja aku akan membencinya." Ia menenggak habis kopinya.

Diego menghembuskan napas panjang, "Tapi, paman pasti akan sangat marah padamu kalau tahu bahwa kau sengaja masuk kandang singa. Dan mungkin juga dengan kami yang membantumu."

"Apa kau sudah menyesal membantuku?" tanya Rick, tatapannya semakin tajam.

Diego mendesah keras, menghindari tatapan Rick dan mengalihkan perhatiannya pada gelas esnya, "Tidak. Hanya saja, firasatku mengatakan akan terjadi hal yang buruk kalau kita meneruskan rencana konyol ini."

***


Mulmed : suasana cafe dan lagu klasik yang mungkin bisa didengerin sambil baca hahaha... :D


Magic Forest

7 Oktober 2017 (Republish)

11:55

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro