Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Bab 5 - Hati-hati dengan Ucapanmu (Bagian 1)

Eri tak pernah menyangka nasibnya akan sesial ini. Walau hampir seluruh hidupnya bermasalah karena Jade Judy, dia belum pernah terjebak hingga tak bisa keluar seperti ini.

Dulu, Eri memang sering terseret dalam masalah geng kecil-kecilan. Bersama Jade, dia sering dipanggil kepala sekolah. Kemudian Bunda Yudia akan memarahinya karena ikut iseng. Masalah-masalah mereka seringkali berakhir dalam perdamaian. Soalnya, itu bukan masalah yang besar.

Eri tidak pernah bermimpi bisa berurusan dengan Maximus. Apalagi, berhadapan langsung dengan Pangeran Maximus. Sekelompok pria yang diejeknya sebagai boyband preman.

Sambil menyengir, Darius membuka pintu lalu mempersilakan Eri masuk. Gaya aristokratnya sungguh berbeda dengan penampilannya yang berangasan. Hayden lain lagi, tanpa berkata apapun, dia langsung duduk di kursi kemudi BMW merah yang juga menguntit tadi. Tanpa banyak bicara, dia duduk menunggu mobil di depan segera berangkat.

Entah bagaimana reaksi Satria kalau tahu mobilnya ditinggalkan di tengah hutan. Tapi Jade tampaknya lebih mempedulikan reaksi Andhika. Eri jadi ingat cerita simpang siur mengenai Andhika dan apa sebab pria itu masuk Maximus. Faktanya, Andhika dulu seorang dokter terkenal. Dia juga bertunangan dengan Rosita Alexis, satu-satunya putri John Alexander.

Tidak ada yang tahu, apa yang menyebabkan dua orang berbeda latar belakang itu jatuh cinta. Akan tetapi, saat itu media menyebut mereka sebagai pasangan yang serasi. Seorang dokter rupawan bersanding dengan atlet bulu tangkis kebanggaan Indonesia.

Namun kemudian, ada kabar kalau Rosita diculik. Meski Maximus berusaha menutupi fakta ini, ada banyak kabar burung beredar. Salah satu kabar yang diamini banyak orang adalah bahwa pelaku penculikan tak lain adalah seorang bangsawan dari Tanah Malaysia. Bak seorang pangeran, Andhika berusaha menyelamatkan kekasihnya itu. Namun sayang, Rosita lebih dulu meninggal dunia.

Maximus tidak mengizinkan media meliput apapun mengenai Rosita saat itu. Bahkan upacara pemakamannya. Setelah itu, secara mengejutkan, Maximus mengumumkan kalau Andhika telah menjadi bagian dari para pangeran.

Dilihat-lihat, Andhika memang terlihat kaku dan keras. Jade berkali-kali mengajaknya bicara, namun dia tidak menjawab. Eri sendiri terjebak di kursi depan, bersama Darius yang sudah beken sebagai buaya darat. Dari tadi, Eri memergoki si buaya itu menoleh-noleh dengan tatapan menyelidiki. Begitu ketahuan, Darius langsung menyengir.

"Ternyata elo emang cantik, ya," komentar Darius. Tentu Eri langsung mendelik. Refleks, tangannya menyilang di depan dada. Takut si buaya memiliki arti lain dengan arti ucapannya.

"Please, deh..." Tahu kalau Eri berpikir aneh, Darius langsung memutar mata, "Elo nggak usah takut sama gue. Gini-gini, selera gue tinggi."

Njiiir.

Perjalanan mereka benar-benar terasa lama. Padahal, ya... mereka hanya berbalik arah lalu menuju sebuah kawasan perhotelan elit di daerah Nusa Dua.

Baik Jade maupun Eri berpandangan sambil garuk-garuk kepala. Tidak mengerti harus bersikap bagaimana di depan para pegawai yang memberi hormat dengan sikap ramah.

Tanpa bicara apa-apa, Hayden langsung menghilang ke griya tawangnya. Andhika dan Darius mengawal Jade dan Eri ke kamar mereka. Sebuah kamar luas yang sudah terlihat sebagai rumah mewah berukuran mini.

"Tidurlah dengan baik," Darius mengedipkan mata, "Kantong mata nggak bagus kelihatan di kamera."

Eri dan Jade kembali berpandangan. Tidak tahu apa yang dimaksudkan oleh Darius.

***

Eri dapat mendengar teriakan Jade saat para hair stylist dan fashion stylist memermaknya habis-habisan. Ingin rasanya, Eri terkikik sendiri. Tapi hal yang sama juga terjadi pada Eri. Cewek-cewek stylist berkicau riang seraya memilih-milih gaun. Sementara sekumpulan cewek lain menarik-narik rambut Eri dengan hair curler.

Ribut sekali!

Eri tidak bisa membayangkan buruknya perasaan Jade saat ini. Setelah seharian melewati perawatan spa dan lain-lainnya, kini mereka dipaksa duduk berjam-jam. Dengan keras, Jade menyebut ruang make up itu sebagai ruang penyiksaan.

Beberapa jam kemudian, Eri melihat dua sosok asing dalam cermin. Jade tampak amat cantik dan menawan mengenakan gaun french lace bergaya off shoulders berwarna gold. Gaun itu memperindah kulitnya yang sudah eksotis. Ketomboian Jade disamarkan oleh gelung cantik dan hair extension di kepala. Sementara, sepasang sepatu berwarna senada semakin membuat Jade terlihat menjulang.

Eri sendiri memakai ballgown pink pucat, dengan detil hand painting di bagian bawahnya. Rambutnya dibuat keriting, lalu dipasangkan mini tiara berukir bunga dengan bebatuan pink dan hijau muda. Eri mengeluh. Walau pun Eri mati-matian berusaha berdandan seumur hidup, ia akan tetap tak terlihat di samping segala kesempurnaan Jade Judy.

Beberapa anggota event organizer mengatur barisan di depan meeting room. Eri heran karena para pangeran sepertinya manut-manut saja diatur. Hayden berjalan paling depan. Jade digandeng Andhika, berjalan di belakang Hayden. Pengawal-pengawal berjas hitam mengawal mereka seperti pagar bagus mendampingi pengantin masuk ruang resepsi.

Eri tersentak kaget waktu Darius menggandeng tangannya. Cowok itu mengajak Eri masuk barisan. Mereka berdiri di belakang Jade dan Andhika.

"Anu... aku..." Eri mengernyit takut sekaligus enggan, dan Darius bisa menebak pikirannya.

"Udah, elo diem aja," komentar Darius jengkel. Beberapa omelan keluar dari mulutnya, kebanyakan menyumpahi Sky yang tidak mau menemani Eri.

Sebenarnya, penampilan Darius malam itu sangat gentleman. Rambut panjangnya tersisir rapi dan dia memakai pomade. Ditambah gen Kaukasia dan sikap formalnya, stelan jins (syukurnya nggak robek-robek) tiba-tiba terlihat high class.

Meeting room hotel sudah dipenuhi banyak wartawan saat Eri memasuki ruangan. Sekumpulan kursi telah berderet di belakang sebuah meja panjang. Pelantang-pelantang tegak di atas meja. Eri mendapat tempat duduk nomor dua dari ujung kiri. Di sebelah kanannya, duduk Hayden dan Andhika, mengapit sebuah kursi kosong yang diperuntukkan untuk John Alexander. Beberapa tempat duduk lain juga dibiarkan kosong. Eri tidak tahu, itu untuk siapa.

Jade duduk di tengah-tengah Andhika dan Darius. Eri menebak, sekujur tubuh saudarinya itu gatal-gatal karena tidak tahan dengan lace. Melihat ada lembaran-lembaran kertas di depan, Jade langsung mencoret-coret dengan ganas. Mungkin pengalihan agar Jade tidak menarik sanggulnya, Eri terkikik.

Alunan instrumen musik perlahan berhenti saat John Alexander memasuki ruangan. Pria berusia awal lima puluh itu terlihat sepuluh tahun lebih muda dari usianya. Uban menghiasi rambut hitam John, terlihat seperti highlight. John memiliki mata seperti Darius dan Hayden. Kumis dan jenggotnya terpelihara rapi. Membuat pria itu terlihat seperti Orlando Bloom versi tua. Tak heran, banyak wanita terpikat. Karisma pria itu sungguh mendatangkan perasaan tegang.

Di sebelah John berdiri seorang pria lain. Pria itu menjejeri langkah John. Dia mengambil kursi kosong di sebelah Eri,. Aroma lilac-nya menyentuh hidung Eri. Eri berusaha mencuri pandang, namun pria itu terlalu tampak tidak peduli.

Hati Eri berdebar. Eri ingat, Eri pernah melihat pria ini di sebuah majalah sosialita. Kenyataannya, sosok Dirk Carlo Maximus jauh lebih tampan. Rambut sebahu pria itu sewarna mahoni keemasan, diikat rapi seperti zaman Edwardian. Poninya berbelah tengah, membingkai wajahnya yang kokoh dan sempurna. Matanya biru—secemerlang langit di waktu siang.

Tanpa sadar, perasaan Eri melayang. Wangi lilac itu memabukkan. Sementara kehadiran Sky membuat jantungnya bertalu-talu. Baru kali ini, perasaan Eri tidak karuan seperti ini.

Tapi Sky terlalu acuh tak acuh. Hati Eri sakit waktu Sky menarik kursinya menjauh. Ketika mereka tanpa sengaja bersitatap, Sky langsung menunjukkan mimik tak suka. Eri memang sering diabaikan, namun harga dirinya langsung terluka ketika untuk pertama kali dalam hidupnya, ia bukan hanya diabaikan—namun juga dihindari.

Acara formal begini sungguh membosankan. Eri hanya bertopang dagu saat pembawa acara membuka konferensi pers. John Alexander segera memberi sambutan. Kemudian dia mengenalkan Jade dan Eri sebagai Mawar Maximus yang baru.

Suara tepukan tangan itu membuat Eri gugup. Dia nyaris terhuyung saat bangkit dari duduk. Hampir saja dia menyenggol Sky di sebelah. Eri jadi semakin grogi. Apalagi, tatapan Sky saat itu terlihat sangat menusuk.

John Alexander segera duduk setelah memberi sambutan. Pembawa acara kemudian mempersilakan semua untuk kembali duduk. Kali ini, sang pembawa acara langsung meminta maaf karena tamu terpenting acara ini tidak datang.

"Sayang sekali, kali ini Mr. Kuga Kyouhei tidak bisa datang karena ada acara lain," katanya dengan berbahasa Inggris, "Sebagai wakil dari Klan Kuga, Mr. Raditya Shouji akan memberi sambutan. Silakan, Mr. Shouji."

Eri sempat bengong melihat pria dengan kepala tertutup kain hitam maju sambil memperkenalkan diri dalam Bahasa Inggris. Dengan fasih, dia menjelaskan hal yang melatarbelakangi ketertarikan Kuga Kyouhei bekerjasama dengan Maximus.

Beberapa kali, Eri hampir tertidur. Mendengar penjelasan kerja sama bisnis properti benar-benar bikin pusing. Eri berdoa agar acara ini cepat-cepat selesai. Tapi rupanya, setelah itu masih ada sesi tanya jawab lalu dilanjutkan dengan presentasi proyek. Ketika sesi tanya jawab pertama dimulai, seorang wartawan langsung mempertanyakan tentang ketidakhadiran Kuga Kyouhei.

Kuga Kyohei. Mendengar nama ini, Eri mengerutkan alis. Sepertinya dia pernah mendengar nama ini beberapa kali. Tapi tidak terlalu ngeh. Kali ini dia betul-betul penasaran. Apalagi, wartawan gosip yang bertanya tampangnya rada mupeng-mupeng gimana gitu.

Pertanyaan-pertanyaan lain kemudian meluncur deras. Alih-alih menanyakan kerja sama, mereka kebanyakan mengenai kehidupan pribadi John Alexander dan Pangeran Maximus. Pertanyaan lain terlihat seperti berusaha menghakimi Jade. Menjadi mawar kesayangan John dalam semalam seolah-olah menjadi sebuah aji mumpung. Para wartawan menggiring pembicaraan agar Jade keceplosan ngomong lalu bisa dijadikan sumber gosip.

"Silakan, pertanyaan selanjutnya!" pancing pembawa acara. Seorang wartawan kembali berdiri. Kali ini, wartawan itu mengenakan seragam bertuliskan sotonggurita.com.

"Saya ingin menanyakan sebuah pertanyaan kepada Nona Jade," kata wartawan itu, "Apakah betul, anda akan ditunangkan dengan Kuga Kyouhei? Bagaimana perasaan anda mendengar berita itu?"

Eri melihat Jade mengertakkan jari. Kaleng soda di depan Jade kini ringsek jadi sasaran kemarahan. Eri yakin, sebentar lagi bisa jadi Jade menimpuk si sotonggurita dengan sepatu.

"Maaf, bisa anda menjawab pertanyaan saya? Anda pasti senang akan bertunangan dengan ketua klan kaya raya, kan?"

Jade memijat kening. Beberapa kali dia menarik napas. Kali ini, Eri tidak bisa tinggal diam. Apalagi, Eri mendadak mendapat pencerahan di mana dia pernah mendengar nama Kuga Kyouhei.

Eri sengaja mendekatkan dua mikrofon hingga tercipta dengingan tajam. Perhatian seluruh ruangan itu kini teralih kepadanya. Eri berdeham sekali. Amarah membuat kepalanya mendidih. Kata-kata itu keluar dari mulutnya tanpa bisa ia tahan:

"Apakah anda yang meliput upacara kematian Yamashita Shiori?" kata Eri ketus, "Seharusnya anda dapat berpikir. Kalau sang ketua klan kaya raya itu seperti yang anda bilang... pria egois, penakluk wanita berdarah dingin. Apa anda mau bertunangan dengannya?"

Si sotonggurita tadi terlihat pucat pasi. Sesaat sebelum wajahnya berubah keunguan. Ditatap wartawan-wartawan lain membuat sotonggurita itu menunduk saking malunya.

"Saya rasa jawabannya sudah jelas, TIDAK BERMINAT."

Eri tidak tahu, dia sedang kesambet setan apa. Untung saja Kuga Kyouhei tidak datang. kalau tidak, mungkin pria itu sudah mencekiknya. Dalam hati, Eri berharap perkataannya tidak dimengerti Shouji. Meski sepertinya, harapan itu adalah sia-sia.

***

Jade langsung menyengir mendengar jawaban Eri. Diam-diam, dia menuliskan sesuatu di atas kertas:

'Yakin nggak minat? Kudengar, Kuga-sama sangat tampan dan piawai.'

Kertas itu diangsurkan kepada Eri. Eri mencibir kesal. Tidak ingin menarik perhatian, dia segera balas menulis:

'Nggak bakal.'

Jade Judy menahan tawa membaca jawaban Eri. Kelihatannya, dalam konferensi membosankan ini ada kegiatan yang bisa mengalihkan perhatiannya.

'Kalau pacar pertamamu ketua klan yakuza yang tampan, bukankah itu lumayan juga?'

Jade menoleh Andhika. Diam-diam, hatinya berbunga-bunga. Dia senang, Andhika mau berperan menjadi juru pos sekarang. Soalnya, Andhika yang menyita ponselnya.

LEBIH BAIK AKU JADI BIARAWATI DARIPADA HARUS MENGGADAIKAN KEPERAWANANKU PADA BAJINGAN TOLOL YANG TIDAK BISA MENGHARGAI WANITA.

Kali ini, tawa Jade menarik perhatian semua orang. Dia terpaksa minta maaf sambil terkikik-kikik. Untungnya, pembawa acara mengumumkan pertanyaan berikutnya adalah pertanyaan terakhir. Kali ini, mereka mempertanyakan tentang masalah IMB.

Awas beneran jatuh cinta, lho.

Tulisan terakhir Jade.

Eri langsung mencibir. Dengan kesal, dibentuknya kertas itu menjadi origami. Lalu dilemparkannya ke tong sampah. Satu-satunya keinginan Eri adalah... dia bisa kabur dari gala dinner, atau acara apapun setelah itu.

Sayangnya, Eri tidak tahu... ada tangan yang mengambil origaminya. Pria dengan kepala tertutup kain itu segera menyeringai jail. Ini akan menjadi hiburan yang sangat menarik.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro