Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

BAB 5 - You Drunk and We Kissed

"Beer, please..."

Dentuman musik up beat membahana di seluruh penjuru Xillemax. Dion sedang meneguk minumannya sambil memperhatikan satu persatu gadis yang lalu lalang didepannya. Ia mau mencari mangsa malam ini. Fokusnya sejenak menghilang ketika seorang lelaki menepuk bahunya dari belakang.

"Masih sore, Kak. Easy..." Kata Adrian menepuk kakak iparnya yang sedang fokus menatap setiap wanita yang lewat didepannya.

"Hi, Bro. Berani juga lo dateng kesini, nggak takut disuruh tidur diluar sama adik gue?" Balas Dion sambil berhigh five ala lelaki dengan Adrian.

Adrian terkekeh.

"Karena lo yang nyuruh gue dateng kesini, makanya gue berani. Tapi Maura udah wanti-wanti gue, jam 9 gue harus udah sampai rumah. Kalau enggak, gue dikuniciin, Kak." Kata Adrian sambil geleng-geleng kepala.

"Makanya, gue cuma mau ngasih kunci ini doang terus langsung cabut. Ada Satpol PP nungguin gue dirumah." Kata Adrian berkelakar sambil menyerahkan kunci apartemennya ke Dion.

"Suami-suami takut istri banget lo."

"Ouch, that hurt." Kata Adrian pura-pura tersinggung dan memegang dadanya.

"Kak, gue langsung cabut ya." Kata Adrian lagi sambil menepuk bahu Dion dan berjalan meninggalkan lelaki itu.

Dion mengangguk.

"Salam cium buat Sofie." Kata Dion setengah berteriak ketika Adrian sudah agak jauh darinya. Lelaki itu hanya mengacungkan jempolnya ke atas tanpa menoleh kebelakang dan meninggalkan Xillemax.

***

Dion menghembuskan napas berat. Ia tak ingin tidur dirumah malam ini. Ia ingin sendiri, butuh ketenangan dan perempuan. Ia sudah izin kepada Mamanya untuk tidur di apartemen Adrian. Semenjak adiknya menikah dengan Adrian, mereka membeli sebuah rumah yang masih satu komplek dengan rumahnya dan tinggal disana. Walaupun sekarang mereka tinggal disebuah perumahan, Adrian tak juga menjual apartemennya. Kata lelaki itu, banyak kenangan bersama Maura yang tertinggal disana. Jadi, kadang ketika Dion sedang penat dan tak ingin tidur dirumah, ia memilih untuk tidur disana. Tempat pelariannya. Dion sebenarnya bisa saja membeli sebuah apartemen dan tinggal disana, tapi ia tak tega melihat kedua orang tuanya hanya berdua dirumah. Yah, walaupun rumah adiknya itu dekat dari rumah mereka, tapi tetap saja, kadang Mamanya masih suka merasa sedih dengan suasana rumah yang sekarang sepi.

Dion kembali meneguk beernya. Dari tadi tak ada satupun perempuan yang menarik perhatian. Saat akhirnya ia memutuskan untuk meninggalkan Xillemax, pandangan matanya tertuju pada seorang gadis yang berjalan masuk sedang celingak-celiguk seperti orang bingung. Pandangan Dion terus mengikutinya sampai gadis itu terlihat menepuk seorang perempuan yang terlihat sudah mabuk di ujung bar sana.

Langkah kaki Dion seperti tersihir untuk mendekati gadis itu.

"Sedang apa kamu disini, Alana?"

"Ya, Tuhan! Chef Dion!" Alana sangat kaget sampai harus mundur beberapa langkah sambil memegangi dadanya.

"Kamu ngapain disini?" Ulang Dion dengan nada dinginnya.

"Oh, saya... itu... ini... saya... saya mau jemput teman saya, Chef." Tunjuk Alana ke temannya yang sudah setengah sadar itu dengan gugup.

Dion manggut-manggut saja.

"Mau temani saya minum?" Tawar Dion.

Alana belum sempat menjawab ketika tangannya sudah ditarik oleh Dion.

"Tapi... tapi teman saya gimana, Chef?"

"Tenang aja, dia aman disana. Saya kenal banyak orang disini. Teman kamu nggak bakal kenapa-napa.

Dion sudah membawa Alana ke tempat ia duduk tadi.

"Kamu mau minum apa?" Tanya Dion.

"Ehm, saya..."

"Oke, biar saya yang pilihkan buat kamu."

"Ton, one tequila, please."

Alana mendesah lesu. Ia kembali gagal mengucapkan kalimatnya. Padahal ia baru mau mengatakan kalau ia tak bisa minum, tapi Dion sudah memesankannya minuman. Dan sekarang, Alana malu untuk mengakatan kalau ia tak bisa minum. Alana masih dilanda rasa kaget dengan pertemuannya dengan Dion disini. Selain itu yang paling membuatnya kaget adalah sikap Dion yang sungguh bersahabat malam ini.

"Good choice." Kata Anton tersenyum penuh arti kepada Dion sambil menyerahkan satu gelas tequila kepada Alana.

Gadis itu mendelik marah menatap lelaki yang memberinya minuman ini.

Maksudnya bilang good choice apa sih?! Aku bukan perempuan kayak gitu!

"Oops, sorry. I don't mind." Kata Anton mengangkat kedua tangannya.

"Nggak usah dengerin kata Anton, Al." Kata Dion tertawa.

Oh, no... Chef Dion tertawa!

"Sudah baikan, al?" Kata Dion lagi.

Alana mengernyit sebentar.

Baikan? Baikan apa?

Lalu selanjutnya ia mengerti arti pertanyaan Dion barusan.

Chef Dion nanya kabar aku gimana? Nggak salah?!

"Sudah, Chef."

"Baguslah. Saya juga mau minta maaf atas tindakan saya beberapa hari ini."

WAIT, WHAT??!! AKU NGGAK SALAH DENGAR KAN??!!

"Kamu mau kan maafin saya?"

Alana menatap Dion tak percaya.

Ini serius?

Dan yang membuat Alana makin tak karuan adalah jantungnya sekarang bergedup kencang. Apalagi Dion mengucapkan permintaan maafnya dengan sangat manis.

"Saya sudah maafin Chef, kok." Akhirnya kata itu keluar dari mulut Alana.

"Terima kasih, Al." Kata Dion mengulum senyum.

Kenapa aku makin deg-degan gini?

"Cheers?" Kata Dion mengangkat gelasnya.

Alana dengan gugup, buru-buru mengangkat gelasnya juga.

"Cheers." Kata Alana tersenyum terpaksa.

Mau tak mau ia harus meminum minuman di depannya ini.

Ini minuman apa sih? Kok nggak enak?

Alana bertanya dalam hati saat minuman itu sudah masuk ke tenggorokannya.

"Gimana tunangan kamu?" Kata Dion yang langsung menyesali apa yang keluar dari mulutnya.

Alana ditempatnya langsung menjadi patung.

"Sorry, sorry, Al. Saya nggak bermaksud. Kamu nggak perlu jawab." Kata Dion penuh penyesalan.

Tapi entah kenapa Alana tak merasa marah, ia tadi hanya shock saja mendengarnya tapi setelah itu ia malah ingin menceritakan masalah ini kepada Dion. Selain itu entah kenapa tubuhnya terasa lebih ringan saat ini.

"No need to sorry. Saya memang berniat membatalkan pertunangan saya dengan Athar setelah kejadian kemarin." Kata Alana mulai bercerita.

Oh, namanya Athar...

"Lagipula saya nggak mau punya calon suami tukang selingkuh." Kata Alana lagi tertawa miris.

"Yeah, you should kick that dickhead." Kata Dion mencoba mencairkan suasana yang mulai canggung ini.

Alana tertawa mendengar mantan tunangannya itu dikatai dickhead oleh Dion.

"Mau tambah lagi?" Kata Dion yang melihat gelas tequila Alana sudah kosong.

Alana mau menggeleng tapi entah kenapa kepalanya mengangguk. Padahal tadi ia sendiri yang bilang kalau minuman ini tidak enak.

"Kamu sering kesini?" Tanya Dion.

Alana mengangguk lalu menggeleng.

"Nggak terlalu sering, biasanya saya kesini menjemput teman saya yang mabuk itu." Tunjuk Alana ke arah temannya yang mungkin sekarang sudah tertidur itu.

Dion hanya ber'O' ria.

"Chef pasti sering kesini ya?" Tuduh Alana.

Dion tertawa.

"Saya memang sering kesini. Kalau lagi penat atau bosan saya pasti langsung kesini."

Kali ini Alana yang ber'O' ria.

Setelahnya kedua orang ini diam. Bahan pembicaraan mereka sudah habis. Kini keduanya sedang berusaha berpikir, apa yang akan mereka obrolkan agar tak ada jeda lama seperti ini yang membuat mereka canggung.

Untungnya Anton datang dan menaruh satu lagi gelas tequila di depan Alana sambil tersenyum manis kali ini. Mungkin Anton takut karena tadi Alana melotot kepadanya.

Satu gelas tequila kembali masuk ke tenggorokannya.

"Saya sepertinya harus balik, Chef. Kasian teman saya sendirian disana." Kata Alana yang sudah ingin berdiri tapi kakinya tak berkata demikian.

Kenapa aku jadi susah berdiri? Kenapa aku kayak terbang gini?

"Kamu nggak pa-pa, Al?" Kata Dion menahan tubuh Alana dengan tangannya.

Alana tiba-tiba tertawa karena Dion membuatnya berdebar-debar dengan memegangi tubuhnya seperti ini.

"Nggak pa-pa." Kata Alana yang entah kenapa malah semakin ingin tertawa.

"Kamu mabuk, Alana?" Tanya Dion lagi.

Aku? Mabuk? Apa ini rasanya mabuk?

"Nggak tahu, deh..." Kata Alana lagi makin tertawa.

"Shit!" Dion memaki dirinya sendiri.

"Saya harusnya dari awal tahu kalau kamu nggak bisa minum!"

"Masa?" Kata Alana sambil mengerutkan dahinya balik bertanya kepada Dion.

Dion kesal pada dirinya sendiri. Betapa bodohnya membuat gadis yang tak bisa minum ini jadi mabuk didepannya. Lihat saja bagaimana Alan yang sudah tak bisa berdiri sampai harus ia peluk seperti ini.

"Kenapa Chef peluk saya?" Tanya Alana sudah dibawah pengaruh alkohol sepenuhnya.

"Kamu mabuk dan nggak bisa berdiri, Alana." Kata Dion makin mengeratkan pelukannya karena Alana berulang kali merosot dalam pelukannya.

"Chef pakai parfum apa? Saya suka..." Kata Alana semakin kacau dan mulai berani mengalungkan tangannya di leher Dion.

"Rumah kamu dimana, Al? Saya harus antar kamu, kamu nggak bisa pulang sendiri." Kata Dion berusaha menepis perasaan menggelitik saat tadi Alana mengalungkan tangannya di leher Dion.

"Harum..." Kata Alana kali ini sambil mengendusi leher Dion.

Dion seketika bergidik dengan tindakan Alana.

Ini tidak bagus.

"Saya baru tahu mata Chef warnanya abu-abu." Kata Alana yang sekarang memegang wajah Dion dengan kedua tangannya dan menatapnya lekat-lekat.

Dion berusaha memalingkan wajahnya. Sikap mabuk Alana tak baik untuk hati dan apa yang ada di dalam celananya.

"Bulu mata Chef juga tebal." Racau Alana sambil memainkan bulu mata Dion yang membuat lelaki itu memejamkan matanya.

Dion menggigit bibirnya.

Jangan Alana, jangan berbuat lebih jauh dari ini...

"Bibir Chef basah..." Kata Alana terkikik mengusap bibir Dion yang basah sehabis lelaki itu mengigit bibirnya.

Dion menangkap tangan Alana. "Kamu mabuk parah, Al. Saya harus antar kamu pulang." Dion berusaha menyangkal debar yang ada ketika tadi Alana mengusap bibirnya.

Alana kembali terkikik.

"Chef tahu nggak, saya jadi ngebayangin kalau saya nyium Chef. Gimana ya rasanya, hihihi."

DUARRRRR!!!

Kalimat Alana barusan menghentikan langkah Dion yang sedang berusaha membawa Alana keluar dari Xillemax.

"Boleh?" Kata Alana menagkup wajah Dion dengan kedua tangannya.

Demi Tuhan, gadis ini mabuk!!!

Tapi Dion tak bergeming. Malaikat sebelah kanannya yang mengatakan bahwa ia harus segera membawa Alana pulang dari sini terkalahkan oleh malaikat kirinya yang mengatakan untuk mencicipi sedikit rasa bibir Alana.

Dion mengeram saat akhirnya Alana mendaratkan satu kecupan di bibirnya.

"Manis..." Katanya dibibir Dion.

Detik berikutnya ketika Alana kembali mendekatkan wajahnya ke wajah Dion, lelaki itu sontak menariknya merapat ketubuhnya. Kali ini tak ada kecupan, karena bibir Alana sudah sepenuhnya dilumat oleh Dion.

***

Tak jauh dari Dion dan Alana yang kini tengah saling melumat, Anton mendecih sebal.

"Kayaknya peran gue disini cuma jadi saksi bisu, deh. Dulu, gue ngeliat adiknya ciuman disini, sekarang kakaknya. Terus guenya kapan?!"

***

PS : Sekali lagi, semua yang ada dicerita ini terjadi setelah I'm Into You selesai.

Aku kembali lagiiiiiiiii!
Gimana? Dapet feelnya nggak? Maaf kalo part ini nggak se'scream' di bayangan kalian.

Buat yang nunggu I'm Into You, sabar ya. Dalam waktu dekat akan segera aku upload :)

Selamat membaca, selamat mencintai pasangan ini.

Jangan lupa vote dan commentnya!

Abi.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro