Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

BAB 24 - From Kitchen with Love

*Yuk di tonton video penutup FKWLnya! Video ini berisi cuplikan kehidupan Alana dan Dion selama ini. Semoga berkesan dan suka ya! Kira-kira bikin baper nggak ya? Haha!*


1 tahun kemudian...

"Welcome to Aldio's!"

Pintu beraksen kayu itu di buka lebar-lebar. Para pengunjung yang sudah menunggu sedari pagi akhirnya berhamburan masuk. Mereka datang ke sini dengan satu tujuan yang sama. Rasa penasaran pada sebuah kafe baru dari dua chef kenamaan Indonesia yaitu Chef Dion Alderic Sudjatmiko dan Chef Alana Hayln.

Walau Aldio's baru di buka beberapa menit yang lalu, tapi sekarang sudah di penuhi oleh pengunjung dimana-mana. Ada yang langsung menuju table untuk menjaga tempat sedangkan teman atau pasangannya melakukan tugas lain, ada juga yang langsung menuju tempat bakery and cake terlebih dahulu lalu mengambil sebanyak yang mereka inginkan agar tidak kehabisan, ada juga yang memilih mengantri hanya untuk berfoto bersama Dion dan Alana, bahkan ada juga yang masih di luar karena tidak bisa masuk. Semua ini sungguh di luar dugaan. Dion dan Alana tak pernah mengira kalau pembukaan Aldio's akan seramai ini. Padahal mereka hanya mempromosikannya dari mulut ke mulut serta sosial media. Tapi antusiasme para cafe hunter dan anak-anak muda begitu luar biasa.

Ya, memang. Segmentasi pasar Aldio's lebih kepada anak muda yang suka 'nongkrong cantik'. Begitu istilah yang di pakai saat ini. Tapi Aldio's juga tidak menutup kemungkinan bagi keluarga yang ingin bersantai atau meluangkan waktu di akhir pekan dengan berbincang sambil menikmati makanan di sini. Atau pada hari-hari kerja jika ada perusahaan yang mencari suasana baru untuk meeting. Aldio's pun bisa menjadi alternatif. Intinya, Aldio's bisa menjadi rumah kedua bagi siapa saja. Itu terlihat dari pemilihan tema yang di ambil Dion dan Alana. Homey, warm and cozy. Proses pemesanan dan pembayaran pun di lakukan di tempat yang sama. Menurut Dion dan Alana sih, agar interaksi pengunjung dengan mereka lebih terjalin dan berkesan. Bahkan kabarnya, sampai ada investor yang sengaja datang hari ini untuk menawarkan Aldio's menjadi franchise dan di taruh di mall-mall besar.

Sebenarnya, awal mula tercetusnya Aldio's adalah karena impian Alana yang ingin mempunyai kafe sendiri. Akhirnya dengan pemikiran masak-masak, Dion meninggalkan The Sheares's Quarters demi mewujudkan mimpi wanita yang paling di cintainya itu. Saat itu Alana senang luar biasa, ia ciumi Dion berulang kali sambil menangis di dadanya. Alana mengucapkan kata cinta puluhan kali kepada Dion dan sebagai gantinya, lelaki itu boleh meminta apa saja darinya. Dan kalian tahu apa yang terjadi? Alana tak masuk kerja selama tiga hari karena tidak bisa berjalan!

Ah, bicara mengenai pekerjaan Alana,  ia pun akhirnya memutuskan keluar dari Ladurée Soho demi menggapai impiannya selama ini bersama Dion. Lagipula, sejak Aidan lahir tahun lalu, Alana sangat tidak bisa jauh dari putranya itu. Jadi, dengan adanya Aldio's ia bisa serta membawa Aidan saat bekerja. Yang tentunya, tidak akan di marahi atasan karena bos dari Aldio's adalah ayah Aidan sendiri. Ya, benar. Dion tetap memegang kendali. Walau Alana sudah bergelar chef dengan keahlian yang mumpuni, bagi Dion, Alana tetap lah seorang istri yang harus melayani suami. Karena itu Alana di tempatkan pada bagian yang lebih ringan namun sesuai dengan keahliannya. Bakery, cake serta dessert. Sedangkan Dion menangani minuman, appertizer, main course dan special menu. Walau pada kenyataannya mereka tetap di bantu oleh sous chef dan karyawan. Pasalnya, pada saat-saat tertentu Dion membutuhkan Alana dan itu tidak bisa di ganggu gugat karena hal tersebut menjadi pekerjaan sampingan Alana di sini.

Tugas sampingan Alana adalah sebagai charger Dion. Ya, sebagai pengisi baterai seorang Dion Alderic Sudjatmiko. Mulai dari memberi semangat ketika Dion lelah, memeluk sampai mencium atau menemani Dion beristirahat di kamar pada saat break jam makan siang. Dion memang sengaja membuat satu kamar tersembunyi di lantai atas untuk dirinya dan Alana atau Aidan kalau anaknya itu sedang di bawa ke Aldio's. Tapi, tentunya kalian paham kan makna tersirat dari adanya kamar tersembunyi? Kalau dulu ada gudang di The Sheares's Quarters dan Dion sudah sebegitu nakalnya, apalagi sebuah kamar? Entah akan seperti apa jika di bayangkan...

Tapi jangan salah, dari semua hal di atas justru Alana lah yang paling senang dan bahagia. Ya Tuhan... kadang sifat seseorang bisa berubah dengan sangat drastis ya?

***

Di tengah penuhnya Aldio's, padatnya orderan yang masuk dan pelayan yang hilir mudik, satu persatu sahabat, rekan-rekan serta keluarga dari Dion dan Alana mulai berdatangan. Romi dan Chef Wayan adalah orang pertama yang terlihat hadir.

"Guys, selamat ya akhirnya kalian punya kafe sendiri! Gue doain sukses! Tapi jangan sukses-sukses amat lah, nanti The Sheares's Quarters nggak ada pengunjungnya lagi! Mana head chef yang sekarang kerjanya ngajak perang mulu sama gue! Pecah kepala gue lama-lama!" Romi menyalami Dion dan Alana sambil sedikit curhat. Alana langsung terbahak di pundak Dion sedangkan lelaki itu hanya bisa mengucapkan kata sabar dengan nada mengejek.

"Alana, Dion, selamat ya atas kafe baru kalian ini. Saya sebagai senior kalian sangat bangga. Kalian berdua adalah murid terbaik saya. Dan melihat kalian berdua di sini, saya baru tersadar bahwa jodoh memang misterius ya. Jauh-jauh kalian mencari ke sana-sini, tapi Tuhan mempertemukan kalian di dapur-dapur juga. Di The Sheares's Quarters pula!" Chef Wayan memberi pelukan pada keduanya yang di sambut hangat penuh tawa oleh Dion dan Alana. Keduanya pun ikut bangga pernah bekerja dengan seorang maestro seperti Chef Wayan.

Yang kedua, terlihat Anton datang bersama Arin dengan perutnya yang buncit.

"Ma' Bro! Selamat dan sukses! Asik gue punya tempat makan gratis nih! Yang kayak gini harus di rayain, Bro! Kapan ke Xillemax lagi? Tenang, kartu VIP lo udah gue perpanjang..." Anton merangkul Dion yang langsung di hadiahi pelototan oleh Alana.

"Kamu masih sering ke Xillemax?!"

Dion tersenyum salah tingkah. "Enggak, Sayang. Yang sering itu Adrian bukan saya..."

"Bohong, Al. Mereka sama Adrian tiap akhir bulan ngumpul. Duduknya di pojok sambil ngerumpi. Heran." Arin nyeletuk yang langsung membuat Anton dan Dion gelagapan.

"Al, Yon, gue sama istri gue ke tempat bakery dulu ya, mau cobain roti sama kuenya..." Anton langsung menarik tangan Arin agar terhindar dari peperangan yang sepertinya baru saja akan di mulai.

"Oh, jadi gitu ya. Udah mulai suka ngerumpi sekarang..." Ucap Alana ketika Anton dan Arin sudah pergi.

"Alana... tapi kan saya selalu izin sama kamu kalau mau ke Xillemax. Yang kita obrolin juga permasalahan bapak-bapak muda jaman sekarang. That's it. Nggak lebih. Jangan marah, okay?" Dion berusaha mencium Alana ketika pundaknya di tepuk kencang oleh seseorang.

"Jangan jadi manusia bar-bar! Lagi acara pembukaan kayak gini malah cium-ciuman di tempat umum! Tuh, di liatin banyak orang! Malu!" Reni langsung mengomeli Dion dan membuat Alana jadi salah tingkah sendiri.

"Kan istri sendiri, Ma..." Balas Dion kesal tapi langsung mencium tangan Reni dan memeluknya.

"Mama sama siapa ke sini?" Tanya Alana sambil mengikuti apa yang Dion lakukan.

"Mama ke sini sama Papa, tapi nebeng mobilnya Adrian karena mobilnya si Papa lagi di bengkel. Duh, pusing kepala Mama, Al. Selama di jalan, si Sofie sama Raffi kerjanya berantem teruuuus. Makanya sekarang Mama mau makan sama minum yang enak-enak." Ucap Reni yang setelah itu langsung menghilang ke deretan bakery and cake dengan mata berbinar-binar.

Setelah Reni menghilang, yang baru di bicarakan pun datang. Adrian menggandeng Sofie sedangkan Maura menggendong Raffi.

"Lho, kok ini pada nangis sih?" Tanya Dion saat melihat mata Sofie dan Raffi yang merah sembab.

Sofie tak menjawab. Wajah cemberutnya tak bisa di tutupi walau anak itu menyembunyikannya sambil memeluk perut Adrian. Berbeda lagi dengan Raffi yang memilih leher Maura sebagai tempat persembunyian.

"Biasa, Majapahit sama Sriwijaya abis perang." Bisik Adrian di telinga Dion yang membuat keduanya langsung terbahak kencang.

"Kakak Sofie, salim dong sama Ongkel dan Mama Al." Maura buka suara melihat Sofie yang masih bergelung cemberut di pelukan Adrian.

Akhirnya Sofie mendongakan wajah cemberutnya lalu menyalami Dion dan Alana.

"Sekarang Raffi yang salim. Ayo, nggak boleh cemberut terus." Ucap Adrian yang mengambil alih Raffi dari gendongan Maura.

Raffi pun ikut menyalami Dion dan Alana masih dengan wajah cemberutnya persis seperti Sofie.

"Baikan dong, Sayang... kalau nggak baikan, Sofie sama Raffi udahan aja ya jadi kesayangannya Ongkel?" Dion berjongkok lalu menatap Sofie dan Raffi bergantian. Namun keduanya tetap diam dan cemberut.

Kini, gantian Alana yang mencoba. "Yaudah, gimana kalau Kakak Sofie sama Raffi temenin Aidan aja? Aidannya lagi main sendirian tuh. Kakak Sofie sama Raffi mau kan main sama Aidan?" Alana ikut berjongkok dan membujuk keduanya sambil menunjuk Aidan yang sedang di gendong oleh orang tua Alana.

Seketika keduanya langsung mengangguk dan tersenyum. Malah Sofie langsung menarik tangan Raffi untuk berlari ke arah Aidan dan melupakan pertengkaran mereka.

Alana tersenyum puas, Dion dan Maura tercengang sedangkan Adrian mendesah panjang.

"Pusing, Bro. Lelah gue jadi bapak." Adrian geleng-geleng kepala melihat kepergian Sofie dan Raffi.

"Lelah, lelah. Emang kamu ngapain sampai lelah gitu? Mereka berantem aja langsung di serahinnya ke aku. Kamu kan kerjanya lepas tangan terus." Maura nyeletuk sambil meremas pantat Adrian dengan kesal.

"Tuh, kan, lihat kan Maura tangannya nggak bisa diam? Ini kode nih. Minta di bikin lelah juga nanti malam." Ucap Adrian kepada Dion dan Alana sambil menunjuk tangan Maura yang masih bertengger di sana.

"Kayon, Al, kita lihat-lihat kafenya dulu ya sambil nemenin anak-anak." Kata Muara makin merapat ke tubuh Adrian.

Dion hanya geleng-geleng melihat kelakuan adiknya sedangkan Alana jadi iri sendiri dan reflek merangkul pinggang Dion.

"Dri, ayo dong Sayang... aku mau lihat-lihat kafenya Kayon..." Maura merengek dan menarik tangan Adrian untuk mengukutinya.

"Oke deh, Kak, Al, sekali lagi congrats ya pembukaan atas Aldio's. Gue mau nemenin si Centil dulu nih." Ucap Adrian melambaikan tangan kepada Dion dan Alana lalu merangkul pinggang Maura dan mengikuti kemana pun istrinya itu pergi.

Setelah keduanya pergi, tiba-tiba terdengar bunyi gaduh dari pintu masuk. Saat Dion dan Alana melihat ke sana, raut wajah Dion langsung berubah menjadi malas sedangkan Alana menjadi sumringah.

"SELAMAT ATAS PEMBUKAAN ALDIO'S! YEEEAYYYY!"

Teriakan dari tiga suara yang berbeda itu begitu memekakan telinga Dion dan Alana serta pengunjung yang lainnya.

"Kalian ngapain sih ke sini?" Tanya Dion malas. Tangan Dion bahkan sampai reflek melingkar di pinggang Alana karena takut istrinya itu akan di peluk atau di cium oleh tiga mantan anak buahnya di The Sheares's Quarters, Trio Ember.

"Ya ampun, Chef... mulut gergajinya masih aja nggak berubah." Celetuk Gilang.

"Kita datang ke sini itu untuk memberi selamat, mengirim doa dan menambah kebahagiaan. Bukannya di sambut hangat malah di jutekin kayak maling sendal jepit. Ya nggak, Sob?" Lanjut Bimo.

Gilang mengangguk sedangkan Samuel dari tadi hanya diam saja.

"Eh, Muel, kok lo diam aja sih? Sakit gigi lo?" Tanya Gilang.

Tapi Samuel tetap diam.

"Oh, gue tahu nih. Si Samuel lagi terkena chef syndrome. Maklum baru di angkat sama Romi jadi head chef. Jadi efek sombongnya masih kenceng banget." Celetuk Bimo.

Mendengar ucapan Bimo, Samuel langsung membusungkan dada dan tersenyum sombong sambil mengulurkan tangannya ke arah Dion.

"Perkenalkan, saya Samuel Hardiansyah. Head chef baru di The Sheares Quarter's."

"Yaelah, biasa ngupas bawang aja sok! Ucap Gilang.

"Nggak pantes woy! Nggak dapet feelnya!" Tambah Bimo.

"Bukan saya yang ngomong ya, Samuel." Ucap Dion menjabat tangan Samuel sambil menyeringai.

Samuel langsung cemberut. Persis seperti Sofie dan Raffi tadi.

"Chef, pindah lagi aja ya ke The Sheares's Quarters... saya nggak bahagia naik pangkat jadi sous chef kalau jenis head chefnya makhluk astral kayak dia." Celetuk Bimo.

"Iya Chef, saya sama Bimo kerjanya di tindas terus sama lumba-lumba beracun itu..." Kini Gilang ikut-ikutan.

"Nggak apa-apa kali Bim, Lang, gitu-gitu Muel kan masaknya juga jago..." Sambung Alana yang langsung membuat Samuel berbinar bahagia.

"Lo emang best friend gue banget, Al!" Seru Samuel girang dan hendak memeluk Alana ketika Dion langsung mencegahnya.

"Jangan coba-coba peluk istri saya." Dion langsung memeluk Alana sambil mencium keningnya dengan gaya sombong yang di perlihatkan.

"Ya ampun, Chef... pelit banget sih. Istrinya di pegang sedikit aja nggak boleh. Lama-lama santet juga nih." Ucap Samuel lagi yang langsung membuat Gilang dan Bimo terbahak lalu membuat high five bersama dengan Samuel. Dasar trio aneh! Tadi saling mengejek, tapi kalau urusan mengejek Dion kembali kompak!

"Hati-hati, Al. Kalau di The Sheares's Quarters ada kita yang suka ngingetin sambil gedor-gedor pintu gudang. Kalau di sini, siapa coba?" Ucap Gilang yang tiba-tiba melenceng jauh dari pembicaraan.

"Pakai timer atau alarm aja biar nggak kelamaan. Pelayan di sini kan nggak ada yang sepeka kita." Kini Bimo menambahkan.

"Ya, tapi kalau mau bablas juga nggak apa-apa sih, biar Aidan ada temennya." Tambah Samuel makin-makin.

Alana hanya bisa tertunduk malu mendengar ocehan sahabat-sahabatnya yang sangat mengerti dirinya dan Dion. Sedangkan Dion? Rahangnya mulai bergemeletuk dan bibirnya menipis.

"Kesabaran saya mulai habis..." Ucap Dion mendesis.

Namun Trio Ember terlihat santai.

"Eits, nggak boleh marah Chef. Hari ini kan kita bertiga jadi pelanggan di sini. Dan pelanggan adalah raja." Ucap Gilang tersenyum menyebalkan.

"Sayang, kamu bisa ambilin pisau yang kemarin baru saya beli?" Tanya Dion kepada Alana dengan nada begitu lembut.

Samuel, Bimo dan Gilang menegak ludah.

"Guys, kita main sama Aidan aja yuk." Ujar Bimo memberi usul.

Samuel dan Gilang langsung mengangguk cepat.

"Aidan ganteeeeng, Ongkel Uel, Ongkel Imo sama Ongkel Ilang dateng nih. Main yuk..." Ucap ketiganya sambil meninggalkan Dion dan Alana dengan cepat.

***

Para pemain home band Aldio's tengah menyiapkan lagu untuk di nyanyikan berikutnya ketika Dion menginterupsi mereka.

"Untuk lagu selanjutnya, saya yang akan menyanyi." Dion berkata sambil tersenyum malu-malu.

Seluruh pengunjung yang ada di Aldio's langsung menghentikan segala aktivitasnya ketika mendengar ucapan Dion tak terkecuali Alana yang sedang melayani pembeli.

"Lagu berikut ini khusus saya persembahkan kepada wanita tercantik di ujung sana." Tunjuk Dion ke arah Alana. Semua kepala pun ikut menoleh.

Alana langsung mematung, jantungnya mulai bertedak lebih kencang.

"Bisa kamu naik ke atas sini sebentar?" Tanya Dion dari tempatnya.

Alana hanya bisa mengangguk malu karena sekarang dirinya sedang menjadi pusat perhatian. Setelah menyerahkan tugasnya kepada karyawan lain, Alana berjalan mendekati tempat Dion berdiri. Setelah di bantu Dion naik, kini Alana sudah berdiri di samping lelaki tersayangnya itu.

"Wanita di samping saya sekarang ini adalah seseorang di balik terciptanya Aldio's. Tanpa dia, Aldio's tidak akan pernah ada. Alana Dion. Itulah kepanjangan dari Aldio's. Tapi bagi saya itu bukan hanya sekedar nama. Melainkan mimpi, doa dan cita-cita. Alana Hayln, saya bahagia karena apa yang kamu impikan, yang kamu doakan dan yang kamu cita-citakan akhirnya terkabul. Kebahagiaan kamu adalah kebahagiaan saya juga. Semoga kafe ini ke depannya bisa menjadi ladang rizki bagi keluarga kecil kita ya, Sayang..." Ucap Dion sambil mencium tangan Alana.

Mata Alana berkaca-kaca. Tanpa bisa di tahan, Alana menarik kepala Dion mendekat dan mencium lelaki itu di hadapan semua orang. Spontan semuanya langsung bertepuk tangan bahkan sampai ada yang berteriak histeris.

"Dan lagu berikut ini adalah bentuk rasa cinta saya kepada kamu. Kamu adalah wanita yang bisa membuat hidup saya berubah. Saya nggak tahu harus melakukan apa dalam hidup ini kalau nggak ada kamu. Mungkin saya bisa gila, Alana. Untuk itu, terus sayangi saya, cintai saya, jaga saya, lindungi saya dan jangan pernah bosan mengurus saya. I love you, Sayang..." Ucap Dion lagi saat bibirnya terlepas dari bibir Alana.

"Here it is. Angels Brought Me Here by Guy Sebastian." Lanjutnya sambil menyeka satu titik bening dari pipi Alana.

It's been a long and winding journey, but I'm finally here tonight
Picking up the pieces and walking back into the light
Into the sunset of your glory, where my heart and future lies
There's nothing like that feeling, when I look into your eyes

Dion memeluk Alana erat, mengusap-usap punggungnya, meredakan tangis bahagia istrinya itu. Membuat seisi Aldio's menatap iri keduanya.

My dream came true, when I found you
I found you, my miracle

Dion mencium kening Alana, menggesekan hidung mereka sambil menatap Alana penuh cinta.

If you could see, what I see, that you're the answer to my prayers
And if you could feel, the tenderness I feel
You would know, it would be clear, that angels brought me here

Kemudian Dion menyatukan kening mereka dan mencium bibir Alana sekali lagi yang membuat seisi Aldio's semakin histeris.

***

"Aidan sudah bobo lagi?" Dion mencium kening Alana sambil memperhatikan istrinya itu yang sedang menyabuni badannya.

Alana yang sebelumnya sempat keluar dari bathtub karena mendengar Aidan menangis telah kembali ke pangkuan Dion. Ia tersenyum mengangguk sambil membersihkan beberapa busa yang hinggap di sekitaran wajah Dion.

"Kamu sexy sekali keluar masuk bathtub telanjang seperti ini." Ucap Dion menggoda pinggul Alana dengan pinggulnya.

Alana menunduk malu sambil terus menyabuni Dion dengan telaten.

"Nggak nyangka ya, pembukaan Aldio's seramai tadi. Aidan juga tadi senang banget main sama Sofie dan Raffi sampai kecapekan." Ucap Alana memulai pembicaraan.

Dion hanya bergumam sambil memejamkan mata karena perlakuan Alana yang sekarang sedang memijat pundaknya membuat ia begitu rileks. Alana tersenyum. Ia cium pangkal hidung suaminya itu. Dion pun ikut tersenyum. Di peluknya tubuh telanjang Alana sehingga menempel erat dengan tubuhnya yang penuh busa.

"Akhirnya sekarang kita bisa kerja bareng lagi ya, Al." Dion membuka mata, menggesekan hidungnya dengan hidung Alana.

Alana terkikik manja. Ia makin merapatkan pelukannya pada Dion.

"Saya jadi bisa isi baterai sepanjang hari lagi." Dion mulai mencium curuk leher Alana.

"Saya juga bisa curi-curi ciuman dari kamu setiap saat." Sekarang Dion mencium pipi Alana gemas sampai terdengar bunyi 'pok'.

"Dan saya bisa juga melakukan hal terlarang seperti ini ke kamu kapan saja." Ucap Dion sambil meremas payudara Alana.

"Dion!" Alana memukul tangan nakal suaminya itu yang di balas dengan tawa puas Dion.

Lelaki itu gemas sekali dengan sikap malu-malu kucing Alana. Ia ciumi seluruh wajah Alana secara tak beraturan sampai akhirnya Alana jengah karena suhu tubuhnya menjadi panas.

"Dion! Sudah dulu ciumnya! Saya nggak bisa nyabunin badan kamu. Kapan kita selesai mandi kalau kamu cium saya terus?"

Dion tergelak namun ia memilih menurut pada Alana. Lelaki itu mulai menyenderkan tubuhnya di kepala bathtub sambil menikmati usapan-usapan Alana pada tubuhnya. Dion mulai terbawa suasana. Kamar mandi yang tenang di tambah lilin-lilin aromatherapy yang di pasang istrinya itu malah membuatnya terbuai.

"Kamu ngantuk?" Alana bertanya saat ia merasa bahwa Dion hampir tertidur.

"Hhhmmm." Dion melingkarkan tangannya di punggung polos Alana yang licin karena sabun.

"Kebiasaan deh." Ucap Alana menjawil hidung Dion dengan busa. Tak lupa ia lilitkan kakinya dengan manja ke seputaran pinggang Dion yang juga tertutup oleh busa.

"Makanya paling malesin mandi di bathtub sama kamu. Pasti ngantuk terus." Kata Alana lagi dan mulai mengambil shampo lalu mengeramasi Dion.

Dion tersenyum dengan matanya yang terpejam. "Habisnya enak, Al. Di usap-usap kamu terus. Bukannya ngapa-ngapain kamu di sini malah ngantuk jadinya."

Alana meremas rambut Dion sebagai reaksi dari jawaban nakal itu. Dion hanya terkekeh dan makin mendekap erat tubuh Alana hingga dada polos mereka saling bersentuhan. Alana mulai menggeliat tak enak. Apalagi saat tangan Dion mulai masuk ke dalam air dan mengarahkan miliknya ke dalam milik Alana.

"Dion..." Tangan Alana yang sedang mengeramasi Dion langsung berhenti seketika. Matanya terpejam dan satu desahan keluar dari mulut mungilnya.

"Katanya... tad... dih... ngantuk..." Alana menggigit bibirnya sambil membenarkan letak duduknya agar milik Dion masuk sepenuhnya.

Dion tertawa. "Apa kamu percaya kalau saya ngantuk di saat kamu sangat menginginkan ini?" Tanya Dion menggerakkan pinggulnya yang membuat Alana mendesah panjang.

"I know you wait for this. Jangan kamu kira saya nggak tahu. Tapi kamu selalu malu untuk bilang. Iya kan?" Tanya Dion jahil meremas payudara Alana.

"Hampir dua tahun kita menikah dan kamu masih saja seperti ini." Lanjutnya sambil kali ini menekan pantatnya ke atas yang membuat Alana mengerang dan menggigit telinga suaminya itu.

"Habisnya malu... nggak ngerti cara mintanya gimana sama kamu..." Jawab Alana dengan mata sayunya sambil meremas rambut Dion yang berbusa dimana sekarang lelaki itu sedang menghisap sesuatu yang kecil di dadanya.

Dion yang gemas, menariknya sedikit kencang hingga membuat Alana menjerit kecil.

"Masih malu kamu bilang? Mau sampai kapan kamu malu sama suami kamu sendiri, Alana..." Ucap Dion yang kini meremas payudara kiri Alana.

"Besok-besok nggak malu lagi, janji..." Desah Alana yang sudah di tutupi kabut gairah.

"Dion..." Racaunya lagi karena lelaki itu tak bergerak juga di bawahnya.

"Apa..." Kata Dion di atas angin. Lelaki itu sebenarnya sangat tahu maksud Alana tapi ia menahannya saja, ingin Alana yang meminta.

"Ayo..." Alana mendesah lemah sambil memukul dada Dion.

"Ayo apa, Sayang..." Balas Dion jahil sambil menangkup kedua payudara Alana dan menciumnya secara bergantian.

"Please..." Lirih Alana setengah kesal setengah berkabut.

"Please apa sih, Sayang..." Dion masih saja bercanda.

Alana makin kesal. Di pukulnya dada Dion berulang kali.

"Jahat... kamu jahat..." Sekarang Alana mulai menangis antara malu, marah dan tak kuasa menahan gairah karena Dion menggantungnya di saat hasratnya sedang di puncak.

Tapi Dion malah tertawa. "Malu sama Aidan, Al. Aidan saja kalau sakit nangisnya sebentar. Kamu cuma di gantung seperti ini sudah pukul-pukul saya."

Benar-benar kesal, akhirnya Alana bangkit namun Dion segera menahannya. Bathtub yang licin membuat kaki Alana tak sengaja terpeleset dan membuat dirinya terjatuh sempurna ke dalam air dengan menindih Dion sehingga banyak air dan busa yang tumpah sampai ke lantai kamar mandi. Dan Alana semakin marah karena Dion malah tertawa di atas penderitaannya.

Malu bercampur marah, Alana memukul-mukul dada Dion lagi. Tapi Dion malah memeluk Alana dan semakin tertawa. Namun, di usapnya kepala istrinya itu sambil ia cium karena sepertinya kepala Alana terbentur ujung bathtub saat terjatuh tadi. Itu terbukti dari terdengarnya bunyi 'dug' saat Alana jatuh beberapa detik lalu.

"Kamu kejedot bathtub ya? Maaf ya, Al..." Ucap Dion sebisa mungkin menahan tawa.

"Lepasin! Kamu jahat! Saya mau mandi di shower aja! Malam ini jangan tidur di kamar! Sana tidur di sofa!" Teriak Alana semakin memberontak.

Ia masih saja meraung di dada Dion saat secepat kilat suaminya itu merentangkan paha Alana dan memasukan sesuatu yang Alana inginkan sedari tadi. Spontan Alana melenguh. Amarah dan gairah langsung melebur menjadi satu.

"Shhht, jangan marah lagi ya. Your favorite inside you now." Bisik Dion sambil menaruh jari telunjuknya di bibir Alana kemudian melihat ke kanan dan ke kiri seakan kalimat yang di ucapkannya barusan merupakan sandi rahasia yang tak boleh ada seorang pun mengetahui.

Alana menggigit bibirnya. Ia sebal dan cinta lelaki di depannya ini. Tak tahan, akhirnya Alana tertawa dan melingkarkan kakinya di perut Dion yang membuat milik Dion masuk semakin dalam.

"Kamu nyebelin banget..." Pukul Alana main-main kali ini.

Dion tersenyum geli. "Kamu masih ingat nyanyian Maura kalau dia bikin Aidan nangis tapi habis itu ketawa?" Tanya Dion mulai maju mundur yang membuat Alana melenguh lagi.

Istrinya itu hanya bisa menggeleng lemah. Dengan gemas ia dekatkan bibirnya ke telinga Alana kemudian berbisik di sana.

"Ngis gula jawa, abis nangis ketawa-tawa."

Alana sontak tertawa kencang sambil memukul bahu Dion. Bisa-bisanya Dion mengejeknya dengan nyanyian itu!

"Stop bercandain saya terus..."

"Tapi janji nggak boleh malu lagi minta ini ke saya. Paham, Alana Hayln?"

Alana hanya mengangguk lemah sambil mendesah di telinga lelaki itu karena air di bathtub mulai membentuk pola maju mundur sesuai dengan apa yang di lakukan Dion di bawah. Tak puas melihat Alana yang hanya mengangguk, Dion berhenti. Mata Alana langsung terbuka dan melotot.

"Kenapa berhenti lagi?!" Tanya Alana kesal.

Dion tersenyum licik. "Kamu belum jawab."

Alana menjenggut rambut Dion main-main karena frustasi. Dion menganga sebagai reaksi. Alana kalau sudah marah suka tak terduga.

"Tadi kan sudah di jawab..." Rengek Alana.

"Kamu cuma mengangguk. Saya nggak ngerti kamu mengangguk untuk apa."

"Apa harus di jelaskan secara detail?!" Tanya Alana tak tahan lagi.

"Harus, Bu Guru..." Jawab Dion yang masih saja bercanda.

Alana menggigit bibirnya. Dion rupanya ingin Alana memberanikan diri. Perlahan ia dekatkan bibirnya ke telinga Dion dan berbisik di sana. Ia selalu ingat ucapan Dion yang mengatakan bahwa jika belum berani berbicara lantang, Alana boleh berbisik di telinganya. Yang penting harus jujur. Dan itulah yang ia lakukan sekarang.

"Mulai detik ini, Alana Hayln nggak boleh malu untuk meminta ini..." Alana berhenti sejenak, tersenyum menggoda sambil menekan pantatnya ke bawah kemudian memutarnya yang membuat Dion menganga lebar tak menyangka Alana akan langsung seliar ini. "...ke Dion..." perlahan ia cium kening Dion, "...Alderic..." lalu turun ke hidung, "...Sudjatmiko..." dan menatap Dion lekat.

Kemudian dengan perlahan bibirnya mencium Dion, menghisap bibir bawah lelaki itu lalu menggigitnya agar terbuka. Persis yang Dion ajarkan dalam 'langkah-langkah membuka mulut Dion'.

Dion mengerang tertahan, di balasnya ciuman Alana tak kalah menggoda. Alana tersenyum penuh kemenangan. Di eratkan lilitan kakinya pada perut Dion. Di ambilnya sebelah tangan Dion yang sedang menangkup wajahnya lalu ia arahkan ke payudaranya. Tahu apa maksud Alana, Dion meremasnya dan bermain di sana.

"Faster, Chef Dion..." Bisik Alana menggoda di telinga Dion lalu menggigitnya.

Dion meraung mendengar Alana berkata seperti itu.

She makes me really hard!

"Kamu nggak akan bisa jalan setelah keluar dari sini." Kata Dion penuh peringatan.

Alana terpekik kaget karena gerakan Dion semakin cepat. Alana langsung menggigit bahu Dion agar teriakannya tak membangunkan Aidan.

Setelahnya hanya terdengar bunyi desahan napas terengah-engah dan air bathtub yang semakin banyak terbuang ke lantai karena aktivitas dua orang di dalamnya yang sedang membuat ombak dari tubuh mereka yang saling menempel, licin, telanjang dan berhadapan.

***

"Aidan suka cookies buatan Mama? Iya? Besok kita bikin lagi ya..." Alana tersenyum sambil menggesek-gesekan hidungnya ke hidung Aidan.  Balita montok yang umurnya hampir satu tahun itu hanya tertawa dengan menampakan giginya yang baru tumbuh satu buah walau sebenarnya ia tak mengerti apa yang di ucapkan Alana.

"Aidan ngobrol apa sih sama Mama? Kayaknya senang banget... Papa di ajak dong." Dion yang baru selesai mandi langsung mencium pipi Aidan gemas sampai terdengar bunyi 'pok'.

"Diooooon, keringin dulu dong rambutnya! Tuh lihat, mata Aidan kemasukan air dari rambut kamu." Alana berdecak kesal sambil meniup-niup mata Aidan yang kelilipan walau sebenarnya ia berdesir melihat Dion hanya mengenakan handuk putih yang menggantung rendah di pinggangnya.

"Good morning, Sayang." Malah itu yang keluar dari mulut Dion sambil ia tarik Alana yang sedang kesal secara paksa untuk ia cium. Bahkan punggung Alana sampai membentur dada telanjang Dion yang basah sehabis mandi.

"Saya maunya kamu yang keringin rambut saya..." Ucap Dion lagi dengan nada manja sambil memeluk Alana dari belakang.

"Dan, bilangin Papa dong biar nggak manja terus sama Mama." Alana berkata pada Aidan yang membuat Dion tergelak dan menggigit telinga istrinya itu.

"Nggak. Pokoknya Papa mau manja terus sama Mama. Aidan nggak usah ya? Mamanya buat Papa aja ya, Dan?"  Kini Dion semakin merapatkan tubuhnya pada Alana.

Melihat Dion yang sekarang terus menciumi pipi Alana berulang kali, Aidan seakan mengerti kalau ibunya hanyalah milik ayahnya seoranng. Hal itu membuat Aidan langsung menangis.

"Dion! Anak sendiri di godain! Tuh, kan, Aidannya nangis!" Kesal Alana yang langsung menggendong Aidan sambil meredakan tangisnya dengan menepuk-nepuk pantat anak itu.

"Enggak, Sayang. Papa bohong kok. Aidan aja ya yang manja sama Mama. Papa nggak usah." Alana berusaha membujuk Aidan agar anak itu berhenti menangis.

"Kapan kamu mau keringin rambut saya?" Tiba-tiba Dion sudah merengek manja di belakang Alana sambil tangannya menciumi tangan Aidan yang montok.

Alana melotot. "Sabar sebentar, Dion! Ini anak kamu masih nangis!" Bisik Alana.

Kemudian tanpa di duga Dion mengambil Aidan dari gendongan Alana.

"Jagoan Papa nggak boleh nangis dong. Maafin Papa ya. Papa bercanda. Mama punya kita berdua kok. Punya Aidan dan Papa. Jadi nggak usah nangis lagi ya, Nak." Ujar Dion mencium pipi Aidan dengan gemas lalu mengelitiki anak itu.

Aidan pun akhirnya berhenti menangis dan mulai tertawa di gendongan Dion. Alana yang melihat itu jadi gemas sendiri pada keduanya.

"Mana handuknya?" Tanya Alana pada akhirnya ketika ia merasa sudah bisa mengeringkan rambut Dion karena sekarang Aidan anteng di gendongan Dion.

"Pakai handuk ini aja, Al." Jawab Dion datar sambil menunjuk handuk yang melilit di pingangnya dengan dagu.

Dahi Alana mengkerut. "Emangnya kamu sudah pakai celana dalam?"

Dion terkekeh. "Belum."

Alana langsung melotot sejadi-jadinya. "Diooon! Terus yang di bawah nggak di tutupin gitu? Jangan ngaco deh! Ada Aidan!" Alana memukul lengan Dion berulang kali sampai membuat lelaki itu terbahak.

"Aidan kan nggak mungkin lihat ke bawah. Lagipula dia juga belum paham."

Alana melongo. Dasar Dion! Kadang otak mesumnya tak pernah berubah! Tapi kemudian satu pikiran jahil melintas di otaknya.

"Sana keringin rambut kamu sendiri! Saya mau masak." Ucap Alana mengambil Aidan dari gendongan Dion.

Namun, tepat sebelum itu, dengan gerakan tak terduga tangan Alana masuk ke dalam handuk Dion lalu meremasnya dengan cepat sebelum ia berlari ke dapur.

Dion yang kaget hanya bisa menganga sejadi-jadinya. Tapi kekagetannya dengan cepat berubah menjadi seringai nakal.

"Oh, jadi kamu udah mulai berani nih sekarang?" Teriak Dion dari tempatnya.

Karena tak di ada jawaban dari Alana, dengan langkah besar-besar ia mengejar Alana ke dapur.

"Awas kamu, Alana! Nanti malam akan jauh lebih parah dari kejadian yang di bathtub!"

***

Senja kali ini terlihat begitu damai dan cantik. Aidan yang sedari tadi tertidur di pangkuan Dion sayang sekali tak bisa menikmati pemandangan secantik ini. Meninggalkan Dion dan Alana yang menatap langit sore berdua saja.

"Alana..." Panggil Dion.

"Ya?" Alana menoleh dan tersenyum.

"Tiba-tiba saya jadi ingat pertemuan pertama kita di The Sheares's Quarters empat tahun lalu. Rasanya seperti baru kemarin ya, Al. Apa saat itu kamu pernah berpikir kalau akhirnya kita akan seperti ini?"

Alana tertawa dan menggeleng.

Dion ikut tersenyum. "Ya, saya juga."

"Kenapa kamu tiba-tiba bertanya hal seperti ini? Kamu menyesal menikah dengan saya?" Tawanya langsung hilang di gantikan rasa cemas yang tiba-tiba datang.

Dion tertawa geli dan merengkuh Alana ke dalam pelukannya lalu mengecup keningnya lama. "Ya Tuhan, Alana... sedetik pun saya nggak pernah berpikir seperti itu."

"Lalu?"

"Ya, karena memang saya masih nggak percaya, masih nggak menyangka kalau akhirnya takdir membawa kita sampai ke tahap ini."

Alana menatap Dion takut-takut. "Tapi.. kamu bahagia kan?"

Dion mencium bibir Alana gemas. "Apa saya harus jawab pertanyaan bodoh seperti itu?"

Alana mendesah lega dan balas mencium Dion. Kemudian keduanya berpelukan sambil menatap langit senja yang kebetulan di hiasi pelangi sore ini.

"Sayang..." Panggil Dion.

"Hhhmm?"

"Kalau ada nama yang pas untuk kisah cinta kita ini, saya akan menamakannya From Kitchen With Love."

Alana tertawa geli mendengar ucapan suaminya itu. "Kenapa judulnya itu?"

Dion menatap Alana lekat-lekat. "Karena saya menemukan kamu di dapur saya, Alana. Kisah kita di mulai dari sana. Mulai dari rasa benci yang berubah menjadi cinta. Dari rasa cinta berubah lagi menjadi amarah dan pengorbanan. Lalu pada akhirnya kedewasaan membawa kita pada rasa saling memaafkan dan membuat cinta kita semakin kuat sampai sekarang. God works in mysterious way, right?"

Mata Alana mulai berkaca-kaca. "Kamu kenapa senang sekali buat saya nangis sih..." Lirihnya sambil mencium bibir Dion berulang kali.

Dion tersenyum dan mengelus rambut istrinya itu. "Saya janji, hanya akan ada air mata bahagia di setiap tangisan kamu mulai detik ini dan seterusnya."

Alana menggigit bibirnya. Satu butir air mata bahagia turun di pipinya. "I love you, Dion..."

"I love you too. I've always loved you and I always will, Alana..."

Alana mendekap Dion erat menciumnya dalam dan menyatukan kening mereka.

"You are my From Kitchen With Love, Alana..."

***

The End?

Hm, not yet.
























Aku bergegas membereskan semua perlengkapan mata-mataku. Aku tak mau kameraku rusak untuk yang kedua kalinya seperti saat aku mengintai kehidupan adiknya yang berakhir dengan kameraku yang gosong dan jatuh tak berbentuk di lantai. Dasar satu keluarga bar-bar! Aku sudah beli mahal-mahal sampai menyicil, menabung bahkan mengirit untuk tak membeli tas baru, malah hasilnya gagal mengintai dan kamera tak kembali. Makanya, sekarang aku sudah lebih pintar. Lagipula si Dion dan Alana ini ternyata tak seteliti keluarga adiknya yang bar-bar itu. Bahkan aku sudah bisa keluar dari ruang cctv dengan selamat. Semua peralatan mata-mata dan kameraku pun selamat! Semuanya! Tak kurang suatu apapun!

Aku bersiul senang. Aku sedang berjalan menuju mobilku ketika aku melihat ada tiga lelaki yang sedang menyender di sana. Aku memicingkan mata karena minusku membuat mataku tak bisa begitu jelas melihatnya. Sampai di satu titik aku terkejut.

Lho, itu bukannya... Trio Ember? Mereka ngapain ya? Bukannya mereka itu nyebelin banget? Tapi kenapa mereka bisa ada di sini dan bersender di mobilku?

Setengah was-was dan kesal, aku menghampiri mereka. "Sorry. Ini mobil gue. Kenapa pada nyender di sini ya? Bisa minggir nggak? Gue mau jalan nih." Tanpa basa-basi aku langsung nyerocos panjang lebar. Habis, aku lihat mukanya menyebalkan semua sih!

"Waduuuuh, belum apa-apa udah songong nih cewek." Ucap seorang lelaki kebule-bulean yang paling tinggi dan tampan diantara Trio Ember. Hhm, kalau di lihat dari perawakannya sih, ini pasti si Samuel yang jutek dan irit senyum itu!

Aku memilih diam dan tak membalas. Hanya mau tahu, apa sih yang para lelaki ini inginkan sebenarnya. Aneh kalau mereka bilang aku ini songong. Padahal ini kan mobilku sendiri, benar nggak? Akhirnya aku bersidekap saja sambil menaikan dagu dan sebelah alisku menantang mereka. Jangan di kira aku nggak berani lawan mereka ya!

"Wah, nantangin kita nih cewek pendek!"

Apa???!!! Aku di bilang pendek?! Oke, fix! Mereka cari ribut sama aku!

"Lang, lo jelasin deh maksud kedatangan kita ke sini sama dia."

Oh, jadi yang tadi ngatain aku pendek itu Bimo dan yang di tepuk pundaknya sama si Bimo ini Gilang? Duh, cakep-cakep bukannya bikin naksir malah dosa hati!

"Oke, jadi gini ya Bu. Eh, Mbak maksud gue. Eh, apa Teteh ya manggilnya?"

"Lang! Lo yang bener dong kalo ngomong! Mau jadi penjahat apa pelawak sih?! Kita kan di sini mau ngancem dia!" Samuel langsung menyikut Gilang sambil menunjukku.

Aku yang tadinya mau marah karena mendengar Gilang melawak malah jadi tertawa. Tapi tawaku langsung hilang seketika saat mendengar perkataan Samuel. Dia bilang apa barusan?! Penjahat dan mengancam?! Tuh, kan! Itikad mereka ini emang nggak baik! Wah, aku harus hati-hati nih...

"Oke, jadi gini ya cewek pendek," Kata Bimo yang mengambil alih pembicaraan.

Duh, dikatain pendek lagi... sedih...

"Kita bertiga sebenarnya tahu kalau selama ini lo itu ngintai kehidupannya Chef sama Alana."

Wait... WHAT???!!! Jadi selama ini mereka tahu?! OH. MY. GOD!!!

"Kita tuh udah tahu lama tentang keberadaan lo. Lo ingat waktu gue, Samuel sama Gilang masuk ke ruang cctv? Hari itu sebenarnya kita tahu kalau lo ada di sana tapi kita cuma pura-pura nggak tahu aja." Kini giliran Gilnag yang berbicara.

Hahhh??? Sejak saat itu?! Jadi sebenarnya identitasku sudah lama terbongkar dong?!

"Kita pikir, ah paling lo siapa sih, nggak penting juga. Tapi tahunya... banyak juga ya benefit yang lo ambil dari mengintai mereka."

"Jadi mau kalian sebenarnya apa sih?!" Aku langsung menyelak dengan cepat. "Nggak usah kebanyakan pembukaan kayak undang-undang deh! Basi!" Lanjutku kesal. Trio Ember ini bertele-tele banget deh!

"Wah, Sob, nih cewek di ajak kalem malah nyolot." Samuel mulai emosi.

"Oke, langsung ke inti ancamannya aja nih ya." Ucap Bimo sedikit kalem tapi paku jatuh buatku.

"Serahin kamera sama semua peralatan mata-mata lo ke kita."

DEG!
OH. MY. GOD.
TIDAK!!!

"ENAK AJA! NGGAK BISA!" Aku berteriak dan reflek mendekap tas hitamku.

Ya, Tuhan... jangan biarkan ini terjadi untuk kedua kalinya...

"Ya jelas bisa dong, Cantik." Kata Samuel menekankan kata cantik. Duh, pipiku kok jadi merah ya padahal lagi di jahatin gini?

"Ada dua pilihan di sini. Tas hitam atau mobil lo." Tunjuk Gilang pada kedua-duanya.

Sekarang aku panik. Sangat panik. Apa hubungannya tasku dengan mobil? Tunggu, tunggu. Jangan bilang kalau mereka...

"Kita bertiga ini mantan tukang bengkel. Ngejebolin pintu sama spion aja merem. Apalagi ngebobol kunci... cuma di tiup-tiup manja... langsung cling! Kebuka deh." Gilang menjawab kepanikanku dengan nada sombong yang di pamerkan.

Ya Tuhan, habislah aku...

"Jadi sekarang lo tinggal pilih, say good bye sama mobil lo atau serahin tas hitam itu ke kita dan lo kita biarin pergi."

Aduh gimana ini?! Mobil atau tas ya? Kalau aku serahkan tas ini, aku tak bisa mengintai Alana dan Dion lagi. Tapi kalau aku pertahankan tas ini, mobilku ludas di bawa badak-badak ini. Mana cicilannya belum lunas lagi...

Akhirnya setelah berpikir di tengah ketegangan dan ancaman, aku sudah punya keputusan.

"Oke! Gue pilih mobil!" Teriakku pada akhirnya.

Mereka bersorak riang sedangkan aku merana sendirian. Proses barter pun di mulai. Dengan kasar aku serahkan tas hitamku pada mereka dan badak-badak itu pun menggeser tubuhnya lalu membukakan pintu untukku yang telah mereka bobol terlebih dahulu tentunya.

Aku pun mulai menyalakan mobil dan melaju pulang dengan kesal dan sedih yang di balas dengan lambaian tangan menyebalkan mereka plus senyuman menjengkalkan.

AAAARGHHHH TRIO EMBER NGESELINNN!!! OTAK KRIMINAL!!!

KAMERAKU HILANG LAGI DAN AKU TIDAK BISA MENGINTAI KEHIDUPAN DION DAN ALANA LAGIIIIIII!!!!

The End!

***

Ah, akhirnya... CERITA INI SELESAI JUGA!!!!!

Nggak kerasa ya selama 9 bulan ini FKWL sudah memenuhi hari-hari kalian dan aku tentunya... (Btw, bulannya pas banget ya kayak ibu mengandung! Hahaha!)

Aku masih percaya nggak percaya sih kalau FKWL udah selesai. Apalagi harus ninggalin si chef kesayangan kita Dion Alderic Sudjatmiko atau panggilan unyunya, YONO.

AKU NGGAK RELAAAAAA!!! APA KALIAN JUGA SAMA KAYAK AKU?!

Oh iya, sebelumnya aku mau minta maaf karena di bab-bab terakhir jarak updatenya lama banget. Mungkin selain karena aku selalu hilang mood dan otak blank setiap mau mengakhiri suatu cerita, aku juga lagi punya banyak masalah di dunia nyata. So, forgive me ya...

Jujur, membuat karakter Dion nggak segampang saat aku membuat karakter Adrian. Karakter Dion di sini aku buat lebih serius, kaku, cool dan nggak gampang di dekati. Cara bagaimana dia menyukai dan melakukan sebuah tindakan kepada Alana pun aku buat jauh berbeda dari Adrian. Dion lebih lembut tapi pemaksa. Beda dengan Adrian yang langsung tapi menumpukan segala sesuatunya pada keputusan Maura.

Cerita ini juga lebih banyak menguras emosi dan pikiran aku. Pada bagian sedih pun aku harus ngumpulin mood dulu bahkan sampai harus nonton film yang sedih-sedih agar emosi dan feelnya dapet. (Kedengerannya lebay ya? Tapi ini nggak boong kok...) FKWL pun aku buat lebih smooth daripada l'm Into You yang nakal-nakal unyu itu, haha. Tapi jujur, aku suka dua-duanya. Beda, tapi tetap sweet.

Oh iya, di sini aku juga mau ngejelasin satu hal yang paling super banyak di tanyain sama kalian. Yap, bener! Pertanyaan tentang, "KAK, KOK PAKE SAYA-KAMU SIH?"

Okay, let me answer this. Saat aku mengkonsep dan membuat cerita ini dari awal, emang yang ada di benak aku itu pakai saya-kamu.

Kenapa begitu?
Karena.............

Ya nggak kenapa-napa, haha!
Emang maunya aku seperti itu 😁😁

Aku rasa nggak ada yang salah dgn panggilan saya-kamu. Mungkin kalian yang baca ngerasa nggak dapet feel, aneh atau janggal dengan sebutan itu. Tapi aku enggak. Orang sekelilingku ada yang manggil pasangannya dgn sebutan itu dan nggak mengurangi keromantisan mereka sama sekali.

Btw, aku mohon maaf kalau diantara kalian ada yang nggak berkenan. Tapi sekali lagi, ini ceritaku, ini tulisanku. Jadi aku bebas dan berhak menentukan apa saja yang ingin aku lakukan di tulisan ini.

Tapi aku terima kasih banget lho sama kalian, komen kalian nggak pernah bernada mengejek atau kasar. Semua kritik kalian tentang panggilan si 'saya-kamu' ini masih dalam tahap sopan dan lebih ke arah masukan, bukan mengejek atau menghina. Aku terima kasih banget sama kalian.

Oh, satu hal lagi yang harus kalian tahu. Di dunia nyatanya, visualisasi dari Adrian, Dion, Samuel, Bimo dan Gilang saling kenal satu sama lain dan mereka sama-sama model dari satu agency bergengsi yang sama juga yaitu Elite Model Paris.

Duh, kenapa aku masih nggak rela ya, haha? Apalagi setiap ngeliat ignya Nicolas Simoes. Yang kebayang bukan si Nicolasnya. Tapi kalau dia itu bener-bener Chef Dion. Mulai gila nih kayaknya aku.............

Oiya, cerita ini juga bakal aku hapus. Tapi tenang. Masih lama pake banget kok. Jadi kalian masih punya banyak waktu kok.

But, ada kabar gembira kok. Aku akan bikin cerita tentang Aidan! Tapi nanti, pas Marriage In War sudah mulai masuk pertengahan.

So, dengan berakhirnya cerita ini, aku mau bilang, yuk pelan-pelan kita move on ke Alvaro sama Sofie! Mereka berdua nggak kalah unyu dan romantis kooook!

Dan segitu aja cuap-cuap panjang aku. Makasih buat yang udah mau sempetin baca curhatan aku ini. Makasih juga buat semua yang udah ngikutin cerita ini dari awal, ngevote dan komen. I love youuuuuuuu!

Oiya, last word! Komen dong di bawah sini bab mana yang jadi favorit kalian!

Jangan lupa vote dan comment yang banyak ya!!! Aku tunggu lho!

And...
AbigailSyf pamit!

Bye!

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro