Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

BAB 23 - Love You to The Moon and Back

6 bulan kemudian...

"Wake up sleepyhead..."

Dion berbisik tepat di bibir Alana lalu dengan perlahan mengecupnya. Alana yang sebenarnya sudah terbangun sedari tadi tetap memilih memejamkan matanya. Ia malah bergelung malas sambil menaikan kepalanya ke paha Dion lalu menidurkannya disana. Tak lupa ia lingkarkan tangannya di sekitaran pinggang suaminya untuk mencari kehangatan.

"Kok kamu sudah rapi sih?" Tiba-tiba matanya terbuka ketika merasakan bahwa pipinya tidak lagi menyentuh langsung kulit Dion melainkan kain berbahan jeans.

"Kamu juga sudah pakai baju." Tambahnya saat Dion yang sedang mengusap punggung polosnya ini sudah tampan dengan pakaiannnya.

"Mau berangkat sekarang? Tapi ini masih pagi sekali. Lagipula di luar sana hujan..." Lanjut Alana setengah merengek.

"Jangan berangkat ya... disini saja temani saya. Ayo, buka lagi baju kamu..." Alana semakin merengek. Dengan paksa ditariknya tangan Dion sehingga lelaki itu terjatuh ke tempat tidur. Kemudian tangannya yang terampil langsung membuka kancing Dion tapi dengan cepat ditahan olehnya.

"Alana..." Dion memperingati kucing kecilnya itu sambil tertawa geli. Dan sekarang, kucing kecil itu sedang mendengus marah karena tak suka.

"Hari ini ada orang tv yang mau meliput The Sheares's Quarters. Jadi saya harus berangkat lebih pagi." Dion mencoba menjelaskan sambil mencium pundak polos istrinya itu.

Kemudian Dion tertawa kencang saat tangannya ditepis Alana ketika hendak menyentuh bagian atas tubuhnya yang polos.

"Marah?" Tanya Dion menggoda.

Alana memutar bola matanya lalu memeluk Dion, "Kamu nggak boleh kemana-mana." kata Alana memaksa.

"Sayang..." Dion terkekeh mendengar nada posesif istrinya itu. Segera saja ia remas pantat Alana dari balik selimut.

Kesal karena Dion semakin menggodanya, Alana menggigit rahang lelaki itu, "Setelah pagi-pagi buta istrinya dibangunkan dengan cara yang sangat tidak sopan, sekarang kamu mau ninggalin saya begitu aja? Suami macam apa." Protes Alana.

Mendengar dumelan Alana tersebut Dion terbahak dengan kencang yang mau tak mau membuat Alana ikut tertawa tapi dengan cepat langsung memasang ekspresi marah.

"Jangan ketawa! Saya lagi marahin kamu tau nggak! Ini serius, Dion!" Ucapnya galak tapi mendusel-duselkan hidungnya ke pipi Dion dengan sayang.

Dion yang tak tahan dengan sikap jinak-jinak merpati istrinya ini langsung mencium Alana, membuka bibirnya, merapatkan pelukannya dan mencoba kembali meremas bagian atas tubuh Alana yang tetap ditolak dengan pelototan. Tapi kali ini Dion tak menyerah begitu saja, ia terus berusaha sampai akhirnya terdengar erangan Alana saat akhirnya tangannya berhasil meremas apa yang diinginkannya sedari tadi.

"Selalu pemaksa!" Alana melotot dengan geram. Tapi detik berikutnya matanya langsung terpejam ketika tangan Dion sudah bergerilya ke bagian bawahnya.

"Oh, God... saya harus berangkat sekarang..." Dion mendesah frustasi karena sepertinya muncul kebutuhan lain yang lebih penting sekarang.

"Kamu hati-hati ya..." Ucap Alana memainkan baju Dion penuh kemenangan karena ia tahu lelaki itu mulai goyah ditempatnya.

"Jangan bayangin tubuh saya waktu kamu nyetir," bisik Alana ditelinga Dion, "Saya nggak mau ada telepon dari rumah sakit..." Tambahnya lagi.

Dion tertawa geli di dada Alana sambil menggigitnya. Istrinya itu sudah pintar menggoda sekarang.

"You always make me crazy." Bisiknya.

Kemudian Dion bangkit lalu mulai mengecup Alana mulai dari kedua mata, kening, pipi, hidung dan yang terakhir bibir.

"Saya berangkat ya..." Ucap Dion lemah meninggalkan Alana yang sekarang menatap suaminya itu dengan pandangan kasihan. Because he's already hard.

Tapi baru satu langkah Dion meninggalkan Alana, ia segera berbalik dan menepuk jidatnya menatap Alana dengan pandangan meminta maaf.

"Maaf. Kelupaan." Ucap Dion sambil membungkuk dan mengelus perut Alana kemudian menciumnya berkali-kali sampai Alana tertawa kegelian.

"Papa berangkat ya, Sayang. Jagain Mama ya..."

***

Waktu menunjukan pukul 11.45 tepat ketika orang-orang dari salah satu stasiun televisi swasta selesai meliput The Sheares's Quarters. Dion bersama seluruh pegawai sudah kembali bekerja seperti biasa. Apalagi waktu mendekati jam makan siang seperti ini, pasti akan banyak orderan masuk dan mereka harus bergerak cepat mulai dari sekarang. Semua terlihat seperti biasa saja sampai Gilang tiba-tiba memainkan panci dan spatulanya secara berirama.

"Guys, look who's coming!" Seru Gilang makin keras memainkan panci dan spatulanya.

"My girl!!! I miss yo..." Gilang sudah bergerak untuk memeluknya ketika gerakan tangannya terhenti oleh Dion yang menahannya dengan pisau runcing miliknya.

"Jangan berani-berani kamu." Dion memelototi Gilang sambil memeluknya.

"Hai, Sayang." Nadanya langsung berubah lembut sambil mencium kesayangannya itu.

Alana yang berada dalam pelukan Dion hanya bisa menatap Gilang dengan tatapan kasihan sambil menahan tawa karena Gilang masih syok ditempatnya yang hampir terhunus pisau tajam Dion.

"MUEL, BIMO, GUE MAU DI TUSUK SAMA CHEF DION!!!"

Dengan cepat Gilang berlari ke belakang setelah sadar dari syoknya lalu bersembunyi dibalik tubuh Samuel dan Bimo yang langsung menolaknya mentah-mentah.

"APAAN SIH!" Ucap Samuel dan Bimo kompak menepis tubuh Gilang.

Terhuyung ke belakang, Gilang menatap dua teman sejawatnya dengan tatapan tak percaya, "Kebangetan ya lo semua! Itu pisau bentar lagi nusuk dada gue! Bukannya nolongin temen malah di jorokin!" marahnya dengan gaya berlebihan.

Samuel dan Bimo hanya menaikan sebelah alisnya sebagai reaksi lalu meninggalkan Gilang dan berjalan mendekati Alana dan Dion.

"Hai, Al." Sapa Samuel dan Bimo kompak, cepat dan tegas dengan gaya yang cool.

Tapi tepat pada saat Dion berbalik untuk meletakan pisau yang digenggamnya, Samuel dan Bimo langsung memeluk Alana lalu berteriak histeris, "We miss you, Alanaaaa!!!"

Alana pun membalas pelukan kedua sahabatnya dengan gembira walau dengan kekuatan secepat kilat Samuel dan Bimo langsung melepaskannya.

"Ah, kecolongan saya! Awas kalian!" Kata Dion kesal saat tahu istrinya di peluk Samuel dan Bimo.

"Yaelah, galak banget sih, Chef." Ucap Bimo kesal tapi juga takut kalau Dion mengambil pisau runcingnya lagi dan menghunuskan benda tajam itu ke dadanya.

"Sumpah laki lo galak bener, Al. Pasukan pengawal presiden aja kalah galak sama doi." Tunjuk Samuel dengan dagunya ke arah Dion.

"Guys, back to work please..." Dion mulai mendesis karena kesabarannya sudah menipis menghadapi tiga perusuh yang sedari tadi menggoda miliknya itu.

"Alana makin cantik aja deh..." Samuel tak menghiraukan peringatan Dion malah memuji Alana.

"Cieeee, bumil... sekarang badan lo jadi sexy deh, Al..." Bimo mulai ikut-ikutan karena melihat Samuel yang tak terpengaruh peringatan Dion. Maka ia pun juga haru berani.

"Al, semoga pas nanti bayinya lahir jenis kelaminnya perempuan ya. Biar kita bisa jadi besanan." Gilang makin-makin dengan usulan menjodohkan anaknya dengan anak Alana nantinya.

"Cucoooook...." Samuel dan Bimo bersorak riang menyutujui usulan teman sejawatnya itu.

Dion ditempatnya sudah mengebul siap meluncurkan lahar panas. Kesabarannya habis. Diambilnya pisau yang tadi ia letakan lalu menimang-nimangnya sambil menatap ketiga anak buahnya itu.

"Balik ke tempat masing-masing atau saya..."

Belum selesai Dion berbicara ketiga trio ember langsung mengambil langkah mundur.

"SIAP, CHEF!" Ketiga memberi hormat sebelum berlari dengan kencang ke tempat masing-masing.

Alana hanya bisa tertawa terbahak-bahak dan Dion dengan segera menggiring Alana ke luar dapur sebelum istrinya di goda lagi oleh tiga perusuh itu.

Setelah dua sejoli itu benar-benar menghilang dari dapur, trio ember yang sedari pura-pura bekerja langsung merapat dan membentuk lingkaran.

"Gila ya, Chef Dion. Kalau sama kita aja, bawaannya kayak ngelatih taruna akademi militer. Giliran sama Alana, kayak ngomong sama presiden! Alus banget, sob! Lembut banget! Heran gue, bisa gitu ya." Samuel geleng-geleng kepala.

"Kayaknya Chef Dion cuma takut sama Alana doang deh. Gue yakin, jangankan marah, Alana kejepit pintu aja nih, pasti langsung di bawa ke UGD." Bimo berpendapat kali ini.

"Itulah yang di namakan cinta, sob. Lo bakal ngelakuin apa pun buat orang yang lo cintai." Gilang berusaha bijak disini.

"Tumben omongan lo bener." Samuel menaikan sebelah alisnya menatap Gilang tak percaya.

"Berarti lo sama Donita kayak gitu juga?" Tanya Bimo.

Gilang tersenyum. "Enggak sih..."

Samuel dan Bimo langsung menoyor kepala si sableng satu ini. "YEEEEUUUU!!!"

***

Setelah memastikan bahwa ia dan Alana tidak diikuti, Dion membawa dirinya dan Alana ke tempat favorit mereka di The Sheares's Quarters. Gudang.

"Kamu sama siapa ke sini?" Tanya Dion saat mendudukan Alana dipangkuannya.

Alana sudah mau menjawab ketika Dion kembali berbicara.

"Naik apa?" Tanya Dion lagi sambil mengelus rambut istrinya itu.

Alana sudah ingin menjawab lagi ketika Dion kembali berbicara.

"Kamu sudah makan?" Kali ini Dion bertanya sambil mencium pipi Alana.

Akhirnya Alana memilih diam karena ia tahu Dion masih ingin terus bertanya.

"Atau masih mual?" Selanjutnya Dion mencium kedua telapak tangan dalam Alana.

"Si baby nakal nggak hari ini?" Dan sekarang Dion mengusap-usap perut Alana.

"Sudah selesai?" Tanya Alana jengkel sambil menangkup wajah Dion dengan kedua tangannya.

"Tolong dijawab pertanyaannya." Ucap Dion tak menghiraukan nada jengkel istrinya itu.

"Saya datang sendiri ke sini karena saya kangen kamu. Saya naik taksi karena saya takut nyetir sendiri. Saya sudah makan dan minum susu. Habis kamu pergi tadi pagi saya cuma mual sekali dan belum mual lagi. Yang terakhir, si baby nggak nakal hari ini karena tadi pagi papanya bilang untuk jagain mamanya. Sudah puas bapak inspektur?" Ucap Alana jelas agar si overprotekfif di depannya ini tak banyak berbicara lagi.

"Papa kan khawatir. Bilangin dong sama Mama jangan kesel kalo Papa lagi introgasi." Dion berkata sambil mengusap perut Alana sekali lagi.

Alana hanya bisa menggigit bibir untuk menahan rasa cinta yang begitu meluap untuk lelaki didepannya ini. Langsung saja ia tarik wajah Dion untuk mendekat dan menciumnya dalam.

"I love you." Ucap Alana saat bibirnya terlepas dari bibir Dion.

"Kamu tahu saya lebih cinta lagi sama kamu." Balas Dion mencium pipi Alana berulang kali.

Alana menerimanya dengan senang hati, memeluk Dion erat sambil menikmati usapan lelaki itu diperutnya. Ia sangat suka diperlakukan seperti ini oleh Dion. Semenjak tahu dirinya hamil sebulan setelah mereka menikah, Alana berubah menjadi sangat manja kepada Dion. Selalu ingin berada di dekat Dion, disayang dan dimanja oleh Dion dan yang paling parah Alana senang melakukan sesuatu yang terlarang dengan suaminya itu.

"By the way, gimana Ladurée Soho? Kamu enak kerja disana? Kamu nggak terlalu banyak kerja kan disana? Ada sous chef yang bantu kamu kan? Mereka tahu kan kalau kamu lagi hamil dan nggak boleh ba..." Ucapan Dion terhenti ketika Alana menyumpal mulut suaminya itu dengan mulutnya agar tidak terus bertanya.

"Dion, I can handle it. Mereka semua baik sama saya. Nggak ada yang perlu kamu khawatirkan. Saya suka kok kerja di sana..." Ucap Alana mengusap pipi Dion yang ditumbuhi bakal janggut itu.

Tapi sepertinya Dion belum cukup puas dengan jawaban Alana, "Besok saya antar kamu berangkat kerja ya. Biar semua orang yang ada disana itu tahu kalau kamu ini istrinya chef ternama di Indonesia yang sudah banyak menyabet penghargaan, tampan, di gilai wa..." ucapan Dion kembali terhenti ketika Alana menutup mulutnya dengan tangan kali ini.

"Dion, come on..." Alana memutar bola matanya jengah.

"Rasanya saya masih belum bisa terima kalau kamu keluar dari sini, Alana. Setiap hari kita berangkat kerja bareng, pulang bareng, tapi sekarang saya sendirian." Dion berkata sambil terus mencuri ciuman-ciuman kecil di bibir Alana.

Alana tersenyum nakal sambil menggigit bibir bawah Dion. "Itu keputusan terbaik, Chef Dion..."

Memang semenjak satu bulan yang lalu, Alana resmi pindah dari The Sheares's Quarters ke Ladurée Soho. Alana merasa sudah tak efektif lagi bekerja bersama Dion. Selain karena mereka suami istri, sangat janggal sekali dimana ada dua head chef dalam satu restoran. Alana yang sudah bergelar head chef tak mungkin tetap menjadi roundsman kan pemirsa?

Selain itu, kadang terjadi perdebatan untuk menentukan menu spesial apa yang akan di buat setiap harinya. Alana dan Dion sama-sama tak mau kalah karena merasa pilihan masing-masing adalah yang terbaik.

Tak urung hal itu membuat ketiga trio ember hanya menjadi penonton dan tak tahu harus berbuat apa melihat sepasang suami istri yang berdebat tentang menu makanan. Kalau sudah begitu, Dion biasanya akan membawa Alana ke gudang untuk meredakan emosi mereka dan bicara baik-baik untuk menentukan menu spesial apa yang harus dibuat.

Tapi tak jarang pula, setelah akhirnya sepakat dengan menu apa yang akan dibuat dan mereka berbaikan, dimana definisi berbaikan ala Alana dan Dion adalah dimulai dari berjabat tangan, berpelukan dan berciuman, tapi setelahnya mereka kadang jadi kebablasan untuk melakukan sesuatu yang mereka sendiri susah untuk menghentikannya. Like wise man said, sex after fight is always be the best.

Trio ember bahkan pernah menggedor-gedor pintu gudang karena terlalu lama menunggu hasil musyawarah mereka. Dan ketika akhirnya pintu terbuka, ketiganya hanya bisa mengumpat kesal kerena bisa mendeteksi kalau Alana dan Dion lebih dari sekedar bermusyawarah di dalam sana. Itu bisa dibuktikan dari gerak-gerik keduanya. Lipstick Alana yang memudar, pipi Alana yang memerah, Dion yang pura-pura gatal di bagian leher padahal menutupi bekas kissmark Alana dan berbagai macam gerak-gerik yang sangat di pahami oleh tiga orang dengan tingkat kepo paling tinggi itu.

Apalagi ketika Alana mulai hamil, Dion jadi sangat overprotektif terhadap Alana dimana hal itu malah membuat kerja dapur jadi terhambat. Alana sedikit-sedikit tak boleh ini, tak boleh itu. Tapi anehnya Dion malah lebih sering marah dan membawa Alana ke gudang. Sampai fakta baru terkuak dan membuat trio ember geleng-geleng kepala.

Memang awalnya Dion benar-benar marah, tapi lama kelamaan trio ember tahu bahwa Dion hanya berpura-pura untuk bisa berduaan dengan Alana. Dan melakukan sesuatu yang terlarang tentunya!

"Kamu sebaiknya kembali ke dapur Dion, kasian ditunggu yang lain." Ucap Alana menepuk-nepuk pipi suaminya.

"Sebentaaaaar lagi... saya masih kangen sama kamu, Alana. Baterai saya masih lima puluh persen, belum penuh." Ucap Dion mulai mencium Alana.

"Diooooon..." Alana mulai mendesah antara kesal dan senang karena tangan Dion mulai ikut ambil bagian.

Tepat ketika Alana sudah tidak bisa melawan dan tangan Dion sudah masuk sepenuhnya ke dalam baju Alana, terdengar gedoran dari arah pintu.

"Chef orderan lagi penuh! Please make it quick! 5 menit lagi Chef nggak keluar, pintu gudang saya dobrak!" Terdengar Bimo berteriak penuh emosi.

"Oh, shit! I hate this!" Dion langsung mengeluarkan tangannya dari baju Alana.

Tapi Alana menahannya dan berbisik dengan nakal, "Come on, Sir. We don't have much time." dan Dion hanya terbelalak tak percaya sebelum Alana melakukan sesuatu yang membuatnya sadar bahwa waktu 5 menit itu bisa sangat berharga.

***

Tak seperti malam-malam sebelumnya, malam ini Dion sedikit menggerutu karena Alana sangat lama di kamar mandi.

"Alana, kamu lama banget sih. Saya sudah ngantuk." Dion setengah berteriak dari tempat tidur menunggu Alana yang tak kunjung keluar dari kamar mandi.

Tak beberapa lama kemudian, Alana keluar dari kamar mandi dengan cemberut, "Kamu tidur, ya tidur aja Dioooon. Saya kan harus bersihin muka, sikat gigi, pakai krim malam, ya pokoknya ritual malam perempuan lah sebelum tidur. Beda sama kamu." Ucap Alana yang sekarang sudah duduk di ujung kasur sedang mengoleskan lotion di daerah pergelangan kakinya.

Dengan sigap Dion merangkak mendekati Alana dan memeluknya lalu mencium punggung Alana yang terlapisi baju tidur tipis yang Dion belikan untuknya beberapa hari lalu.

"Maaf... tapi kamu tahu kan, saya nggak bisa tidur kalau nggak peluk kamu." Ucap Dion meminta maaf sambil mencium pundak istrinya itu.

"Kalo tahu nggak bisa, makanya jangan ribut, tunggu saya sampai selesai." Ucap Alana masih marah walau ia ingin tersenyum saat Dion berkata seperti itu.

Lantas Dion berguling ke depan dan merebahkan kepalanya di paha kanan Alana yang baru selesai ia olesi lotion.

"Jangan marah lagi, okay? Maafin saya ya..." Kata Dion mencium paha Alana.

Alana diam saja.

"Sudah selesai?" Kata Dion mendongak ketika mendengar bunyi botol di tutup.

"Hmmmm." Hanya itu yang keluar dari mulut Alana sebagai jawaban.

Kemudian Dion bangkit lalu menarik Alana ke posisi tidur yang sebenarnya. Seperti biasa, ia rentangkan tangannya menyuruh Alana masuk ke dalam pelukannya, lalu menunggu sampai Alana melingkarkan tangannya di pinggang Dion baru setelah itu ia memeluk Alana.

"Masih marah?" Tanya Dion di puncak kepala gadis itu.

"Masih, sedikit." Kata Alana mulai mengantuk dan mengambil napas di dada Dion.

"Bilangin Mama dong, jangan marah lagi sama Papa." Ucap Dion yang langsung merosot ke perut Alana, memeluknya dan menciumnya seraya meminta pertolongan pada anaknya.

Alana yang tadinya masih ingin marah jadi tertawa, "Mamanya masih marah." Ucap Alana menirukan suara anak kecil.

"Oh gitu ya..." Kata Dion pura-pura tersakiti dengan ucapan Alana. Lalu tanpa diduga kepala Dion langsung masuk ke dalam baju tidur Alana, mencium perut buncit istrinya itu secara brutal.

Alana langsung kegelian dan tertawa kencang sambil berusaha mengeluarkan kepala suami nakalnya itu. Setelah puas, Dion kembali merangkak ke atas dan mensejajarkan dirinya dengan diri Alana.

"Okay, sleep now." Kata Dion mengusap-usap punggung Alana sambil sesekali menepuk-nepuk pantatnya seperti menidurkan anak kecil.

"Good night." Ucap Alana mencium dada Dion sambil mengetatkan pelukannya dan memejamkan mata.

"Good night and I love you." Balas Dion mencium kening Alana dan ikut terpejam.

***

"Dion, bangun..." Alana mengguncang-guncang tubuh Dion sambil sesekali mencium rahang lelaki itu.

"Lima menit lagi, Al... saya masih ngantuk." Katanya dengan mata terpejam dan makin memeluk bantal.

"Tapi saya lapar..." Rengek Alana manja sambil memeluk Dion yang tidur tengkurap ini.

"Some omelet with parmesan cheese, please..." Rajuk Alana lagi sambil mengguncang-guncang bahu Dion. Digigitnya bahu lelaki itu karena tak mau bangun juga.

Mendengus sebal, Dion akhirnya berbalik dengan posisi telentang menghadap Alana tapi matanya masih terpejam.

"Gara-gara siapa saya baru tidur jam dua?!"

"Dan siapa yang mulai duluan?! Kamu belum lupa kan tangan nakal siapa yang masuk ke celana saya?!"

Masih dengan matanya yang terpejam, perlahan Dion terkekeh, "Tapi jangan lupa siapa yang minta satu kali lagi tadi malam..."

Dan ucapan Dion sukses membuat Alana tersenyum sambil menggigit bibir. Bayangan dirinya yang begitu nakal diatas tubuh Dion...

Buru-buru Alana menggeleng-gelengkan kepalanya sebelum ia melakukan sesuatu yang diluar nalarnya.

"Terus jadi nggak masaknya? Mau omelet buatan kamu..." Kata Alana kembali merengek sambil memainkan bibir Dion dengan tangannya.

"Give me a morning kiss and I'll cook for you." Kata Dion menyeringai masih dengan matanya yang terpejam sambil sesekali mencoba menggigit jari Alana yang nakal.

"Papa pamrih banget ya." Ucap Alana sambil mengelus perutnya.

Dion hanya tersenyum jahil sambil ikut mengelus perut Alana.

"So? A kiss or no cook?" Tanya Dion membuka matanya.

Alana cemberut.

"A kiss or no cook, Alana Hayln?" Ulang Dion sekali lagi.

Akhirnya Alana mendengus pasrah. "Okay! A kiss! Tapi habis ini kamu harus langsung masakin saya!"

Dion mengangguk senang. Alana sudah bersiap mencium lelaki itu tapi Dion menahan bahunya.

"Dimulai dari kening terlebih dahulu." Katanya jahil.

Alana yang merasa sudah dijebak tertawa sebal sambil memukul dada telanjang Dion. Tapi dengan senang hati ia tetap menuruti permintaan si nakal satu ini.

CUP!

"Sekarang mata..." Lanjut Dion lagi.

Alana hanya bisa tertawa kesal.

CUP!

"Yang kiri belum, Al..." Decak Dion pura-pura kesal.

CUP!

"Hidung saya belum..."

CUP!

"Pipi saya jangan lupa, Al..."

CUP!

"Yang kanan juga dong, Al... biar pipi kanannya nggak nangis."

CUP!

"The last for the best. Kiss my lips, please..."

Alana pura-pura marah karena tak selesai-selesai mencium Dion, padahal ia menikmati ini semua. Perlahan Alana dekatkan bibirnya dengan Dion dan mulai mengecupnya. Tapi lama kelamaan kecupan-kecupan ini berubah menjadi sebuah lumatan.

"Dion..."

Alana setengah mengerang. Maksud hati ingin menyudahi ini semua, tapi Dion mengartikannya lain. Terbukti dari tangan Dion yang sudah meremas sesuatu yang kenyal di dada Alana.

"Ta...nghan... kha...muh..." Kata Alana terbata-bata sambil berusaha menghentikan tangan Dion.

Ketika tangan Dion semakin bergerilya ke bawah, Alana dengan cepat melepaskan ciuman mereka dan memukul tangan Dion.

"Masih pegal..." Kata Alana memelas.

"I'll playing smooth." Kata Dion mengacungkan dua jarinya ke atas membentuk huruf V.

"Dan kamu mau biarin saya kelarapan karena saya yakin kita baru selesai dua jam kemudian kalau kita lanjutkan ini." Alana mulai emosi.

"I'll make it quick. Can't you see how hard he is?" Ucap Dion memelas.

Alana menunduk ke bawah lalu menggigit bibir menahan tawa.

Poor Dion...

"Okay. But, thirty minutes!" Kata Alana menawar pada akhirnya.

"What? No! Satu jam!" Balas Dion tak terima.

"Thirty minutes or not at all?" Alana masih tetap dengan tawarannya.

"Forty five minutes. How? C'mon, Alana. Please..." Dion mulai melembut kali ini.

Alana kembali menunduk ke bawah. Dengan seringai lebar, ia menggenggamnya seperti mempertimbangkan.

"Oh, God... woman..." Kata Dion meringis tertahan saat tangan Alana menangkupnya.

"Oke. Empat puluh lima menit. Nggak lebih." Ucap Alana menerima penawaran Dion pada akhirnya.

Dion langsung bersorak senang lalu dengan cepat mencium Alana kemudian perutnya seraya mengucapkan terima kasih kepada anaknya karena telah membuat ibunya itu luluh. Setelah itu Dion langsung menaikan Alana ke atas tubuhnya, menatapnya dengan tatapan penuh cinta dan kekaguman.

"Please ride me, Ms. Sudjatmiko..."

***

"Kamu mau tambah lagi, Alana?" Dion bertanya saat melihat Alana mengunyah suapan omelet terakhir miliknya.

Alana menggeleng, "No, I'm full." Katanya sambil memegang perut.

Dion tersenyum ikut memegang perut Alana kemudian mengusapnya, "Mama makannya banyak ya, omelet Papa dihabisin." Ucapnya lalu mencium perut Alana.

Kemudian Dion menangkup kedua pipi Alana dengan gemas lalu menciumnya, "Kamu semakin cantik dengan kehamilan kamu. Saya bisa gila karena setiap hari selalu ingin didekat kamu."

Pipi Alana bersemu merah. Walau tak jarang Dion mengucapkan hal-hal seperti ini, tapi tetap saja masih membuat Alana tersipu malu. Dan saat Dion mulai memandangnya dengan tatapan yang membuat jantungnya berdetak kencang, Alana langsung salah tingkah dan bingung harus berbuat apa. Padahal mereka sudah menikah dan Dion adalah suaminya! Tapi kenapa rasanya seperti pasangan abg saja!

"Demi Tuhan, Alana... stop malu-malu sama saya! Saya ini suami kamu!" Dion tergelak ketika Alana memainkan sendok dan piring saat Dion memujinya tadi.

Alana yang semakin malu hanya bisa menutup wajahnya dengan kedua tangan. "Kamu tahu saya masih sering deg-degan kalau kamu ngeliatin saya kayak gitu..." Ucap Alana lirih.

Dion makin tergelak dan memeluk Alana, "Sifat kamu yang seperti ini yang makin membuat saya sayang sama kamu." Ujarnya sambil menjitak pelan kepala Alana lalu menciumnya.

Mereka terus berpelukan seperti itu. Debar jantung Alana pun perlahan kembali normal dan berganti dengan perasaan nyaman. Sesekali Dion terlihat tertawa yang ditimpali oleh Alana dengan senyuman.

"Dion..."

"Hhmmm?"

"I love you, to the moon and back."

***

Hallo! Hallo! Hallo!
Apa kabar semuanya???

Btw, mulmed sm semua gifnya jalan kan?

Sebelumnya aku mau bilang dulu, maaaaaaaaf banget karena upload lanjutan FKWL ini lama bgt!

Akhir-akhir ini aku bener2 writers block bgt! Sumpah! Mood nulis nggak ada, setiap coba nulis yang ada jadi aneh sendiri dan nggak ada feelnya bgt. Aku juga nggak tahu kenapa bisa gituuu. Tapi mungkin kayaknya karena banyaknya kejadian yang menimpa aku belakangan ini. Stress, sedih, bete dan aku jadi gampang marah. Tapi yaudahlah, jadi curcol gini hehe. Oke, abaikan saja ya!

Oh iya, dengan ini aku juga mau ngasih tahu kalo FKWL akan selesai dan bab 24 adalah bab penutup slash ending slash epilog.

So, jangan lupa vote sama komen yang buanyaaaaaaaaaak yaaa! Aku kangen komen-komen kalian!

Komen kalian itu made my day bgt! Bikin ketawa sendiri, senyum sendiri, pokoknya bikin bahagia deh kalau baca komen kalian!

Love, love, love,
Abi.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro