Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

BAB 2 - The Fault in Our Alana

"Oke, menu spesial hari ini baked salmon with asparagus. Alana, tolong kamu tulis di papan depan ya." Kata Dion memulai briefing paginya sebelum The Sheare's Quarters dibuka.

"Baik, Chef." Jawab Alana beranjak keluar, sedangkan Samuel, Bimo dan Gilang sibuk menyiapkan bahan-bahan.

Memang sudah menjadi tradisi di The Sheare's Quarters bahwa setiap harinya, restoran ini menyiapkan menu spesial yang tak ada dibuku menu. Menu spesial itu biasanya ditampilkan diluar dengan menggunakan papan yang hanya bisa ditulis oleh kapur. Dan Alana yang sering kebagian tugas untuk menulisnya. Selain karena tulisan tangan Alana yang bagus, ia juga sering menghias papan itu dengan kapur warna-warni sehingga menarik perhatian pengunjung.

Alana mulai menulis sambil matanya menerawang jauh pada kejadian kemarin siang. Ia malu sekali kemarin. Ia tak sempat meminta maaf pada lelaki itu karena rupanya setelah mengenalkan diri, Dion pamit pulang. Lagipula ia tak mungkin meminta maaf didepan banyak orang kan? Mau taruh dimana mukanya...

Dan pagi ini saat briefing, Dion tak menunjukan reaksi apa-apa terhadap Alana.

Memperlihatkan muka jutek? Tidak.

Muka kesal? Itu juga tidak.

Muka marah? Apalagi itu, tidak sama sekali.

Itulah yang membuat Alana ketar-ketir sendiri dan juga membuatnya penasaran.

Tapi sebagai anak yang baik, Alana berinisiatif untuk meminta maaf hari ini setelah jam kerjanya selesai.

Tadi pagi, sekilas Alana memperhatikan gerak gerik Dion. Walaupun hari ini hari pertama Dion bekerja disini, Alana bisa melihat bahwa lelaki itu seakan sudah lama mengenal dapur ini. Ia seakan sudah tahu dimana semua bahan ditaruh mulai dari a sampai z. Bahkan Dion tahu masalah tulis menulis menu dipapan ini.

"Alanaaaaa, pagi-pagi jangan bengong! Di dapur masih banyak kerjaan." Kata Bimo yang berjalan didepannya sambil membawa troli berisi tiga plastik besar transparan berisi paprika merah, paprika kuning dan cabai Brazil.

"Ayo bantuin gue taruh ini digudang." Kata Bimo galak.

"Oke, Bim..." Kata Alana lesu.

Pagi-pagi udah kena marah aja!

***

"5 baked salmon with asparagus, 3 creamy canjun chicken pasta, 2 summer zucchini casserole. Faster guys, we have a lot of customer today." Kata Dion sambil menempelkan kertas pesanan di kaca.

"Baik, chef!" Kata Samuel, Bimo, Gilang dan Alana serempak.

Entah kenapa hari ini pelanggan lumayan banyak, padahal belum jam makan siang. Dan benar, hampir semuanya wanita. Itu terlihat dari beberapa wanita yang terang-terangan memberikan tatapan genit ke arah Dion. Bahkan sampai ada yang memfoto. Memang, dapur di The Sheare's Quarters dibuat transparan agar para juru masak dapat berinteraksi dengan pengunjung.

Dion yang tengah sibuk membuat casserole, dari tadi memperhatikan Gilang yang kerepotan antara membuat saus dan memotong salmon. Ia sendiri pun tak bisa membantu karena casserole yang sedang ia buat tak bisa ditinggal. Dion menoleh ke arah Samuel dan Bimo yang tak kalah sibuknya, kecuali... Alana. Gadis itu tak terlihat melakukan pekerjaan apapun kecuali menatap panci besar didepannya dengan bosan yang berisi pasta yang sedang direbus.

"Alana, bantu Gilang potong salmon!" Kata Dion setengah berteriak. Alana terkejut dan buru-buru menghampiri Gilang. Ia mengambil pisau dari tangan Gilang dan mulai memotong. Baru saja dua slice yang ia belah, Dion sudah berteriak dikupingnya.

"Ya Tuhan Alanaaaa, apa yang kamu lakukan? Potong salmonya kenapa kotak-kotak begini? Potong salmon itu harus miring mengikuti garis dagingnya, bukan kayak dadu seperti ini."

Apa sih kebisaan gadis ini?! Potong salmon aja nggak bisa!

"Kamu kembali ketempat kamu sana! Tunggu pasta itu matang dengan benar, jangan sampai overcook!"

"Maaf, Chef... baik, Chef..." Kata Alana sambil menunduk dan berjalan ke tempatnya.

Dion hanya bisa geleng-geleng kepala. Lain lagi dengan Samuel, Bimo dan Gilang. Mereka semua melotot ke Alana seraya berkata 'jangan pernah sentuh masakan gue lagi'.

Saat masuk jam makan siang, pengunjung semakin ramai dan orderan semakin banyak. Alana masih dengan tugasnya, mengulang pekerjaanya yaitu hanya merebus pasta. Karena merebus pasta bisa ditinggal, Alana membantu pelayan mengantar order. Tapi sungguh sial hari ini, tanganya terasa licin ketika ia memegang piring. Piring itu terpelenting. Memang tak sampai jatuh, tapi isinya jadi berantakan karena bergoyang. Dion yang melihat itu hanya bisa memejamkan mata menahan marah. Sedangkan Samuel, Bimo dan Gilang hanya meringis menatap Alana seraya berkata 'you in trouble, Alana'.

"Ikut saya!" Kata Dion menyeret tangan Alana keluar menuju gudang.

Mereka berdua masuk ke dalan gudang. Dion menutup pintunya dengan kencang, lalu dihempaskannya gadis itu dengan kasar.

"Dua kesalahan kamu buat kurang dari 4 jam! Kamu tahu? Batas kesabaran saya menipis." Kata Dion menghimpit Alana dengan kedua tangannya. Alana terjebak sekarang, ruang geraknya sangat terbatas. Ia terpojok di dinding gudang dengan kedua tangan Dion di sisi kanan dan kirinya. Jarak mereka lumayan dekat, Alana sampai bisa menghirup aroma musk Dion. Jika di film atau novel adegan ini berlanjut dengan sang lelaki mencium sang gadis, disini lain perkara. Dion seperti ingin membunuh Alana.

"Maaf, Chef..." Kata Alana menunduk tak berani menatap manik mata Dion.

"Dua kali juga kamu meminta maaf tapi tak menghasilkan apa-apa. Sekali lagi kamu melakukan kesalahan hari ini, kamu akan akan saya hukum."

"Baik, Chef..." Kata Alana masih menunduk.

Tiba-tiba Dion menarik dagu Alana. "Tatap mata lawan bicara kamu ketika bicara. Itu menandakan kesungguhan."

Alana ditempatnya merinding, berdesir, berdegup kencang dan apalah istilah yang dipakai di novel romance. Bertatapan langsung dengan Dion dengan jarak sedekat ini? Rasanya seperti terbawa arus banjir.

"Ba... baik, Chef."

"Bagus. Jangan sampai ada kesalahan lagi setelah ini." Kata Dion sambil keluar dari gudang meninggalkan Alana yang masih sibuk menormalkan detak jantungnya.

***

Alana menepati janjinya hari ini. Tak ada kesalahan lagi setelah peringatan yang diberikan Dion. Waktu menunjukan pukul 22.05. The Sheare's Quarters sudah tutup dan semuanya bersiap-siap untuk pulang. Alana mengusap tangannya yang basah. Ia sudah bertekad untuk meminta maaf hari ini. Setelah dilihatnya Samuel, Bimo dan Gilang keluar meninggalkan dapur, ia masuk dan menghampiri Dion.

"Chef..." Kata Alana memanggil Dion yang sedang membelakanginya.

"Ya, Alana?

"Ehm... saya... saya mau minta maaf atas kejadian kemarin."

"Kejadian kemarin?" Kata Dion pura-pura berpikir, padahal ia tahu maksud Alana.

"Iya, waktu saya salah sangka kalau Chef itu roundsman." Kata Alana takut-takut.

"Ah, soal itu." Kata Dion tersenyum.

"Saya sudah maafkan kamu."

"Serius, Chef?! Terima kasih, Chef!" Kata Alana tanpa sadar mengguncang-guncang tangan Dion. Dan secepat itu pula ia melepaskan tangannya dari tangan Dion.

"Maaf, Chef... saya terlalu senang, jadinya kelepasan." Kata Alana salah tingkah.

"Kalau begitu saya pulang dulu, Chef." Kata Alana berbalik menginggalkan lelaki itu.

"Alana..." Kata Dion yang membuat gadis itu kembali berbalik padanya.

"Ya, Chef?"

"Kamu harus lebih kuat. Harus lebih tegas. Dan jangan terlalu banyak meminta maaf atas kesalahan yang tidak kamu perbuat." Kata Dion merujuk pada tindakan Alana yang tadi mengguncang-guncang tangannya.

"Tadi itu bukan kesalahan, Alana. Dan satu lagi. Jangan terlalu banyak menunduk. Banyak pemandangan yang kamu buang ketika kamu menunduk." Kata Dion sambil menepuk bahu Alana dan berjalan meninggalkan gadis itu.

"Saya pulang dulu."

Ditempatnya, Alana memegang jantungnya yang berdegup kencang.

Chef Dion laki-laki yang berbahaya untuk kesehatan jantungku.

***

Hallo aku balik lagi!
Yuk dibaca cerita aku yang ini, nggak kalah seru dari I'm Into You kok huhu, kenapa yg baca dikit banget ya? Haha.
Kalo readersnya banyak, aku lanjutin. Tapi kalo dikit, yaudah deh aku stop huhu, sedih 😢😢😢

Jangan lupa vote comment ya!

Abi.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro