Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

BAB 10 - Tak Kenal Tapi Sayang, Mulai Sayang Tapi Tak Kenal

*Ayang ganteng banget ☝🏼️, matanya itu lho, teduh-teduh adem gimana gitu...*

Pagi ini matahari seakan memberikan sogokan kepada panas untuk sedikit menurunkan derajatnya karena atmosfer udara hari ini lumayan sejuk sampai Alana yang sedang membersihkan meja bersenandung tidak jelas karena merasa bahagia.

"Bila senyumanmu adalah dunia bagiku dan tawamu adalah pelipur segala resahku..." Samuel berjalan bak seorang penari balet ke arah Alana sambil merentangkan tangannya dengan gaya puitis yang berlebihan.

Alana langsung berhenti bersenandung, berdecak sebal sambil melempar kain yang ia gunakan untuk membersihkan meja ke arah Samuel.

"Jangan bikin gue jadi diare pagi-pagi ya!" Kata Alana jijik.

"Dan setiap langkahmu adalah untaian lagu yang mewarnai hari-hariku..." Kini Gilang maju, persis menirukan gaya Samuel.

Alana mengeram sambil memutar bola matanya kesal.

"Dari mana ceritanya langkah bisa jadi lagu! Jangan gila deh pagi-pagi gini!"

Bimo yang sudah ingin mengikuti jejak Samuel dan Gilang langsung di ancam Alana.

"Bim, jangan coba-coba ya." Tunjuk Alana ke arah Bimo. Lelaki itu akhirnya hanya cengengesan tidak jelas karena sudah ketahuan terlebih dahulu.

"Kenapa sih Al, kalo sama kita-kita jutek banget? Giliran Chef yang ngegombal aja, lo terima sepenuh hati." Kata Bimo mengeluarkan pendapat karena lelaki itu tak dapat jatah menggoda Alana.

"A... apa sih... si... siapa juga yang nge... ngegombal..." Kata Alana gelagapan.

Melihat reaksi Alana, tiga lelaki ember didepannya ini hanya saling lirik tersenyum penuh arti.

"Al, bisa kesini dan bantu saya sebentar?" Tiba-tiba terdengar suara Dion dari arah dapur.

"Iya, Chef." Kata Alana mendesah lesu.

"Gara-gara lo semua nih gue jadi dipanggil!" Alana menunjuk satu-persatu personil trio ember didepannya.

Setelah punggung Alana menghilang dari hadapan mereka, Samuel merangkul bahu Bimo dan Gilang.

"Menurut lo, Alana bakal diapain kali ini?" Kalo menurut gue sih, si Alana bakal dipepet dari belakang." Kata Samuel main tebak-tebakan.

"Ah, palingan di gencet lagi dipojokan sama Chef." Kata Bimo asal.

"Kalo berdasarkan penerawangan gue, posisinya bukan di gencet kali ini. Tapi si Al bakal serempet dari samping." Kata Gilang penuh keyakinan.

"Gini deh, daripada kita semua sok nerawang, mending kita ngecek ke ruangan cctv aja. Tadi sih gue liat belum ada orang disana. Jadi bisa lah..." Bimo tersenyum penuh arti.

"Satu orang seratus ribu kalau jawaban diantara kita ada yang bener." Bimo kembali melanjutkan.

Samuel dan Gilang mengangguk antusias. Ketiganya pun masuk ke ruang cctv lalu dengan seksama memperhatikan gerak-gerik Dion dan Alana dari layar cctv.

"YES! GUE BENER!" Bimo bersorak riang saat sebuah kejadian seru baru saja terekam cctv.

Dengan senyum penuh kemenangan Bimo mengadahkan tangannya bergantian ke arah Samuel dan Gilang yang sekarang mendesah lesu.

"Seratus ribu..."

***

Jam makan siang kali ini pelanggan yang datang cukup banyak sampai semua orang terlihat sibuk tak terkecuali Alana. Gadis itu terlihat sibuk mengaduk curry yang ada dipanci besar tapi bibirnya tak berhenti menyunggingkan senyum.

Tadi pagi, sekali lagi Alana jatuh ke dalam jebakan Dion. Memang awalnya lelaki itu meminta bantuannya untuk membersihkan sayuran mentah, tapi lama kelamaan Dion mulai memeluknya dengan dalih mengisi baterai. Oke, Alana berikan.

Tetapi ketika Dion semakin menyudutkan dirinya ke ujung tembok dan menciumnya, Alana terlena dan balas mencium Dion. Mereka baru berhenti ketika mendengar tawa Bimo yang mendekat ke arah dapur. Tapi yang paling membuatnya senyum-senyum sendiri adalah ketika Dion masih sempat-sempatnya untuk menyeka bibirnya yang basah dan merapihkan rambut Alana yang kusut serta mengucapkan kata terima kasih tepat ditelinga gadis itu sebelum Bimo masuk ke dapur.

"Aduh Alana! Itu santannya hampir pecah!" Gilang yang kesal karena sedari tadi melihat gadis itu melamun sambil tersenyum sendiri tapi tak mengaduk curry yang ada di panci, akhirnya mengambilnya dengan kasar dan mengaduknya.

"Bengong mulu sih! Gini nih kalau dikasih sarapan yang enak-enak!" Kata Gilang dengan gemas dan setengah kesal menjitak Alana.

Alana mengelus kepalanya yang dijitak Gilang. Alana mengakui ia melamun tadi. Tapi ia tak mengerti kata 'sarapan' yang Gilang maksud.

"Sarapan apa coba..." Kata Alana memutar bola matanya sebal.

Gilang berbisik di telinga Alana. "Sarapan di gencet ke tembok."

Alana langsung kaku ditempat, ia sekarang mengerti arti dari kata 'sarapan' yang Gilang maksud. Pipinya langsung bersemu merah dan ia malu sekali.

Kok Gilang bisa tahu sih?!

Bimo yang ada disampingnya kemudian mendekat dan berbisik didekat Alana.

"Thanks, Al. Berkat lo, gue jadi dapet uang jajan pagi ini dan nggak perlu susah-susah jaga lilin lagi kalo malam Jumat."

Lho kok, Bimo juga tahu sih?!

Sontak perkataan Bimo membuat Gilang tertawa kencang dan Alana makin menunduk malu ditempatnya. Walaupun ia tak mengerti kenapa Bimo bisa dapat uang karena dirinya, tapi ia yakin ini ada hubungannya dengan kata 'sarapan' yang dimaksud Gilang.

Samuel yang posisinya berada agak jauh dari mereka kemudian ikut menyahut.

"Pada ngomongin apa sih, kayaknya seru banget... gue di ajak-ajak dong." Katanya sedih sekaligus kepo tingkat tinggi melihat kedua rekannya sedang tertawa cekikikan.

"Alana, kalau mereka makin macam-macam, kamu tinggal ambil pisau di saku saya ya." Kata Dion yang berada di samping Samuel. Sontak Samuel melotot horror, sedangkan Bimo dan Gilang langsung menjauh dari Alana dan kembali ke penggorengan masing-masing.

Dan Alana hanya bisa terkikik penuh kemenangan saat Dion membelanya.

Selanjutnya dapur kembali sunyi, masing-masing dari mereka sudah kembali berkonsentrasi ketempatnya sekaligus takut dengan ancaman Dion. Saat Alana mulai memfokuskan kembali matanya pada panci berisi curry yang ada didepannya, tiba-tiba Romi masuk ke dapur.

"Yono, ada yang mau ketemu."

Dion berdecak dan menggerakan spatulanya seperti ingin melempar Romi karena lelaki itu memanggilnya Yono.

"Siapa?" Kata Dion tak tertarik dan kembali memfokuskan dirinya dengan masakan yang sedang diolahnya ini.

Romi membisikan sesuatu ditelinga lelaki itu yang membuat Dion langsung terdiam sejenak tapi sejurus kemudian tersenyum lebar.

"Samuel, tolong kamu urus ini dulu. Saya ada tamu penting." Kata Dion segera meninggalkan dapur dengan tergesa.

Samuel hanya menggangguk dan mengambil alih masakan Dion dengan cepat. Berbeda dengan Alana yang mengernyit heran melihat tingkah Dion barusan.

Dion mau ketemu siapa sih?
Kayaknya penting banget sampai langsung ditinggal gitu masaknya...

***

Seperti biasa, Alana kebagian tugas untuk mengantar makanan kalau pengunjung tengah penuh saat jam makan siang seperti ini. Kebetulan, orderan kali ini harus ia antarkan ke area outdoor. Setelah tersenyum manis sambil menaruh makanan itu dimeja pelanggan, Alana hendak berbalik ke arah dapur ketika matanya menangkap Dion yang sedang tertawa lepas bersama seorang wanita cantik yang sedang menggendong seorang anak kecil berambut pirang dan berbadan gempal yang tak henti tertawa akibat candaan Dion sambil sesekali diciumi pipinya oleh lelaki itu.

Dalam sekejap, hati Alana dilanda sebuah perasaan asing sekaligus menyesakan dadanya.

Alana terus memperhatikan mereka sampai hatinya terasa diremas saat si wanita mulai menyenderkan kepalanya di bahu Dion lalu mengeluarkan handphone dan mengambil gambar mereka bertiga.

Jantung Alana bergemuruh kencang, kakinya lemas. Ia yakin setiap orang yang melihat itu akan menganggap bahwa mereka adalah keluarga kecil yang harmonis. Apalagi saat si wanita mengintruksikan Dion untuk berganti posisi foto dan dengan senang lelaki itu menurutinya. Sekarang anak kecil yang cantik itu berada ditengah dengan Dion yang mencium pipi kirinya dan si wanita yang mencium pipi kanannya.

Tanpa sadar mata Alana sudah berkaca-kaca.

Siapa wanita itu?
Kenapa Dion kelihatan bahagia sekali dengan mereka?

Sebelum air matanya jatuh, Alana segera berlari dan meninggalkan mereka dan berlari ke arah gudang untuk menenangkan diri dan tak peduli saat Samuel, Bimo dan Gilang yang menatapnya bingung.

Saat sampai digudang, ia tutup rapat-rapat pintu itu dan ia kunci. Kemudian ia tutup mulutnya untuk mehanan isakan yang sekarang sudah tak bisa lagi ditahannya. Bahunya turun naik karena tangisnya begitu kencang. Apa yang dilihatnya barusan meninggalkan perasaan sakit dihatinya.

Dion bilang kalau aku harus mulai membuka hatiku untuknya...
Dion bilang kalau aku harus belajar melihat dia, hanya dia seorang saja...
Dion bilang kalau aku harus membiasakan diriku terhadap kehadirannya...
Dion bilang bahwa jangan melihat ke masa lalu dan harus melihat lurus kedepan karena ada dia yang mau membantu aku keluar dari masa laluku yang buruk...
Dion bilang kalau aku akan lupa semua kenangan burukku karena hanya akan ada kenangan manis dengannya...

Dadanya sesak saat semua ucapan Dion seperti berputar-putar di otaknya.

Ya Tuhan, apa aku memang harus merasakan sakit untuk yang kedua kalinya?
Kenapa saat aku pasrah kepadaMu kamu malah memberiku cobaan seperti ini...
Kenapa saat aku mulai membuka hati, saat aku mulai terbiasa dengan dirinya, saat aku mulai yakin kalau aku juga jatuh cinta kepada Dion, Kamu memperlihatkan aku kejadian seperti ini?

Mata Alana melihat ke sekeliling gudang. Tempat yang memiliki banyak memori dengan Dion. Tempat dimana perasaannya mulai tumbuh untuk Dion tapi juga tempat dimana perasaannya sakit akibat Dion.

Siapa sebenarnya wanita itu?
Kenapa Dion sangat bahagia saat bersama mereka?
Apa itu istri dan anaknya?
Lalu Dion anggap aku apa selama ini?
Baru tadi pagi hatiku sangat berbunga-bunga akibat dirinya, tapi sekarang? Lihat apa yang dia lalukan?!
Dasar laki-laki brengsek! Semua laki-laki di dunia ini sama saja!
Semuanya brengsek!

***

Setelah kejadian siang itu, Alana berubah menjadi pendiam. Trio ember pun sampai tak berani menegurnya. Apalagi Dion, bukannya lelaki itu tak paham dengan sikap dan perubahan pada diri Alana, hanya saja ia menahannya karena tak ingin lagi terbawa emosi seperti kemarin. Dion tak mau lagi mencampuri urusan pekerjaan dengan urusan pribadi. Ia akan bicara pada gadisnya itu saat jam kerja selesai nanti.

Jam menunjukan pukul 21.00 ketika Dion melihat ketiga rekan lelakinya sudah pulang terlebih dahulu hanya menyisakan Alana dan dirinya. Segera saja ia hampiri Alana di ruangan ganti baju untuk karyawan.

"Al, kamu pulang bareng saya ya." Kata Dion saat melihat Alana keluar dari ruangan dan sudah berganti baju.

"Saya bisa pulang sendiri." Kata Alana datar sambil melewatinya.

"Ini sudah malam, Al. Bahaya kalau kamu pulang sendiri." Dion mendekat dan bermaksud memeluk Alana ketika gadis itu langsung menghindar dan menjauh dari Dion.

"Kamu nggak ngerti bahasa Indonesia ya? Saya. Mau. Pulang. Sendiri." Dion sepenuhnya kaget dengan perubahan sikap Alana dan nada bicara gadis itu.

"Al, kamu kenapa sih? Kenapa tiba-tiba jadi jutek banget sama saya?" Kata Dion menahan tangan gadis itu.

Alana memberontak sekuat tenaga berusaha melepaskan tangannya yang ditahan Dion. Lelaki itu sudah ingin bicara ketika handponenya berbunyi. Ia memberi tanda ancaman kepada Alana untuk menunggunya sambil mengencangkan cengkramannya dilengan Alana seraya berkata dengan matanya 'kamu-tunggu-disini-atau-hal-buruk-akan-terjadi'.

"Hallo."

".........."

"Oh, itu... sorry aku lupa. Kemarin dipinjam Alana."

".........."

Alana mendelik menatap Dion ketika namanya disebut.

Aku? Aku kenapa? Aku pinjam apa memangnya?

"Jangan marah dong, aku kan nggak tahu kalau itu baju butik."

Baju? Baju apa? Ya Tuhan baju itu!

"Yaudah, nanti aku mintain lagi ke Alana deh." Kata Dion yang saat mengatakan ini melirik ke arah Alana sambil tersenyum tidak bersalah.

"Habis itu aku antar ke apartemen kamu."

".........."

"Lagian sih tadi siang bukannya kenalan. Aku nggak bisa kalau malam ini, aku mau anter dia pulang." Kata Dion kembali melirik Alana masih dengan senyum tak bersalahnya.

Ditempatnya Alana sudah di kuasai amarah.

Jadi baju yang pernah Dion kasih itu adalah baju wanita yang tadi siang datang dan apartemen tempat aku menginap beberapa waktu lalu adalah apartemen wanita itu juga?!
Siapa sih Dion ini sebenarnya?! Apa dia laki-laki simpanan tante-tante beranak satu?!
Dan kenapa wanita itu mau berkenalan denganku?
Ya Tuhan... ternyata Dion jauh lebih parah daripada Athar!

".........."

"Iya, iya... oke aku paham. Yaudah salam buat my little princess ya. Bilangin jangan bobo malam-malam."

Apa barusan Dion bilang?
My little princess?
Maksudnya anak kecil tadi?
Ya Tuhan jangan-jangan wanita ini memang istrinya dan sebenarnya aku hanya ingin dijadikan istri keduanya?!

"Oke, bye."

Dion memasukan kembali handphonenya ke saku.

"Ayo, Al. Kita pulang." Kata Dion menarik tangan gadis itu. Tapi kali ini Alana melepasnya dengan cepat dan kasar.

Detik selanjutnya Dion merasakan pipi kanan dan pipi kirinya panas.

Alana Hayln menamparnya, dua kali.

***

Jeng... Jeng... Jeng...
Aduh si Alana...gini nih kalau mulai cinta, logika udah nggak masuk haha...

Sabar geng...
Di bab besok kita kulitin abis-abisan si Alana hahaha *evillaugh*

Dan buat para groupiesnya Chef ganteng kita, tolong di kasih semangat dong, kasian abis ditampar bolak-balik tuh sama Alana...

Oke segitu aja cuap cuap aku.

Vote yang banyak...
Komen yang banyak...
Biar bab selanjutnya cepat aku upload hihi!

Selamat hari Minggu, happy weeked, selamat bermalas-malasan, bangun siang dan nggak mandi!

Abi.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro