Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Cukup Denganmu

Denganmu bagai terbang melayang

Kita berdua slalu bersama

Bagai di surga dan tak kan terpisahkan

Denganmu hidup ini sempurna

Tak ingin lagi meraih cita

Cukup denganmu cinta

(Mytha – Denganmu Cinta)



"Kemana aja lo?!"

Kun memeluk Baskara—temannya yang segera melemparkan peralatannya dan menyapanya saat Kun datang.

"Sibuk bro. Kerjaan lagi banyak banget," katanya.

"Iya lah, biasa lo ke sini tiap bulan. Sekarang udah berapa tahun ya?"

Kun mengerutkan keningnya, "Dua tahun kali ya. Sejak gue nikah."

"Loh. Iya juga, pesta bujang lo kan di sini, terbang-terbang sampe lemes."

Kun tertawa dibuatnya sementara Kaureen yang masih memegang tangannya hanya diam, namun Kun segera menyadari kehadirannya, ia mengangkat tangannya yang memegang tangan Kaureen dan berkata, "Kenalin dong! Istri gue. Lo kan nggak hadir pas nikahan gue. Emang sialan, pesta bujang lo hadir, pesta utama enggak. Temen macam apa lo!"

Baskara tersenyum senang, "Halo Kaureen, salam kenal. Maaf ya, dulu nggak dateng soalnya gue mendadak punya project penting," kekehnya.

Kun hanya menggelengkan kepala, ia berbisik pada Kaureen, "Project pentingnya, mantan dia minta diajarin paralayang."

"Loh?" kata Kaureen.

Baskara tertawa dan menganggukkan kepala, "Sebagai upaya menyambung kembali cinta lama."

"Terus gimana hasilnya?"

Tersenyum, Baskara menunjuk seorang wanita yang sedang mengajarkan berjalan pada seorang anak laki-laki di ujung sana, "Tuh. Udah jadi istri sama anak!"

"Kalau gitu, worth banget untuk nggak ke nikahan kita dan akhirnya menikah," kata Kaureen.

Baskara tertawa. Ia menceritakan betapa senangnya dia dengan keadaan yang dihadapinya. Bukan itu saja, ia juga menceritakan kalau Kun membalas dendam padanya dengan tidak hadir di pernikahannya, padahal waktu itu Kun memang sedang ke luar negri untuk urusan pekerjaan, jelas ia tidak bisa berbuat apa-apa.

Mereka bertiga mengobrol dengan asyik sampai Baskara menatap Kun dan bertanya, "Mau sendiri?"

"Iya, tapi kayaknya Latihan dulu Bas. Udah lama soalnya."

"Apa?" kata Kaureen, bertanya pada Kun yang ekspresinya mulai terlihat bahagia.

"Rahasia!" kata Kun.

Ia menarik tangan Kaureen, membawanya ke sebuah bangunan dengan tulisan 'Tempat Pendaftaran' dan mendudukkannya di atas kursi, "Kamu tunggu sini dulu ya sayang? Aku sama Baskara dulu," katanya.

"Oke," jawab Kaureen pada akhirnya.


*****


"Aku ke rumah Tirta, beneran kamu nggak akan ikut?"

Juna sudah menanyakan hal yang sama berkali-kali pada Ayya dan jawabannya juga tetap sama; Ayya tidak mau. Dan ketidakmauan Ayya benar-benar membuat Juna bingung luar biasa.

"Kenapa sih sayang? Kok nggak mau? Biasanya kamu semangat kalau ke rumah Tirta."

Ayya berlalu dari hadapannya dan menuju kulkas untuk mengambil ice cream lalu memakannya, "Aku mau diem di rumah aja hari ini."

"Kalau gitu aku nggak usah pergi ya? Aku temenin kamu," kata Juna.

Ayya menggeleng, "Udah janji sama Kak Tirta, Kak Zena juga tadi udah nanya mau OTW jam berapa. Udah, kamu pergi aja sekarang."

Juna menghela napas, "Terus kamu pikir aku bisa gitu ninggalin kamu sendiri? Nggak bisa sayang, ikut aja ya? Atau aku stay aja ya?"

Mendengar ucapan Juna, Ayya tertawa, "Apa sih, anggap aja kamu kayak pergi kerja, ninggalin aku di rumah."

Benar sih, setiap hari juga mereka berpisah kan? Tapi masalahnya ... ini akhir pekan!

"Masa weekend juga masing-masing," keluh Juna.

Ayya menggeleng, ia menyuapkan satu sendok es krim untuk Juna, "Nggak masing-masing, kan tadi kita udah jalan pagi yang, udah bareng-bareng, makan juga bareng, kamu ke sana juga cuman sebentar."

Ekspresi wajah Juna belum berubah, ia masih terlihat bersikeras untuk tinggal atau membawa Ayya ikut bersamanya, sementara Ayya ... ia mencoba memikirkan sesuatu di dalam kepalanya, tentang alasan apa yang bisa ia gunakan supaya Juna mau pergi dan membiarkannya sendiri di rumah.

Mengerjapkan mata, tiba-tiba saja Ayya menutup mulutnya dan menyerahkan es krimnya kepada Juna.

"Eh? Kenapa?" tanya Juna.

Ayya mengeluarkan suara, terdengar sangat mual dan segera berjalan menuju kamar mandi, membuat Juna mengikutinya dengan khawatir.

"Ayya, kenapaa?" tanya Juna tiba-tiba.

Ayya membasuh mulutnya dan melirik ke arah Juna dengan ekspresi wajah yang memberengut sedih, "Mual."

"Loh? Kok tiba-tiba mual?" tanya Juna. Ia sibuk memperhatikan Ayya, melirik ke sana kemari untuk memastikan Ayya baik-baik saja.

"Nggak tahu. Lagian kamu, kenapa ribet banget mau pergi juga. Jadi mual kan," gerutunya.

Juna mengerjapkan mata, tak menyangka dengan apa yang didengarnya, "Loh, gara-gara aku?" tanyanya.

Ayya mengerucutkan bibirnya, wanita itu menghentakkan kakinya dan berjalan meninggalkan Juna, "Nggak tahu! Mungkin bayinya nggak suka denger kita berdebat, lagian udah dibilangin pergi aja malah keukeuh diem di rumah. Muntah kan!" katanya.

Sebenarnya, jika Ayya dalam keadaan tidak hamil dan berbicara seperti itu padanya, Juna pasti akan mengajaknya berdebat, tetapi karena Ayya mengatakan penyebabnya mual karena mereka berdebat, pria itu tak bisa berbuat apa-apa. Ia menghampiri Ayya dan menatapnya dengan lembut sementara tangannya mengusap wajahnya, "Maaf ya sayang. Aku pergi dulu kalau gitu, tapi kamu istirahat ya? Dan tetep ngabarin aku. Sepanjang jalan video call mau?"

"Hah? Emangnya kamu Bang Kun?"

"Bukan gitu, kan aku takut kamu—"

"Tuhkan kamu nggak percaya sama aku," keluh Ayya.

Juna mengerutkan keningnya, sesungguhnya banyak hal yang ingin ia katakan, tapi Juna benar-benar menahan diri. Ia menatap Ayya lagi dan tersenyum, "Ya udah, aku pergi tapi kita telponan ya? Please banget yang ini diturutin, cuman selama aku di perjalanan aja. Gimana?"

Ayya menatapnya penuh keraguan namun pada akhirnya mengangguk, membuat Juna mengusap kepalanya dan tersenyum, "Good! Istri aku terbaik!" katanya.


*****


"Besok-besok kamu nggak usah nyusulin aku ya, takut banget," kata Maisy.

Dion mengeratkan pelukannya seraya tertawa, "Siapa suruh venue nya di hotel."

"Astagfirullah, mulutnya seperti tidak mengenal agama!"

Chup!

Alih-alih membalas ucapannya, Dion malah menciumnya tiba-tiba, membuat Maisy memundurkan kepalanya dan menahan bibir Dion dengan tangannya, "Weyy. Tunggu sebentar!" katanya.

"Kalau yang barusan apa? Mulutnya tidak mengenal apa?" tantang Dion.

Maisy mengerutkan kening, terkejut dengan sisi Dion seperti ini yang malah muncul hari ini. Kenapa sih? Kenapaaa?

"Takut atuh mau jawabnya juga, bisi pertanyaannya menjebak."

"Ya udah, aku aja jawab sendiri," goda Dion.

Maisy menggeleng dengan enggan, "Aku coba tebak aja."

"Aku jawab aja."

"Nggaaaaak! Aku mau nebak! Pokoknya aku mau nebak!" kata Maisy, dengan sisa-sisa keterkejutan dalam dirinya, membuat Dion yang melihat ekspresinya tertawa dengan lepas. Ia menarik kembali tubuh Maisy agar merapat kepadanya dan menciumi pipinya dengan gemas. Namun Maisy memukul-mukulnya pelan, memintanya untuk berhenti.

"Jadi? Udah tahu jawabannya belum?" tanya Dion.

Maisy mengerjapkan mata, apa yang harus dia katakan sekarang?

"Hmm ... tidak mengenal ..."

Chup!

Sekali lagi, Dion mengecup bibirnya.

"Pelan-pelan!" kata Maisy.

Dion tertawa, "Setiap jawaban yang salah, dikasih hukuman."

"Yang barusan hukuman?" tanya Maisy.

Dion mengangguk dengan polos. Lihat, meskipun ekspresi wajahnya terlihat menggoda, sisi polos dan menggemaskan dalam dirinya tetap ada, membuat Maisy tak bisa menahan senyum karenanya.

"Mikir apa hayoooo."

Maisy merasakan jitakan kecil di keningnya yang berasal dari Dion.

"Ya mikirin jawabannya lah," jawabnya.

Terkekeh, Dion menatap Maisy dengan penuh harap, "Jadi apa jawabannya?"

"Tidak mengenal bibir lain?"

Chup!

Kali ini kecupan Dion lebih dalam dari sebelumnya, Maisy sampai membuka mulutnya, sialnya Dion malah melepaskannya.

"Yang barusan emangnya kamu mau, aku mengenal bibir lain?"

"Nggak mau. Awas aja kalau kayak gitu, kamu aku usir dari rumah," ancam Maisy.

Dion terkekeh, "Bener sih, pasti diusir, kan itu rumah kamu."

Maisy tidak menyanggahnya, toh memang benar mereka berdua menempati rumahnya.

"Jadi? Jawabannya adalah?" tanya Dion sekali lagi.

Menatap Dion ... maisy mencoba untuk menebak kembali dan semoga saja kali ini tebakannya tepat sasaran, "Hm ... tidak mengenal .... capek?" ucapnya ragu-ragu.

Sebuah smirk muncul di bibir Dion, membuat Maisy merinding seketika. Ia melebarkan kedua matanya sementara Dion mendekatkan wajahnya, "Betul. Seratus persen betul. Poinnya seratus," kata Dion.

Setelah mengucapkannya, ia benar-benar membuktikan jawaban yang Maisy lontarkan barusan hingga Maisy merasa benar-benar kewalahan karenanya.


****


Kun memasangkan body harness pada Kaureen dan memastikan bahwa semua peralatan yang menempel di tubuh istrinya sudah sesuai dan membuatnya benar-benar terlindungi, sementara dirinya sendiri sudah siap dengan semua peralatan keamanan yang menempel di tubuhnya.

"Degdegan nggak?" tanyanya seraya membenahi rambut Kaureen yang mencuat dari dalam helm.

"Lebih ke nggak nyangka sih," katanya.

Kun sibuk mempersiapkan mereka berdua, ia menarik tangan Kaureen dan memposisikan dirinya duduk di depannya, "Nggak nyangka apa?" tanyanya.

"Nggak nyangka kalau—"

"Siap?"

Sebuah suara membuat Kun menoleh ke belakang dan mengacungkan jempolnya. Debaran jantung Kaureen mulai tak terkendali, ia bahkan memejamkan mata seiring dengan persiapan-persiapan lain yang Kun lakukan dan semua orang yang membantu mengawasinya.

Semuanya terjadi begitu cepat hingga pada akhirnya, mereka berhasil meluncur dan Kaureen berteriak, sedikit ketakutan karena situasi asing yang dihadapinya. Gemuruh angin menyapa telinganya dan setelah beberapa lama, suaranya mulai melembut hingga sebuah tangan menyentuh pipinya sebentar.

"Udah aman!" katanya.

Suara Kun. Yang berada di belakangnya, menjadi pilot paralayang dan membawanya terbang.

Tunggu sebentar.

Kaureen bahkan tak punya waktu untuk mengagumi keindahan di hadapannya serta hamparan lautan di bawahnya karena ia sibuk tertegun oleh suaminya. Oh Tuhan.

"Tadi apa?" teriak Kun di belakangnya.

Kaureen mengerjapkan mata, "A—aku kira kita naiknya masing-masing, tadi udah agak sedih karena nggak sama kamu, ternyata naiknya—Aaaak!"

Ucapannya terhenti karena tiba-tiba Kun membawa parasut mereka sedikit berbelok hingga Kaureen terkejut karenanya, "PELAN-PELAN!" kata Kaureen.

Ada tawa yang terdengar di belakangnya, membuat Kaureen mengerucutkan bibirnya.

"Lihat ke depan, ke bawah. Bagus banget itu!" katanya.

"Pengen lihat kamu, lebih bagus soalnya, lebih ker—AAAAK KATA AKU PELAN-PELAN!"


****


"Lo beneran secepet ini ke rumah gue? Setor muka aja?"

Tirta--sepupunya menatap Juna dengan kesal, sementara yang ditatapnya tidak menunjukkan perasaan bersalah sama sekali.

"Gue beneran nggak bisa ninggalin Ayya," keluhnya.

"Ya, oke. Tapi makan dulu lah Jun! Zena udah masak, ponakan lo juga tuh mukanya dah minta dimainin," gerutu Tirta.

"Mulut lo!"

"Eh salah, udah minta diajak main," ralatnya.

Menghela napas, Juna akhirnya mau masuk ke dalam rumah Tirta, bermain sebentar dengan keponakannya kemudian menyantap makanan yang disajikan oleh Zena, setelah itu ... ia benar-benar berpamitan.

"SMAK Dago. Sudah Makan Angkat Kaki Dasar Goblog," umpat Tirta.

Juna tertawa, "Gue nggak peduli. Soalnya gue beneran nggak bisa ninggalin Ayya. Takut soalnya, dia udah mulai gede kandungannya."

"Halah, Zena aja sembilan bulan gue tinggalin ke luar kota."

"Itu sih lo ya, gue nggak mau."

"Ah, males. Kenapa sejak nikah, lo lebih best husband dari gue sih."

Komentar Tirta membuat Juna tersenyum bangga. Ia berpamitan dengan benar kali ini, menghampiri Zena dan keponakannya tercinta setelah itu, ia membawa mobilnya untuk membelah jalanan Bandung di malam hari. Benar, karena Juna pergi sore, ia pulang malam.

Meskipun baru jam tujuh malam, tetapi waktu baginya bersama Ayya hanya sedikit lagi karena jam tidur Ayya masih sama, jam delapan malam.

Mempercepat laju mobilnya, Juna mengambil jalan pintas agar ia bisa cepat sampai ke rumahnya. Tetapi begitu sampai, lampu luar rumahnya menyala, sementara lampu di dalam masih mati.

"Loh, Ayya pergi tanpa nyalain lampu kah?" gumamnya.

Ia turun dari mobil dengan santai, namun saat mendekati pintu dan melihat sandal Ayya berada di sana, sebuah kekhawatiran mulai menghampirinya. Jangan-jangan Ayya kenapa-kenapa sampai dia tidak bisa menyalakan lampu dan—Oh tidak! Tidak mungkin!

Pria itu berlari dan meraih pintu dengan cepat namun saat membukanya, sebuah lampu kelap-kelip berwarna-warni seperti di dalam diskotik menyala dan sebuah musik muncul di sana.

Juna mengerutkan keningnya, tak mengerti dengan apa yang dilihatnya kemudian sebuah gelas minuman berisi air berwarna coklat muda muncul di hadapannya, Juna menoleh dan ia mendapati Ayya tengah memegang gelas serupa dan mengacungkannya padanya, "welcome to the party!" katanya dengan penuh senyuman.

Pria itu tertegun. Alih-alih mengambil minuman yang Ayya berikan, Juna malah menatapnya sangat lama. Bukan apa-apa, tetapi Ayya muncul di hadapannya dengan balutan dress berwarna hitam model sabrina dengan belahan satu sisi yang memperlihatkan pahanya sementara baby bump nya terlihat menggemaskan. Tapi bukan itu saja, Ayya juga mengatur rambutnya, ia menggelungnya ke atas, membuat lehernya terlihat dengan sempurna.

"Hai!" sapa Ayya.

Juna tersenyum, "Ini apa?" tanyanya.

Wanita itu berbisik di telinganya, "Apa? Nggak kedengeran!" katanya.

Juna tertawa. Sebenarnya, apa yang sedang Ayya mainkan sekarang?

Lihat. Wanita itu bahkan menggerakkan tubuhnya mengikuti musik yang ia putar. Tidak tahu juga musik apa, tetapi memang tidak terlalu keras, Juna bahkan bisa mendengar suara Ayya dengan jelas.

"Minum?"

Sekali lagi, Ayya menyodorkan gelasnya pada Juna. Pria itu tertawa, ia mengusap kepala Ayya kemudian mengambil gelasnya dan meminumnya.

"Lemon tea?" tanyanya tak percaya.

"Iya lah! Masa minuman keras beneran," sahut Ayya.

Wanita itu menyimpan minumannya. Ia menarik tangan Juna untuk berjalan menuju ruang tamu mereka yang dipenuhi oleh sofa.

"Anggap aja lantai dansa," kata Ayya.

Ia mengalungkan tangannya ke leher Juna dan mulai mengajaknya menari, meskipun gerakan Ayya terlihat kikuk namun malah menggemaskan baginya. Juna menghabiskan minumannya dengan cepat dan melemparkan gelasnya ke atas sofa. Ia meraih pinggang Ayya dan mengikuti permainannya hari ini.

"Aneh, aku padahal minum lemon tea doang tapi kok mabok gini," kata Juna.

Ayya tersenyum manis, "Lebih candu aku dari pada alkohol kan?" tanyanya. 

"Jadi ini alesannya kamu nyuruh-nyuruh aku pergi? biar bisa siapin party begini?"  

Ayya mengangguk, "Biar surprise," sahutnya. 

Tersenyum, Juna mendekat dan meraup bibir Ayya dengan cepat. Ia bahkan memindahkan tangannya yang semula dari pinggang Ayya, berpindah menuju wajahnya, memastikan bahwa ia benar-benar bisa melahap semuanya hanya untuk dirinya sendiri.


**** 


"Ayo, kita pembalasan dendam." Adalah ucapan yang Maisy katakan begitu mereka sampai ke rumah.

Dion menatapnya kebingungan, "Pembalasan dendam apa?"

Melirik jam tangannya, Maisy bergantian menatap suaminya dan tersenyum, "Freya masih dua jam lagi pulangnya. Dua jam cukup untuk kamu bikinin dia makanan. Aku bantu cicipin nanti, soalnya kalau aku yang bantuin, Freya tahu kalau itu buatan aku."

Rasanya memang seperti tiba-tiba disuruh bekerja padahal ia hanya ingin beristirahat, tetapi mendengar ucapan Maisy membuat Dion merasa bahwa istrinya benar-benar mendukungnya untuk membalas kekecewaannya pada dirinya sendiri tadi pagi.

"Katanya pengen kasih Freya makan," ucap Maisy lagi saat tak mendengar jawaban apapun dari mulut Dion.

"Iya sih."

"Ya udah, ayo kamu bikin. Aku bantu siapin bahan-bahannya ya?"

Maisy tersenyum. Ia beralih menuju kulkas dan menatap bahan makanan apa saja yang ada di sana, "Mau masakin apa Yonn? Ini ada ayam, sosis, slice beef, ada kentang, ada—"

Suara Maisy terhenti karena Dion memeluknya seketika.

"Buset, tiba-tiba gini kenapa sih?" tanya Maisy.

"Terharu, punya istri kayak kamu."

Tawa Maisy terdengar menggema di dalam rumahnya, ia berbalik dan menatap Dion lalu tersenyum, "Iya. Kamu nggak akan dapet istri kayak gini juga di luar sana. Jadi jangan selingkuh ya!"

"Takut banget tiba-tiba bahas selingkuh," gerutu Dion.

"Nggak ada yang tahu. Aku sih kasih ancang-ancang aja, soalnya nggak ada yang lebih baik dari aku buat kamu."

"Iya. Yang mau nikah sama aku juga kayaknya kamu doang, Ayya sama Kaureen aja lihat coba, mereka selalu ngeledekin aku."

Maisy tertawa dibuatnya. Ia menyentuh pipi Dion kemudian kembali ke kulkasnya dan membuat semua bahan-bahan yang ada di sana. Katanya, Dion mau membuat beef slice saja untuk Freya dan karena Freya kurang suka nasi, ia menggoreng kentang untuknya dalam jumlah yang banyak.

"Kalau nggak mau, sosis pasti mau kan?" tanya Dion.

Maisy yang duduk mengamatinya di kursi hanya mengangguk. Ia tidak membantu Dion sama sekali, wanita itu benar-benar duduk diam dan memperhatikannya, namun Dion berkali-kali bertanya kepadanya apa semuanya sudah betul atau tidak.

"Tahu mau masak gini aku mintain bumbu rahasia Chef Ronald," katanya.

"Eh kalau begitu mah jadi Chef Ronald yang masak dong, bukan kamu."

Dion terkekeh, "Iya juga, ya udah biarkan Freya merasakan masakan aku yang kaya akan masako ini."

"Ya allah, anak kita kamu kasih mecin."

"Nggak apa-apa, cuman penyedap rasa. Yang bikin bodoh mah kalau nggak belajar."

"Jiah, omongannya kayak orang bener," ledek Maisy. Dion melirik ke arahnya dan menjulurkan lidahnya, membalas ledekannya.

Lama mereka menghabiskan waktu di dapur bersama sampai Dion sudah selesai dan Maisy mengacungkan jempol saat mencicipinya.

"Enak! Freya bisa makan ini. Dia pasti suka," kata Maisy.

Dion tersenyum lebar, membayangkan Freya akan menghabiskan makanannya membuatnya bahagia luar biasa. Kalau begini caranya, Freya pasti akan membanggakan Om-nya di depan teman-temannya. Wah. Luar biasa!

"Assalamualaikum!"

Bersamaan dengan itu, suara Freya terdengar. Ia memasuki rumah dengan ekspresi lelahnya.

"Eh? Udah pulang lagi? Kenapa nggak ngabarin Bunda? Tahu gitu Bunda jemput ke bawah," kata Maisy.

Dion dengan cepat menghampiri Freya yang kini duduk di ruang tamu, "Freya. Mau makan?"

Freya menggeleng, "Capek. Mau tidur ah. Tadi udah makan juga di jalan."

Ekspresi wajah Dion berubah seketika, kekecewaan terlihat dengan jelas dari air mukanya. Maisy yang melihatnya segera menatap Freya dan berkata, "Tadi kan beda lagi. Udah, ayo kita makan dulu aja. Om Dion udah masak!" katanya.

Freya menatap Dion tak menyangka, "Ayam suwir?" tanyanya.

"Enak aja," sahut Dion. Ia berjalan menuju dapur dan membawa satu piring beef yang sudah ia masak, "Beef saos teriyaki," tunjuknya pada Freya.

"Hokben? Yoshinoya? Kalah ... masakan Om lebih enak," kekehnya.

Freya mendelik tajam ke arahnya, "Gosong nggak ini?" tanyanya.

"Cobain dulu makanya!"

Freya menatap Ibunya, namun Maisy hanya tersenyum dan bergerak dengan cepat untuk menyiapkan makanan mereka.

"Ayo makan!" ajaknya.

Anak itu menghela napas, ia berjalan dengan lemas ke arah meja makan dan duduk di sana. Dion bersemangat sekali menyodorkan banyak makanan pada Freya hingga akhirnya Freya menyendok satu suapan untuknya.

"Gimana?" tanyanya.

Freya menganggukkan kepalanya, "Hokben sama Yoshinoya mahal sih, ini kan gratis. Boleh lah."

Dan 'boleh lah' yang barusan Freya katakan padanya membuat Dion bahagia luar biasa. Maisy tersenyum saat melihat Freya dan Dion sekarang. Wow. Ternyata kerja keras Dion tidak sia-sia hari ini, meskipun hampir saja sia-sia.

"Besok Om masakin lagi ya?"

"Ih nggak mau!" teriak Freya. Membuat gelak tawa mewarnai kegiatan makan mereka malam ini.

****


Grup Istri


Kaureen : Gue lagi suka lagu Sang Dewi.

Ayya : Kenapa?

Kaureen : Liriknya bagus banget

Maisy : Walaupun diriku pernah terluka, hingga nyaris bunuh diri. Yang itu?

Ayya : HALO PLN 

Maisy : Terlalu gelap ya? WKWKWKWKWK 

Ayya : Tau dah kak mai 

Kaureen : Bukan. Bagian Reff nya.

Ayya : Walaupun dirimu tak bersayap, ku akan percaya kau mampu terbang bawa diriku tanpa takut dan ragu.

Maisy : Itu?

Kaureen : Hehehehe kemarin gue beneran dibawa terbang sama Kun. Padahal dia nggak bersayap, tapi dia beneran bisa bawa gue terbang. Guys, gue happy banget, beneran happy.

Ayya : Maksudnya terbang itu, terbang karena pujian apa gimana?

Kaureen : terbang beneran. Kita paralayang. Kun yang jadii pilotnya.

Maisy : Serius? Anjir! Kun penguasa langit? TAKUT BGT

Kaureen : keren bgt. Gue jatuh cinta bgt jadinya sama dia

Ayya : ?????

Maisy : Memasuki WIB? Waktu Indonesia Bucin?


****

Grup Bapak-Bapak


Juna : WTA

Dion : WTA apaan? Waktu Tanah Air?

Kun : Want To Ask, yonnn

Dion : Woalah si juna banyak gaya

Juna : lo aja yg kuper yonn, bukan gue yang banyak gaya.

Kun : WTA apaan Jun?

Juna : Gue pengen pasang tato di badan. Menurut kalian gimana?

Dion : Dosa besar Jun. Nggak boleh.

Juna : Jing

Kun : WKWKWKWK Tiba-tiba banget Jun. tato apa?

Juna : Nama Ayya

Dion : HUEK!

Kun : Kok bisa?

Juna : Semalem Ayya tiba-tiba kasih surprise, party gitu kita berdua di rumah. Dia bilang, dia emang gak suka kalau gue party. Tapi kalau suatu saat gue udh kepengen banget party yg sampe gak ketahan sama sekali, dari pada bohongin dia, mending party sama dia. Kita bisa melakukan semuanya berdua, party sama minum2 hahahaha lo berdua tahu gak gue minum apa?

Dion : Miras Jun?

Juna : Lemon tea! Hahahaha padahal bukan alkohol, tapi semalem gue mabok banget

Kun : Mabok Ayya?

Juna : IYA! HAHAHAHAHAHAHA

Dion : Mudah-mudahan jangan sampai gila

Juna : UDAH! AHHAHAHAHA

Kun : karena Ayya jun? WKWKWKWKWK

Dion : Gue kayaknya mau left aja. Si juna kalau begini ngeri bgt gue ga sanggup 

Kun : Ikut yonn 

Juna : WOY! LO BERDUA HARUS DENGERIN CERITA GUE YA GAK MAU TAU. 



- end of this episode - 


YA ALLAH BOLEHKAH KIRIMKAN SATU PRIA YANG SETIAP HARI DALAM HIDUPNYA WAKTUNYA ADALAH WMRS ALIAS WAKTU MENCINTAI RISKA SELAMANYA WKWKWKWKKWKWWK 

Gulang guling TOLONG KIRIMKAN KOORDINAT JODOHKU YA ALLAH 

DI WATTPAD DAH MAU 9 TAHUN TAPI MASIH SENDIRI AJA ADUH SABAR BANGET LOOOO. 

Oke segitu aja dulu yah guys, semangat untuk hari ini dah dah dah bye bye 

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro