Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

11. Bertemu | Rei Sakuma - Ansuta

"Tentang mencintai adalah hal yang tak terbatas." - William Blake

Created: Jumat, 8 Mei 2020

------------------------------------------------------

Gebukan demi gebukan terus beradu. Gadis itu mengusap pipi kiri yang nyeri membiru. Berkelahi. Kebiasaan yang selalu dilakukan hampir setiap hari.

[Full Name] seorang yankee kelas kakap. Keseharian utama di sekolah yakni memalak uang preman sekolah lain yang mengganggu murid lemah.

Suatu ketika, [Name] disuruh untuk menyelesaikan surat permintaan maaf berjumlah lima halaman. Walaupun sudah dikerjakan tetap saja terus terulang. Sekolah pun sudah pasrah sebab [Name] adalah anak komisaris.

Bosan menulis surat yang masih belum menyentuh satu halaman, [Name] berjalan di perpustakaan. Sepi. Hanya satu-satunya ia di sana mengitari rak-rak tinggi.

Langkah [Name] terhenti pada sebuah buku berlapis keemasan. Paling bersinar di antara deretan buku lainnya. Menarik perhatian; [Name] menggapai buku itu.

Undead.

"Aneh, buku apaan ini?" tutur gadis itu mulai membalik halaman demi halaman. Kosong. Tak ada apa-apa, hingga halaman terakhir menyisakan sebaris kalimat.

So, until this page, it means you expect this journey. Welcome.

Buku itu pun bersinar sangat terang, bahkan [Name] memejamkan mata karena tak sanggup melihat.

Kala kejadian itu, [Name] harus berhenti menjadi yankee.

Bertemu

Pair: Wizard! Rei Sakuma (Undead) x Reader

Ensemble Stars © Happy Elements

Note: Alternate universe

.

.

.

[Name] selalu mewajarkan jika bermimpi kejadian yang tidak logis. Namun, sepasang matanya melihat kejadian yang kelewat aneh. Misalnya, seekor naga terbang yang terus mengeluarkan api dari mulutnya. Awan mendung, tetapi tiada hujan. Sekumpulan orang yang berlari tunggang-langgang.

"Hah? Ini di mana, sih?" [Name] menggaruk tengkuk. Ia melihat semua kejadian dari sebuah ruangan sederhana.

"Anakku!" panggil seorang wanita paruh baya mendatangi [Name]. Serupa sang Ibu, tetapi anehnya tidak mengenakan setelan mewah seperti biasa.

"Ada apa, Bu? Kenapa rumah kita jadi aneh begini? Kumuh."

"Sebelumnya ... Ibu minta maaf. Ibu akan selalu mendoakanmu bahagia di sana."

[Name] mengernyitkan dahi. "Maksud Ibu apa?"

"Seluruh penduduk desa menyuruhmu sebagai persembahan kepada penyihir. Supaya bencana ini segera berakhir jika kau mau bekerja sama dengan penyihir."

[Name] memijat dahi. Sudah melihat naga api terbang tak jelas, langit gelap, dan angin kencang. Sekarang, ia mendengar "persembahan".

"Ibu berbohong?"

Ibu [Name] terisak. "Jika situasi sudah membaik, pintu ini akan selalu terbuka untuk menerimamu."

Tak lama, pintu kamar gubuk itu dobrak paksa oleh dua prajurit. Lengan [Name] ditahan. Ia terus berteriak, menendang kedua prajurit itu, lalu kabur sejadi-jadinya.

Namun, niat itu terjeda ketika mendapati sesosok pemuda berjubah hitam dengan dasi panjang merah marun berdiri di hadapannya.

"Kontrak adalah kontrak."

[Name] mengernyitkan dahi. "Apa maksudmu? Kau siapa?"

"Panggil saja Rei," kata laki-laki itu mengulurkan tangan. "Ikut aku dan selamatkan dunia ini."

Seolah [Name] belum cukup mendengar banyak hal gila, pemuda ini menambahkan lagi. Seakan tahu gadis itu tak akan menurut, Rei membuka sebuah kain yang menerbangkan serbuk-serbuk kilau. Terhirup sedikit saja, [Name] pun pingsan.

"Ini demi kebaikanmu, [Name]. Mari kita lakukan simbiosis mutualisme."

¶ ¶ ¶

Tersadar setelah kejadian itu, [Name] terus berlari secepat mungkin. Ketika ia terbangun, sebuah peti mati hitam sudah terletak di sampingnya. Seakan mendukung kesuraman, interior pun ditata serba gelap. Gorden, lampu, kursi, dan meja hitam.

"Aku tak menyangka fisikmu sekuat itu setelah tertidur beberapa saat."

Sejauh [Name] berlari, ia terus menemukan taman. Rei sedang menyesap teh hitam, memandangnya penuh selidik.

"Keluarkan aku dari sini! Ini pasti bukan di Jepang, tapi pulau antah berantah!"

Rei menggeleng. "Tidak bisa secepat itu, bahkan jika aku ingin. Penuhi saja sebuah syarat."

[Name] menoleh dengan tatapan penasaran. "Apa?"

"Buatlah sebuah pohon sakura. Jika bisa tumbuh, aku akan mengabulkan sebuah permintaan. Termasuk memulangkanmu."

[Name] mundur beberapa langkah.

"Jadi, insiden penculikan dan bencana itu hanya bisa teratasi hanya karena sebuah pohon sakura."

Ia mengira harus menjadi prajurit yang berperang melawan naga atau monster semacam itu. Karena terbiasa berkelahi, saat disuruh menanam jadi terkesan sederhana.

Rei mengangguk, lalu mengusap dagu. "Jangan anggap sepele. Aku saja yang penyihir tak kunjung bisa. Selama ini, tugasku berusaha meredam tindakan naga yang merusak desa. Kata penduduk desa, mereka percaya kau punya tangan matahari."

"Sungguh? Tapi aku tak pernah menanam. Tapi tanganku memang panas, sih."

Rei mengernyitkan dahi. "Apa jangan-jangan ditipu lagi, ya? Aku bahkan mendanai keluargamu sebagai gantinya."

Tega sekali dunia antah berantah ini.

Namun, [Name] mengesampingkan emosinya. Mungkin memang hanya bekerja sama satu-satunya solusi. Rei pun tak terlihat jahat atau mengajaknya berselisih.

"Kalau tidak bisa aku lakukan, bagaimana?"

Rei menyeringai. "Diarak penduduk seisi desa, lalu digantung, mungkin?"

Ya, Rei memang tak mengajaknya berselisih, tetapi secara tak langsung mengancam.

Teringat peti mati di ruangan barusan, bulu kuduk [Name] seketika meremang. Ia hanya harus bisa mengusahakan pohon sakura dapat tumbuh. Lalu, ia bisa pulang dan menjalankan keseharian sebagai yankee seperti biasa.

"Jangan masukkan aku ke dalam peti hitam itu!" pinta [Name] menatap ngeri.

Rei tertawa terbahak-bahak. "Bercanda! Itu bukan peti untukmu, tapi itu ruang tidurku."

Gadis itu menganga lebar. "Ha? Memangnya ada orang yang tidur di dalam peti mati?"

Rei menunjuk dirinya sendiri tanpa merasa canggung. "Aku. Belajarlah cara menanam. Besok kau sudah bisa praktik."

[Name] menggeleng heran. Ia juga malas berdebat lebih lanjut. Jika disuruh berkelahi juga ia sah-sah saja. Namun, tak ada salahnya untuk menanam daripada tewas bodoh di pulau aneh.

¶ ¶ ¶

Praktik tak selalu semudah teori.

[Name] memang tidak rajin belajar, tapi nilainya sesuai rata-rata. Namun, ia merasa saat ini adalah usaha paling rajin yang sudah dilakukan. Menyuburkan tanah. Menaruh pupuk. Mencari sudut pencahayaan terbaik.

Tetap saja tak ada satu bibit pun yang tumbuh selama beberapa hari ini.

"Aneh," gumam [Name] menyirami tumbuhan sakura yang baru.

Rei juga selalu memantau perkembangan dan aktivitas [Name]. Gadis itu dirumorkan punya tangan ajaib. Namun, rumor itu belum terbukti.

"Lanjutkan saja besok," kata Rei melihat [Name] mulai mencangkul dan menaruh bibit baru.

[Name] menyahut, "Sudah hampir selesai."

Jari Rei menyeka pipi [Name] yang sedikit tercemar tanah. "Setelah ini, ya."

Selama tinggal bersama Rei, [Name] tetap menjalani hidup yang layak. Terlepas dari hunian interior yang kelewat suram. Semua berjalan baik-baik saja. Ada pun pihak penyihir lain yang menolong penduduk agar segera mengungsi pada sebuah bukit yang jauh dari naga.

[Name] pun mulai menyenangi cara menanam. Walaupun ia hanya dimintai sakura, tetapi lambat laun ada eksperimen lain yang dilakukan. Selama ada jalan dan harapan, [Name] tidak menyerah.

Melewati sekian purnama yang tiba.

Di depan halaman kediaman Rei, tumbuh subur sebuah pohon berbunga merah muda. Sesekali terdapat guguran seiring angin berembus. Pohon itu dapat tumbuh tinggi. Seakan telah menempati lokasi itu sejak lama.

"Rei!" seru [Name] menyadari permintaan tersebut terkabul, ia pun segera mencari laki-laki itu.

Dan benar saja, Rei sedang berbaring di peti mati.

"Pohon sakuranya tumbuh!" kata [Name] dengan napas pendek-pendek.

Manik merah Rei melebar. Ia segera terbangun memandang jendela. Benar saja. Sakura yang mengingatkan masa lalu yang sederhana dan indah.

"Selamat, [Name]."

Gadis itu tersenyum lebar. "Aku terkejut karena kemarin pohon sakuranya hanya setengah dari ukuran saat ini. Ternyata dia benar-benar mekar dan ...."

"Aku akan memulangkanmu," ucap Rei ikut tersenyum tipis.

"E-eh?" Kedua sudut bibir [Name] yang melebar pun menciut. Memang benar jika alasan [Name] menetap hanyalah sampai pohon sakura tumbuh mekar.

Rei mengacak pelan rambut [Name].

"Terima kasih karena telah mewujudkan harapanku juga desa ini. Sihir memang dapat membantu lebih mudah, tetapi merusak lebih buruk."

"Apa kita tidak akan bertemu lagi?" tanya [Name] jadi merasa sedih. Padahal, ia sangat ingin kembali ke dunia asal. Sudah lama ia tak berkelahi dengan preman sekolah tetangga. Kini perasaan lama itu tak lagi menarik minatnya.

"Jangan sering-sering berkelahi lagi, ya. Aku menyayangimu."

Sekujur tubuh [Name] mulai bersinar. Kian memudar. Rei memeluknya. Semua memori masa lalu pun mengingatkannya pada masa ia pernah takut oleh peti mati hitam.

Di balik Rei yang terlihat menakutkan.

Rei selalu menemaninya menanam.

Rei yang misterius.

Rei yang disukainya.

"Aku juga, Rei!"

"Selamat tinggal, [Name]."

¶ ¶ ¶

Dua tahun kemudian.

Kejadian yang terdengar seolah mimpi mengubah hidup [Name]. Ia tak lagi menjadi yankee. Berkelahi pun tidak. Namun, kemampuan akademiknya tak cukup mumpuni untuk melanjutkan perguruan tinggi. Alhasil, [Name] memutuskan langsung berwirausaha. Membuka sebuah kafe mungil yang terletak di pinggir jalan.

Sesekali ada pelanggan yang terkejut melihat interior yang serba hitam. Memang terkesan eksentrik, tetapi menu kafe yang enak selalu mendatangkan kesan nyaman sehingga terjadi kunjungan kembali.

"Teh sakura satu cangkir."

[Name] yang baru saja menghampiri meja kasir seketika tertegun ketika mendengar suara yang familier. Saat ia menoleh, seorang pemuda berambut hitam gondrong sebahu duduk tak jauh darinya.

"R-Rei?"

"Panggil aku Sakuma."

[Name] langsung memeluk pemuda itu. "Aku akan membuatkanmu bercangkir-cangkir jika kau mau."

Rei terkekeh lalu menepuk bahu [Name]. "Aku hanya perlu satu."

"Supaya kau tak pergi. Jadi, kau harus meminum semuanya."

Rei meraih jemari [Name], lalu mengecup singkat. "Baiklah. Percayalah, kini aku selalu ada di sisimu, [Name]."

| fin |

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro